Hukum Indonesia di Mata Dua Belas Profesor
Resensi

Hukum Indonesia di Mata Dua Belas Profesor

Kepongahan dan berbagai skandal hukum yang terjadi belakangan tidak lepas dari pendidikan hukum. Sebuah otokritik dari kampus.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Hukum Indonesia di Mata Dua Belas Profesor
Hukumonline

 

Cara pandang semacam itulah yang dianut dan dipahami Abdul Ghofur Anshori dan Sobirin Malian, penyunting buku ini. Membangun Hukum Indonesia adalah sebuah buku kompilasi dari pidato pengukuhan guru besar 12 akademisi terkemuka di kampus masing-masing. Kedua belas profesor berasal atau berlatar belakang ilmu hukum yang tidak sama. Ia juga mewakili lintas generasi akademisi hukum, mulai dari pidato Prof. Muljatno yang diucapkan pada 19 Desember 1955 hingga Prof. Moh Mahfud MD yang dikukuhkan menjadi guru besar madya pada 1999.

 

Kompilasi ini menjadi semacam percikan pemikiran yang lepas dari ikatan kesamaan ilmu. Penyunting seolah ingin merepresentasikan setiap guru besar berdasarkan kelimuan yang berbeda. Prof. Muljatno bisa mewakili hukum pidana. Bukunya Asas-Asas Hukum Pidana masih dipakai sebagai buku teks di berbagai perguruan tinggi hukum di Tanah Air. Ada pula Bambang Purnomo, Guru Besar Hukum Pidana, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

 

Prof. Moh. Mahfud mewakili hukum tata negara dengan penekanan pada hubungan politik dan hukum. Demikian pula Prof. Dahlan Thaib, kolega Prof. Mahfud di Universitas Islam Indonesia (UII). Sebaliknya, Prof. Sri Soedewi Masjhun Sofwan mewakili guru besar dari lingkungan hukum perdata. Dari hukum perdata keluarga ada pidato Abdul Gofur Anshori, salah seorang penyunting buku ini.

 

Dari latar belakang hukum adat, penyunting menampilkan murid dedengkot hukum adat Ter Haar, yaitu Prof. Hazairin. Pemikiran Prof. Hazairin yang ditampilkan dalam buku ini, Hendak Kemana Hukum Islam? adalah bahan kuliah umum pada Dies Natalis ke-VI Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Perguruan Tinggi Islam Jakarta pada 17 November 1957. Perspektif hukum Islam juga dihadirkan lewat pidato pengukuhan Prof. Amir Mu'allim, Guru Besar UII Yogyakarta. Tulisan lain yang relevan dengan hukum adat adalah pidato pengukuhan Prof. Iman Sudiyat di UGM pada 19 Februari 1980.

 

Tulisan lain adalah pidato pengukuhan Prof. Koesnadi Hardjasoemantri pada 1985, salah satu pakar hukum lingkungan terkemuka, yang juga pernah menjadi Rektor Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.  

 

Sementara, filsafat hukum diwakili pandangan Prof. H.R. Soejadi, juga dari UGM, berjudul Refleksi Mengenai Hukum dan Keadilan, Aktualisasinya di Indonesia (2003). Ada juga pidato Prof. Endang Daruni Asdi di UGM Implikasi Teori-Teori Moral pada Hukum (1997)

 

Membangun Hukum Indonesia: Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Hukum

Penyunting: Abdul Ghofur Anshori dan Sobirin Malian

Penebit: Kreasi Total Media

Kota: Yogyakarta, 2008

Halaman: 306

 

 

Meskipun berlatar belakang keilmuan yang berbeda, bisa disebut bahwa kompilasi ini mewakili kampus hukum di Yogyakarta. Sebagian besar guru besar yang ditampilkan berasal dari UGM dan UII. Kalaupun sebagian pernah mengajar di tempat lain, seperti Prof. Sri Soedewi Masjhun Sofwan di Fakultas Hukum Universitas Jambi atau Prof. Iman Sudiyat yang pernah menjadi dekan dua periode di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, mereka punya ikatan dengan Yogyakarta.

 

Kedua penyunting berusaha menghadirkan kedua belas profesor melalui tiga bidang, yaitu teori hukum, filsafat hukum, serta pembangunan hukum masyarakat dan politik hak asasi manusia. Upaya menjalin benang merah kedua belas tulisan tersebut ke dalam tiga bidang tampaknya kurang berhasil. Jejalin yang hendak dirajut tampak dipaksakan. Belum lagi sistem pembuatan halaman yang masih bermasalah, halaman dimulai dari angka 67. Untuk mengatasi kelemahan awal tadi, penyunting sebenarnya masih punya peluang untuk menampilkan tulisan yang lebih banyak dan bisa merajut semua karya para guru besar.

 

Upaya yang dilakukan penyunting sebenarnya bukan yang pertama dikenal dalam literatur hukum Indonesia. Buku kompilasi pandangan orang-orang penting mengenai hukum bisa ditemukan di berbagai perpustakaan dan toko buku. Bahkan Prof. Hazairin pernah membuat karya sejenis lewat buku Tujuh Serangkai tentang Hukum. Buku-buku semacam ini tentu menambah khasanah literatur hukum lintas generasi. Buku sejenis yang agak lebih komplit adalah Lima Puluh Tahun Pendidikan Hukum di Indonesia, Himpunan Karya Ilmiah Guru-Guru Besar Hukum di Indonesia. Diterbitkan Fakultas Hukum UI pada 1974, bunga rampai ini berisi 33 tulisan guru besar ilmu hukum dari berbagai perguruan tinggi. Tebalnya sampai 669 halaman.

 

Toh, bagi mahasiswa hukum yang mempelajari ilmu hukum pada tahun-tahun terakhir ini, penyunting berusaha memberikan informasi tentang siapakah gerangan kedua belas profesor. Pada bagian akhir buku disajikan ikhtisar biodata mereka, termasuk hasil-hasil karya mereka semasa hidup. Bahkan informasi mutakhir tentang terpilihnya Prof. Mahfud sebagai hakim konstitusi sudah dimasukkan ke dalam buku ini –bandingkan sebaliknya dengan biodata Prof. Koesnadi.

 

Apapun kelemahan dan kelebihannya, kehadiran buku ini tetap patut diapresiasi, bahkan mungkin perlu diikuti kampus-kampus lain untuk menghormati dan mengenang pemikiran para guru besar ilmu hukumnya. Soal pandangan para profesor, sebaiknya memang langsung kita baca sendiri tanpa mendengar tafsir dari orang lain.

 

Selamat membaca!

Pendidikan hukum kita selama ini hanya menyentuh pada tataran teoritis, dan mengabaikan aspek moral. Sehingga, yang tercetak kemudian adalah tukang-tukang hukum, dan bukan sarjana hukum yang sebenarnya. Padahal semestinya pendidikan hukum bisa menciptakan seorang ahli hukum dan berdedikasi dan bukan ahli hukum yang jualan hukum.

 

Dosen atau akademisi perguruan tinggi tentu tak bisa melepaskan tanggung jawab moral terhadap kondisi memprihatinkan ini. Pendidikan hukum mestinya tidak lepas dari bagaimana cara menanamkan nilai dan filosofi hukum pada tataran teoritis dan etis sekaligus.

Halaman Selanjutnya:
Tags: