Kasus Pipanisasi BBM
Tutut: Saya Merasa Tidak Bersalah
Berita

Kasus Pipanisasi BBM
Tutut: Saya Merasa Tidak Bersalah

Jakarta, hukumonline. Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) mengakui, dirinya menandatangani work value kepada Pertamina. Namun, Tutut tidak merasa bersalah dalam kasus pipanisasi BBM yang merugikan negara hampir AS$17,5 juta

Oleh:
Tri/APr
Bacaan 2 Menit
<font size='1' color='#FF0000'><b>Kasus Pipanisasi BBM</b></font><BR>Tutut: Saya Merasa Tidak Bersalah
Hukumonline

Tutut diperiksa Kejaksaan pada Selasa (20/2) sejak pukul 09.00 dalam statusnya sebagai tersangka kasus pipanisasi pengangkutan BBM di Pulau Jawa. Saat tiba di kejaksaan, Tutut diantar oleh suaminya, Indra Rukmana, yang hanya mengantar sampai ke Gedung Bundar. Tutut datang ke kejaksaan dengan dikawal 10 pengawal pribadinya.

Selama pemeriksaan, Tutut diperiksa oleh jaksa penyidik Tarwo Hadi Sadjuli. Sementara kasus pipanisasi pengangkutan BBM  menyeret putri sulung Soeharto ini menjadi tersangka karena Tutut, selaku Koordinator Konsorsium Eksekutif Komite PT Triharsa Bimanusa Tunggal (TBT) dan sebagai Preskomnya, menandangani permintaan pembayaran work value kepada Pertamina.

Pembayaran work value ini atas pekerjaan yang telah diselesaikan TBT sebesar 14%  senilai AS$31.490.380 dari nilai proyek pipanisasi BBM itu senilai AS$306.639.000. Sementara dari hasil penilaian Pertamina, sebenarnya pekerjaan yang baru diselesaikan TBT hanya 6,4% dari nilai keseluruhan atau senilai AS$14 juta. Selisih prosentasi pekerjaan inilah yang menjadi kerugian negara atau hampir AS$17,5 juta.

Selain Tutut, yang menjadi tersangka untuk kasus ini, sebelumnya adalah Faisal Abdaoe yang membayarkan klaim TBT kepada Pertamina serta Rosano Barack, Dirut PT TBT.

Mengakui menandatangani

Seusai diperiksa sekitar 9 jam, kepada pers Tutut mengakui behwa dia memang menandatangani permintaan penilaian hasil kerja yang dialukan PT TBT atas pembangunan pipanisasi BMM tersebut. "Tapi itu bentuknya bukan ganti rugi karena kami harus mengembalikan pinjaman-pinjaman," katanya.

Tutut juga mengatakan bahwa proyek tersebut duputus oleh pemerintah dengan Keppres No.39 Tahun 1991 karena krisis ekonomi. "Sebenarnya proyek tersebut ditunda pengerjaannya," cetusnya. Ia juga membantah kalau proyek tersebut sarat KKN. "Kalau ini unsur KKN karena saya yang menandatanganinya, mungkin tidak ditunda, tetapi ternyata tetap ditunda," tukas Tutut.

Tutut menegaskan bahwa proyek tersebut telah sesuai dengan hukum yang  berlaku. "Kami sudah jelaskan secara teknis kepada jaksa penyidik dan kami sudah berikan data back up-nya. Nah, nanti terserah kejaksaan untuk menilai semua itu," ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: