PERADI vs KAI: Menuju Wadah Tunggal Organisasi Advokat
Oleh: Wahyu Gumilar *)

PERADI vs KAI: Menuju Wadah Tunggal Organisasi Advokat

Perseteruan PERADI [Perhimpunan Advokat Indonesia] dan KAI [Kongres Advokat Indonesia] semakin jauh dari penyelesaian. Keduanya mengklaim sebagai wadah tunggal Advokat yang sah yang dibentuk berdasarkan UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat).

Bacaan 2 Menit
PERADI vs KAI: Menuju Wadah Tunggal Organisasi Advokat
Hukumonline


Mekanisme Pembentukan Organisasi Advokat

UU Advokat tidak menentukan bagaimana mekanisme pembentukan organisasi advokat, apakah melalui sebuah musyawarah, kongres, atau mekanisme lainnya. Dalam Pasal 32 ayat (4) UU Advokat hanya ditentukan bahwa dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, Organisasi Advokat telah terbentuk.


Ketentuan ini membuka potensi konflik antara PERADI dan KAI.
Menurut KAI, pembentukan PERADI tidak sah, karena tidak dibentuk berdasarkan musyawarah nasional dan telah melewati batas waktu 2 tahun, yakni pada tanggal 5 September 2005. PERADI pun beralasan bahwa pembentukan KAI pun tidak sah, karena pembentukannya tidak melalui 8 organisasi advokat yang termaktub dalam UU Advokat dan melebihi batas waktu yang ditentukan UU Advokat, yakni 31 Mei 2008.


Berdasarkan Akta Pernyataan Pendirian Perhimpunan Advokat Indonesia No. 30 tanggal 8 September 2005 yang dibuat di hadapan Notaris Buntario Tigris Darmawa Ng, SE., SH., MH. (Akta Pendirian), PERADI terbentuk pada tanggal 21 Desember 2004, bukan pada 5 September 2005 sebagaimana dituduhkan KAI. Dengan demikian, syarat 2 tahun sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 32 ayat (4) UU Advokat telah dipenuhi oleh PERADI.


Disamping itu, berdasarkan Pasal 32 ayat (3) UU Advokat, sebelum terbentuknya Organisasi Advokat, untuk sementara tugas dan wewenang Organisasi Advokat dijalankan bersama oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI). Apabila dikaitkan dengan Pasal 32 ayat (4) UU Advokat, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembentukan organisasi advokat harus dilakukan oleh 8 organisasi advokat. Dengan demikian, pembentukkan PERADI pun telah sah, karena Akta Pendirian PERADI telah dibuat oleh 8 organisasi advokat yang mendapat mandat dari UU Advokat.


Putusan Mahkamah Konstitusi

Eksistensi PERADI semakin diakui pasca keluarnya Putusan MK No.014/PUU-IV/2006. Permohonan pembatalan Pasal 32 ayat (3) dan (4) UU Advokat yang diajukan oleh H. Sudjono, S.H, Drs. Artono, S.H., M.H., dan Ronggur Hutagalung S.H., M.H. dari IKADIN ditolak oleh Mahkamah Konstitusi.


Dalam Putusan MK No. 014/PUU-IV/2006 halaman 57, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan sebagai berikut: bahwa Pasal 32 Ayat (3) dan Ayat (4) UU Advokat sesungguhnya merupakan pasal yang sudah selesai dilaksanakan dengan telah berlalunya tenggat dua tahun dan dengan telah terbentuknya PERADI sebagai Organisasi Advokat yang merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat, sehingga tidak relevan lagi untuk dipersoalkan konstitusionalitasnya. Selain itu, Pasal 32 Ayat (3) UU Advokat pernah dimohonkan pengujian kepada Mahkamah yang oleh Mahkamah dalam Putusannya Nomor 019/PUU-I/2003 telah dinyatakan ditolak.


Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, sebenarnya telah jelas bahwa PERADI adalah satu-satunya wadah/organisasi Advokat yang dibentuk berdasarkan UU Advokat. Oleh karenanya, mengkhawatirkan keberadaan KAI sebagai kompetitor PERADI adalah sesuatu yang berlebihan. Apalagi, Mahkamah Agung RI sudah menerbitkan edaran nomor 07/SEK/01/I/2007 tanggal 11 Januari 2007 tentang kewajiban penggunaan Kartu Tanda Pengenal Advokat PERADI untuk berpraktik di Pengadilan.


*) Penulis adalah associate pada salah satu kantor hukum di Jakarta Pusat

Perdebatan tentang wadah tunggal Avokat sesungguhnya telah berlangsung sejak tahun 1963, saat para senior Advokat mendirikan Perhimpunan Advokat (Peradin). Mengapa para Advokat tidak bersatu dalam profesi Advokat yang mempunyai wadah tunggal sebagai konsekuensi para Advokat Pejuang Hukum tidak menopang berdirinya Negara Indonesia Merdeka yang sejak awal berbentuk negara Hukum? Bukankah Advokat Pejuang telah dibuktikan oleh Mr Sastro Muljono, Mr Ishak, Mr Maramis, Mr Moh Yamin, Loekman Wirijadinata, Yap Thian Hiem?


Bukankah Bung Hatta dibela oleh Advokat-advokat yang Genius ketika diadili di Negeri Belanda? Bukankah Bung Karno dibela Indonesia Vriy oleh para Advokat anti kolonial tatkala memperjuangkan ide Indonesia merdeka yang kemudian dikenal sebagai ‘Indonesia Menggugat'? Bukankah kewajiban para Advokat mengisi kemerdekaan tatkala Negara telah didirikan dengan segala pengorbanan oleh Founding Fathers? Karenanya kita patut bersyukur bahwa kita telah memiliki Bapak-bapak Advokat yang telah membuktikan karya-karya nyatanya dalam perjuangan bangsa, negara dan tanah air.

 

Organisasi Advokat

Sumber perdebatan tentang wadah tunggal organisasi advokat sebenarnya berpangkal pada Bab X UU Advokat yang mengatur tentang Organisasi Advokat. Persoalannya adalah bab yang terdiri dari tiga pasal tersebut (Pasal 28-30) tidak menjabarkan secara jelas siapa yang dimaksud dengan Organisasi Advokat. Menurut rumusan Pasal 28 ayat (1) UU Advokat, Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat. Penjelasan pasal ini hanya mencantum rumusan cukup jelas.


Ketidakjelasan rumusan tersebut membuat banyak pihak berspekulasi apakah yang dimaksud Organisasi Advokat tersebut adalah PERADI atau KAI atau ada nama lain? Menurut salah seorang pakar hukum perundang-undangan Maria Farida Indra Suprapto pada saat memberikan keterangan di Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa kalau dilihat dalam Undang-Undang Advokat, ditekankan berulang-ulang paling sedikit 36 kata Organisasi Advokat. Oleh karena itu, seharusnya yang terbentuk adalah Organisasi Advokat, sehingga menurut ahli tidaklah tepat jika sebutannya adalah Peradi.


Pendapat tersebut mungkin terlalu sumir dan leterlecht. Namun UU Advokat juga tidak dapat memberikan formulasi yang jelas mengenai nama organisasi advokat yang dimaksud. Nampaknya UU Advokat ingin memberikan kebebasan kepada Advokat untuk menentukan nama organisasinya sendiri.

Tags: