MA Resmi Limpahkan Sengketa Hasil Pilkada ke MK
Berita

MA Resmi Limpahkan Sengketa Hasil Pilkada ke MK

Masih ada sejumlah persoalan hukum yang perlu disepakati antara Mahkamah Agung dan MK.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
MA Resmi Limpahkan Sengketa Hasil Pilkada ke MK
Hukumonline

 

Mahfud menegaskan saat ini MK sudah siap untuk menyelesaikan sengketa hasil pilkada. Kami harus siap. Karena ini perintah UU, tegasnya. Ia mengatakan hukum acara penyelesaian sengketa hasil pilkada juga sudah siap. Secara resmi, Peraturan MK yang mengatur hal tersebut akan diluncurkan besok.

 

Jauh-jauh hari, MK sudah bersiap menerima pelimpahan kewenangan baru tersebut. Beberapa waktu lalu, MK mengadakan pertemuan dengan sejumlah Dekan Fakultas Hukum dari 33 provinsi. Dalam pertemuan itu, disepakati masing-masing kampus akan disulap menjadi ruang sidang MK. Metodenya lewat telekonperensi. Kalau ada sidang, (pihak berperkara,-re) tak perlu ke Jakarta, ujar Jimly Asshiddiqie yang kala itu masih menjabat sebagai Ketua MK.

 

Untuk perkara sengketa hasil pilkada, alat ini dianggap cukup efektif dan efisien. Apalagi, MK tak memiliki cabang di daerah. Sehingga para pihak sengketa hasil pilkada tak perlu repot-repot datang ke Jakarta. Selain itu, MK juga baru saja menggelar Pelatihan Teknis Sistem Informasi Manajemen Perkara (Simkara) untuk pegawai MK. Pelatihan meliputi manajemen perkara secara online dan offline.

 

Meski terkesan sudah siap, MK tampaknya perlu mendengar petuah Bagir yang telah berpengalaman menangani sengketa hasil pilkada. Ia mengungkapkan ada 74 perkara tingkat kasasi dan 24 peninjauan kembali seputar sengketa pilkada yang mampir di MA. Kalau tidak salah, hanya empat perkara yang dikabulkan, ungkapnya.

 

Menurut Bagir, ini merupakan gambaran, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melakukan pekerjaan semestinya. Sebagian besar putusan MA justru mengukuhkan hasil kerja KPU dengan menolak gugatan yang diajukan.

 

Bagir juga tak lupa memberitahukan karakteristik perkara sengketa pilkada yang masuk ke MA. Kadang-kadang para pihak yang menggugat acapkali tak rasional. Beda suaranya 40%, masih mereka gugat. Apa 40% itu penipu semua, ujar Bagir. Ia meminta kepada para pihak bila perbedaan suaranya sudah cukup jauh, jangan lagi dijadikan dasar untuk menggugat. Kalau beda 2%, ya kemungkinan error masih mungkin terjadi, tuturnya.

 

Pengalihan Belum Mulus

Kesepakatan pengalihan kewenangan memang telah diteken tapi persoalan hukum masih mungkin terjadi. Hal ini juga diakui Bagir. Menurutnya, saat ini masih ada sisa dua perkara yang ada di MA. Satu perkara seputar Pilkada Riau. Insya Allah, perkara itu besok diputus, katanya. Ia berpendapat perkara ini memang masih menjadi kewenangan MA. Kalau sebuah perkara sudah diperiksa oleh sebuah lembaga, maka lembaga tersebut yang mesti memutus perkara itu.

 

Sedangkan, satu perkara baru saja didaftarkan hari ini. Sebelum pengalihan kewenanggan ditandatangani. Bagir berpendapat perkara yang baru didaftarkan ini bisa langsung diserahkan ke MK. Hal ini bisa berpengaruh pada waktu mulai pendaftararan gugatan. Apakah penghitungan waktu dimulai saat didaftarkan ke MA atau ketika perkara itu dialihkan ke MK. Apalagi perkara sengketa pilkada memiliki jangka waktu yang tak lama. Ini semua perlu kita sepakati, tuturnya.

 

Untuk memperjelas hal ini, Bagir pun menugaskan Ketua Muda MA Tata Usaha Negara Paulus Effendi Lotulung untuk duduk satu meja dengan MK. Sebaliknya, Mahfud menugaskan Wakil Ketua MK Mukthie Fadjar yang berpengalaman dalam menangani sengket pemilu.

 

Bagir meminta agar mereka membicarakan ini dalam satu atau dua jam. Kelihatannya memang simpel. Tapi jangan sampai nanti kita dieksepsi, pungkasnya.

 

Penyelesaian sengketa hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) akhirnya secara resmi menjadi milik Mahkamah Konstitusi (MK). Serah terima pengalihan kewenangan penyelesaian sengketa pilkada dari Mahkamah Agung (MA) dan MK pun digelar. Kedua pimpinan tertinggi lembaga yudikatif itu hadir untuk membubuhkan tanda tangan dalam naskah kesepakatan. Selamat untuk MK yang menerima yurisdiksi baru, ujar Ketua MA Bagir Manan. Bahasa awamnya, lanjut Bagir, MK mendapat pekerjaan baru.  

 

Bagir menjelaskan acara Rabu (29/10) ini merupakan pelaksanaan amanat UU Pemerintahan Daerah (Pemda) teranyar, yakni UU No. 12 Tahun 2008. Pasal 236 huruf c Undang-Undang ini menyatakan penyelesaian sengketa hasil pilkada oleh MA dialihkan kepada MK paling lama 18 bulan sejak UU ini diundangkan. Bila mengacu jangka waktu dalam pasal itu, pengalihan baru bisa dilakukan pada Oktober 2009, delapan belas bulan sejak UU ini diterbitkan pada 24 April 2008.

 

Namun, frase ‘paling lama' dalam Pasal 236 huruf c itu memang sempat menimbulkan multitafsir. Ada yang menafsirkan jika disebut ‘paling lama' maka pengalihan kewenangan ke MK bisa lebih cepat dari waktu delapan belas bulan. Perdebatan ini muncul dalam kasus pilkada Bupati Lampung Utara.

 

Sebelumnya, sengketa pilkada Bupati Lampung Utara sempat mampir di MK. Namun, perkara tersebut ditolak MK. Alasannya, sengketa pilkada masih menjadi kewenangan MA. Namun, dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan pengalihan bisa saja lebih cepat dari 18 belas bulan. Asalkan, ada tindakan hukum pengalihan kewenangan dari MA ke MK secara nyata.

 

Tindakan hukum itulah yang baru saja ditandatangani Bagir Manan. Kami terima tindakan hukum pengalihan wewenang ini, ujar Ketua MK Mahfud MD menyambut pidato Bagir.

Halaman Selanjutnya:
Tags: