Pembunuhan Kembali Terjadi di Pengadilan
Utama

Pembunuhan Kembali Terjadi di Pengadilan

Minimnya pengamanan dan anggaran kembali menjadi ‘kambing hitam'.

Oleh:
Ali/Mon/IHW
Bacaan 2 Menit
Pembunuhan Kembali Terjadi di Pengadilan
Hukumonline

 

Juru Bicara MA Djoko Sarwoko, saat dihubungi, mengaku baru saja mendengar kejadian yang ini. Saya baru dapat telepon dari Ketua PN Jakpus, tuturnya. Berdasarkan informasi yang ia dapat, korban tewas bukan di dalam ruang sidang. Tapi masih di dalam ruang lingkup pengadilan, katanya.

 

Sugeng membenarkan cerita Djoko. Penusukan terjadi di luar sidang. Persidangan telah ditutup. Majelis Hakim yang mengadili perkara itu pun sudah tak berada di tempat.

 

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Harry Ponto menyayangkan hal seperti ini bisa terjadi. Bukan apa-apa, kalau sudah begini akhirnya kita baru sadar bahwa pengadilan ternyata memang salah satu tempat yang cukup rawan, tegasnya.

 

Harry menilai sudah waktunya sistem pengamanan di persidangan ditingkatkan. Prinsipnya, pengadilan adalah tempat mencari keadilan. Bukan tempat terjadinya ketidakadilan, imbuhnya. Sehingga menjadi aneh ketika di pengadilan justru terjadi tindak pidana.  

 

Sidang Khusus

Berdasarkan pengamatan hukumonline, jumlah tenaga keamanan baik polisi maupun petugas keamanan intenal tak selalu sama dalam setiap perkara. Misalnya, dalam sidang perkara insiden Monas dimana Habib Rizieq Shihab dan Munarman sebagai terdakwa. Polisi dikerahkan secara besar-besaran untuk mengamankan sidang yang juga berlangsung di PN Pusat tersebut. Bahkan, sejumlah wartawan sempat tertahan di luar pengadilan saking ketatnya pengamanan.

 

Harry mengkritik PN yang hanya fokus pada sidang-sidang khusus tersebut. Apalagi, pengamanan acapkali lebih terpaku di luar sidang atau bahkan di luar pengadilan. Tapi pengamanan di dalam sidang sendiri bagaimana? tanyanya. Sekedar mengingatkan, dalam persidangan Habib Rizieq, meski dijaga secara ketat di luar ruang sidang, kejadian anarkis masih sering terjadi di dalam sidang.

 

Sugeng mengakui pengamanan khusus memang diberikan dalam ‘sidang khusus'. Pengamanan persidangan dilihat berdasarkan sifat perkara, ujarnya. Jika dirasa rawan, Ketua Pengadilan akan berkoordinasi dengan jaksa untuk meminta pengamanan. Jaksa kemudian berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Biasanya yang bergerak adalah Polsek atau Polres.

 

Teknis pengamanannya, lanjut Sugeng, sepenuhnya menjadi wewenang kepolisian. Pasalnya, pihak pengadilan tak mengeluarkan biaya sepeser pun. Biaya pengamanan ditanggung oleh kepolisian sendiri, pengadilan tidak memiliki anggaran khusus, ungkapnya.

 

Sugeng mengakui dalam kasus biasa memang tak ada pengamanan khusus. Karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi, katanya. Seperti yang terjadi hari ini. Djoko juga menegaskan kejadian yang berlangsung sore tadi memang tak diduga sebelumnya. Saya rasa ini diluar dugaan pengadilan Jakarta Pusat, tutur Djoko. Karenanya, ia membantah bila pengadilan dianggap kecolongan kali ini.

 

Peradi sendiri, kata Harry Ponto, berjanji akan segera merespon atas kejadian ini. Peradi akan sesegera mungkin berkoordinasi dengan Mahkamah Agung untuk mencegah terjadi kejadian serupa di kemudian hari, katanya.

 

Kali ini memang pengunjung sidang yang menjadi korban. Tapi, jika pengamanan di pengadilan belum dibenahi, bisa jadi advokat, jaksa, polisi, bahkan hakim yang akan menjadi korban selanjutnya.

 

Jajaran Pengadilan Agama Sidoarjo tersentak. Dunia hukum pun berduka. Siang itu, pada September 2005, Kolonel (Laut) Mohammad Irfan Jumroni secara membabi-buta menusuk Hakim PA Sidoarjo A Taufik. Tak hanya Taufik, mantan istri Irfan, Eka Suhartini pun juga harus meregang nyawa dengan tusukan sangkur di badan. Saat itu kecaman terhadap minimnya pengamanan di ruang sidang dilontarkan sejumlah pengamat peradilan.

 

Seperti de javu, kejadian serupa kembali terulang. Pembunuhan kembali terjadi di pengadilan. Kali ini Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjadi arenanya. Kericuhan terjadi usai persidangan kasus pembunuhan Manajer Hotel Klasik, Didik Pontoh dengan terdakwa James Venturi. Seorang pengunjung sidang tewas ditikam saat kericuhan tersebut. Korban bernama Stanley Mukua, warga Senen Jakpus.

 

Humas PN Jakpus Sugeng Riyono menyatakan penyebab kematian korban adalah luka akibat benda tajam. Kejadian itu berlangsung di lantai tiga pengadilan usai pemeriksaan saksi-saksi dalam kasus tersebut. Korban bukan saksi, hanya pengunjung sidang, ujarnya kepada hukumonline, Selasa (21/10).  

 

Sugeng mengakui PN Jakpus tidak memberikan pengamanan khusus dalam persidangan kasus itu. Alasannya persidangan sudah berlangsung tujuh kali dan selalu kondusif. Pada saat kejadian hanya ada satu polisi yang berjaga. Itu pun untuk mengamankan terdakwa. Ketika keributan berlangsung, polisi memprioritaskan pengamanan bagi terdakwa.  

Halaman Selanjutnya:
Tags: