Pakaian Terdakwa di Ruang Sidang, Catatan dari Sidang Ryan
Berita

Pakaian Terdakwa di Ruang Sidang, Catatan dari Sidang Ryan

Jika sering menyaksikan sidang perkara pidana di pengadilan, mungkin Anda bertanya-tanya mengapa sebagian besar terdakwa memakai seragam sama: celana hitam dan kemeja putih. Bagaimana sih aturan berpakaian saat duduk di kursi pesakitan?

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Pakaian Terdakwa di Ruang Sidang, Catatan dari Sidang Ryan
Hukumonline

 

Namun, setelah pembacaan putusan sela usai, perdebatan tentang cara berpakaian di ruang sidang kembali mencuat. Pengacara Ryan minta kepada majelis untuk mengeluarkan penetapan yang memungkinkan Ryan memakai jubah selama di persidangan. Cara berpakaian itu merupakan ekspresi perubahan pada diri Ryan. Lagipula, kata Kasman Sangaji –pengacara Ryan-- tidak ada undang-undang yang mewajibkan terdakwa harus berpakaian hitam putih atau berpakaian ala mode tertentu selama persidangan. Bagi pengacara Ryan, sepanjang sopan, pakaian jubah pun dapat dibenarkan.

 

Jaksa tak mau kalah. Jaksa pengganti Apreza Darus Putra menentang permintaan penetapan tadi. Permintaan agar Ryan memakai pakaian hitam putih sama dengan tahanan lain bukan tanpa alasan. Salah satunya demi mencegah tahanan kabur. Dengan menyeragamkan pakaian tahanan, jaksa dan polisi bisa mengidentifikasi dengan cepat jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kalau tidak ada pembedaan (dengan warga biasa –red), kami khawatir pengamanannya, kata alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu.

 

Keseragaman pakaian terdakwa, lanjut Apreza, juga berpengaruh pada kelancaran persidangan. Petugas bisa mengenali dengan cepat siapa terdakwa dan siapa pengunjung sidang.

 

Toh, bagi penasihat hukum Ryan, berpakaian jubah atau gamis putih terbukti tidak menghalangi persidangan selama ini. Ryan ikut urun pendapat. Saya merasa nyaman dengan pakaian gamis putih, ujarnya.

 

Majelis hakim mencoba menengahi silang pendapat antara pengacara dengan jaksa. Menurut Suwidya, masalah berpakaian bukan hal yang utama dalam persidangan. Yang pokok adalah membuktikan benar tidaknya tindak pidana yang didakwakan jaksa. Jangan sampai urusan berpakaian ini menghilangkan pokok perkara, tandas Suwidya.

 

Ketua Pengadilan Negeri Depok itu menegaskan tidak ada undang-undang yang secara khusus mewajibkan terdakwa harus berpakaian ala A atau ala B. Yang diatur undang-undang adalah keharusan berlaku sopan dan tertib selama mengikuti persidangan.

 

Ucapan Suwidya merujuk pada pasal 218 ayat (1) KUHAP: Dalam ruang sidang, siapapun wajib menunjukkan sikap hormat kepada pengadilan. Siapapun yang di ruang sidang bersikap tidak sesuai dengan martabat pengadilan dan tidak mentaati tata tertib setelah mendapat peringatan dari hakim ketua sidang, atas perintahnya yang bersangkutan dikeluarkan dari ruang sidang.

 

Sesuai amanat pasal 217 KUHAP, yang memelihara dan memimpin persidangan agar tertib dan semua orang berlaku sopan adalah ketua sidang. Suwidya menegaskan bahwa bagi majelis, yang paling pokok adalah kesopanan, bukan pada mode atau warna pakaian. Ia menambahkan, ketaatan dan kesopanan dalam persidangan acapkali menjadi salah satu unsur yang meringankan hukuman terdakwa.

 

Majelis tidak secara tegas menyetujui atau menolak pakaian gamis Ryan. Majelis hanya mengingatkan agar dalam berpakaian jangan menghina atau menyakiti orang lain. Kalau ada pihak yang keberatan dengan cara berpakaian Ryan di ruang sidang, sebaiknya disampaikan secara formal melalui pengadilan. Hingga persidangan 24 Desember silam, belum satu pun pihak yang secara resmi menyatakan keberatan dengan cara berpakaian Ryan.

 

Urusan berpakaian itu pula yang membuat Very Idham Henyansyah alias Ryan pernah ngambek menjelang sidang. Terdakwa kasus pembunuhan dengan cara mutilasi itu biasanya menghadiri sidang di Pengadilan Negeri Depok dengan pakaian gamis dan peci putih, lengkap dengan syal di leher. Berpakaian ala ustad itu merupakan salah satu wujud dari keinginan Ryan untuk berubah. Saya ingin berubah menjadi lebih baik. Makanya, saya pakai jubah, ujar Ryan.

 

Tetapi semuanya berubah pada sidang putusan sela sehari menjelang Natal 2008. Jubah dan pecinya sudah tanggal, berganti pakaian hitam-putih sebagaimana lazimnya digunakan terdakwa perkara pidana umum. (Kecuali terdakwa yang pejabat atau penggede, ya!). Menurut pengakuan Ryan, ia dipaksa petugas Lapas Paledang Bogor untuk memakai pakaian yang sama dengan tahanan lain. Ia berusaha menolak, tetapi tidak punya kuasa. Padahal, Ryan berharap bisa berubah ke arah yang lebih baik, antara lain diwujudkan dalam bentuk pakaian.

 

Ketua majelis hakim perkara Ryan, Suwidya Abdullah, juga berharap cara berpakaian ala ustad itu bukan sekedar untuk unjuk diri agar jadi pusat perhatian orang lain. Bukan ingin dipandang fashionable. Yang penting pakaiannya sopan, kata Suwidya.

 

Urusan berpakaian itu bukan hanya menyita waktu, tetapi juga memunculkan debat antara penasihat hukum Ryan dan jaksa dari Kejari Depok. Semua bermula ketika majelis menanyakan apakah Ryan dalam keadaan sehat wal afiat. Jawaban Ryan mengesankan ia sedang tidak mood untuk mengikuti sidang. Penyebabnya, ya, pemaksaan untuk menggunakan pakaian hitam putih tadi. Saya sedih karena dipaksa pakai pakaian hitam putih, ujarnya.

 

Untuk sementara, urusan berpakaian itu kelar. Majelis membacakan putusan sela. Sebagaimana diketahui, hakim menepis argumen penasihat hukum Ryan dan memutuskan dakwaan jaksa sudah disusun dengan cermat dan lengkap. Walhasil, sejak 07 Januari 2009, pemeriksaan pokok perkara dimulai.

Tags: