Menunggu Proses Pidana Perdana Tersangka Pelanggar UU ITE
Berita

Menunggu Proses Pidana Perdana Tersangka Pelanggar UU ITE

Pertama kali UU ITE digunakan untuk menjerat tersangka pelaku kejahatan. Polri dan Kejaksaan Agung perlu menyamakan pemahaman.

Oleh:
Nov
Bacaan 2 Menit
Menunggu Proses Pidana Perdana Tersangka Pelanggar UU ITE
Hukumonline

 

Seperti diketahui, walau hukum acara tetap mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, ada beberapa ketentuan tambahan. Seperti, pada Pasal 44b UU ITE. Surat elektronik juga diakui sebagai alat bukti dan itu tidak diatur dalam KUHAP.

 

Dalam kasus Erick, penyidik menyita CPU milik PT Bahana Secirities –tempat dimana Erick bekerja sebagai sales- yang digunakan untuk membuat dan mengirim email. Dari hasil image hardisk pada CPU itu, ditemukan email yang dikirimkan Erick kepada alamat email [email protected]. Si pemilik email ini tak lain adalah Christophorus yang saat ini sedang diperiksa penyidik di Singapura.  

 

Pada 13 November 2008, seseorang bernama Wirianto –pelapor- mengaku mendapat email dari Christophorus. Dalam email tersebut, Christophorus berpesan agar email yang berisi, market news stated that several Indo bank is having a liquidity problem and fail to complete interbank transaction. These Indo bank include : Bank Panin (PNBNIJ); Bank Bukopin (BBKPIJ); Bank Arta Graha (INPCIJ); Bank CIC (BCICJ) dan Bank Victoria (BVICIJ). We will keep you update, ditelusuri. Karena, kata Christophorus dalam email itu, ini menyesatkan kalau tidak ada buktinya.

 

Wirianto yang merupakan pegawai Bank Panin langsung melapor kepada pihak kepolisian. Si pembuat email itu dianggap menyebarkan berita bohong dan melakukan pencemaran nama baik. Atas laporan benomor No.Pol: LP/666/XI/2008/SIAGA-II ini, 14 November 2008 lalu, Erick ditangkap.

 

Setelah itu, beberapa saksi dari bank-bank yang diisukan memiliki gangguan likuiditas, seperti Bank Arta Graha, Bank Victoria, dan Bank Bukopin, diperiksa penyidik, termasuk Wirianto. Selain itu, dilakukan juga pemeriksaan terhadap Head of Equity Sales and Trading dan Direktur Utama PT Bahana Securities. Namun, Erick ternyata masih merupakan pelaku tunggal dalam kasus ini. Yang bersangkutan, menurut penyidik, telah membuat dan menygirimkan kepada klien-kliennya, berita berdasarkan informasi dari broker-broker lain. Dan ternyata, informasi tersebut tidak didukung dengan data yang akurat, sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.  

 

Sejak Undang-undang No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) disahkan DPR April 2008 silam, diketahui baru kali ini polisi menggunakannya untuk menjerat pelaku tindak pidana. Erick Jazier Ardhiansyah diduga menyebarkan informasi sesat dan meresahkan, terkait kondisi perbankan di Indonesia melalui surat elektronik berupa email.

 

Polisi mengenakan dua pasal dalam UU ITE kepada Erick. Pasal 27 ayat (3) berisi, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Atau Pasal 28 ayat (1) berisi, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Kedua tindak pidana ini diancam hukuman penjara maksimal enam tahun dan/atau denda satu miliar rupiah.

 

Direktorat II Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri yang menangani kasus ini masih harus melakukan pemeriksaan terhadap saksi bernama Christophorus Soemijantoro yang berada di Singapura. Saksi tersebut ditengarai merupakan orang yang meneruskan email dari Erick. Edmond Ilyas, Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim mengatakan tim penyidik sudah berangkat ke Negeri Singa untuk memeriksa Christophorus. Pemeriksaan saksi ini menjadi penting untuk merampungkan penyidikan yang dilakukan pihak kepolisian. Sampai saat ini, berkas belum dilimpahkan ke kejaksaan karena menunggu hasil pemeriksaan saksi yang berada di Singapura, katanya.

 

Sebelum pelimpahan tahap pertama dilakukan, Edmond berharap penyidik dapat menyamakan persepsi dengan Kejaksaan Agung mengenai penggunaan UU ITE. Diakui Edmond, inilah pertama kali penyidik menggunakan UU ITE untuk menjerat pelaku tindak pidana. Sebelumnya, untuk kasus-kasus perbankan seperti Antaboga, Century, dan Sarijaya, Edmond juga berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan Agung demi menyatukan persepsi atau kesepahaman.

 

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung M. Jasman Panjaitan mengatakan kesepahaman ini dibuat untuk meminimalisir bolak-balik berkas antara pihak penyidik dan penuntut umum. Kerjasama semacam ini biasa dilakukan. Tapi, untuk penggunaan UU ITE sendiri, pihak Polri dan Kejaksaan memang belum pernah membuat suatu kesepahaman. Sepengetahuan saya, koordinasi itu belum ada. Namun, memang sedini mungkin harus dikoordinasikan supaya tidak terjadi bolak-balik berkas, ujarnya.

Tags: