Muljohardjo, Kapuspenkum Kejaksaan Agung menyebutkan inisial HPS, Direktur Utama PT Menara Hutan Buana, sebagai tersangka kasus korupsi pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Kalimantan Selatan.
Muljohardjo tidak berani menyebutkan nama lengkap tersangka tersebut kepada wartawan dan hanya menyebutkan inisialnya. Alasannya, kasus tersebut baru Senin (19/2) masuk ke tahap penyidikan.
Muljo juga mengaku keliru ketika menyebutkan nama Siti Hardiyanti Rukmana pada pengumuman kemarin ketika kasus yang menyangkut putri sulung Soeharto itu masuk ke tahap penyidikan. Selanjutnya, Mulyohardjo juga menolak menyebutkan nama-nama seperti Bob Hasan, Siti Hardiyanti Rukmana dan Probosutedjo dengan alasan sesuai prosedur.
"Bukan berarti tiap kasus yang kami laporkan kepada waratwan hanya itu kasus besar yang ditindaklanjuti. Bisa saja ada kasus-kasus lain yang dilaporkan Pidsus atau Pidum kepada Kapuspenkum yang kemudian disampaikan kepada wartawan karena ternyata banyak juga kasus yang tidak disampaikan ke Kapuspenkum tapi ditindaklanjuti," kata Muljo
Muljo menambahkan: "Kalian bersyukur pada apa yang disebutkan oleh Gus Dur (Presiden Abdurrahman Wahid) kalau para pelaku tindak pidana korupsi itu diproses secara hukum," jelas Mulyohardjo yang menolak bahwa hal itu merupakan kompromi politik.
Perubahan status tersangka
Perubahan status HPS menjadi tersangka dilakukan berdasarkan hasil temuan tim penyelidik di lapangan yang diketuai oleh Darmono, SH. Tim tersebut menemui fakta adanya perbedaan data yang dilaporkan oleh PT Menara Hutan Buana (PT MHB) mengenai realisasi pembangunan HTI di Kalimantan Selatan.
PT MHB mengklaim luas tanah adalah seluas 71,024,02 hektare, sedangkan berdasarkan perhitungan yang dilakukan Bakosturnal, dari empat lokasi tanaman HTI untuk 1994-1995 sampai dengan 1997-1998, lahan yang ada hanya seluas 41.212.40 hektare.