Atasi Korupsi Besar, Butuh Peradilan Ad Hoc
Berita

Atasi Korupsi Besar, Butuh Peradilan Ad Hoc

Jakarta, hukumonline. Buruknya kinerja dan reputasi sistem peradilan yang ada, menyebabkan penanganan korupsi banyak mengalami kebuntuan. Untuk menangani korupsi besar dan kompleks, dibutuhkan terobosan dengan peradilan ad hoc.

Oleh:
AWi/APr
Bacaan 2 Menit
Atasi Korupsi Besar, Butuh Peradilan Ad Hoc
Hukumonline

Rencana pemerintah untuk menindak korupsi berskala besar dikhawatirkan berhenti sampai pada wacana politik. Untuk menerobos kebuntuan itu Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI)  mengusulkan perlunya dibentuk peradilan Ad Hoc yang kredibel untuk menuntaskan kasus-kasus korupsi berskala besar.

Presiden Abdurrahman Wahid pernah menyatakan bahwa pemerintah berjanji akan menangani kasus-kasus korupsi berskala besar. Langkah pertamanya adalah menangkap orang-orang yang diduga terlibat di dalamnya.

Menyikapi rencana tersebut, Badan Pelaksana (BP) Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) merasa khawatir bahwa rencana tersebut hanya akan berhenti pada wacana politik saja. Kekhawatiran tersebut didasarkan pada fakta bahwa reputasi dan kinerja institusi penegakan hukum yang menangani korupsi selama ini terbukti tidak berfungsi secara efektif.

Masyarakat memang sudah banyak yang meragukan kesungguhan dan kemampuan aparat penegakan hukum, baik kepolisian, kejaksaan, maupun sistem peradilan yang ada. Suasana ini pun diperburuk dengan ketidakjelasan visi dan komitmen pemerintahan sekarang terhadap upaya penegakan pemerintahan yang bersih.

Pengadilan khusus KKN

Keraguan itu pun dilihat oleh Asmara Nababan. Bahkan, Sekjen Komnas HAM ini mengungkapkan perlunya undang-undang khusus peradilan KKN. "Ciptakan instrumen-instrumen dengan menciptakan pengadilan khusus kasus-kasus korupsi, kolusi, dan nepotisme," tegas Asmara Nababan kepada hukumonline.

Asmara menyakini bahwa undang-undang KKN tersebut dapat selesai dalam sebulan. "Lubang-lubang yang terdapat pada undang-undang sebelumnya disumpal di sana-sini. Ini bisa menjadi lex specialis- lex generalis," jelas Asmara. Jadi menurut Asmara, kalau seorang koruptor sudah tidak bisa hadir persidangan, itu bisa tetap berlangsung.

Asmara mencermati KKN sulit diatasi karena mesin-mesinnya masih mesin lama. Mesin yang dulu pernah mengabdi untuk menjamin kelangsungan rezim Soeharto. Bahkan dengan sediki emosial, Asmara mengemukakan bahwa seandainya jaksa agungnya diganti dengan orang yang benar, dia pun masih meragukannya. Alasannya, seluruh total struktur yang ada sekarang ini masih struktur lama.

Tags: