Lantaran Tak Izin Cerai, Pilot Garuda di-PHK
Utama

Lantaran Tak Izin Cerai, Pilot Garuda di-PHK

Perusahaan berdalih, kewajiban meminta izin kepada atasan untuk bercerai adalah kewajiban sebagaimana diatur dalam perjanjian kerja bersama dan peraturan pemerintah. Sebaliknya, pekerja menganggap izin atasan dalam hal perceraian hanya berlaku bagi PNS, bukan pegawai BUMN.

Oleh:
CR-3
Bacaan 2 Menit
Lantaran Tak Izin Cerai, Pilot Garuda di-PHK
Hukumonline

 

Kuasa Hukum Rendy, Andi Mulya Siregar menegaskan PHK yang dilakukan Garuda terhadap kliennya telah melanggar Pasal 153 ayat (1) huruf d dan i UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ketentuan tersebut berisi larangan bagi pengusaha untuk mem-PHK karyawannya dengan alasan buruh/pekerja menikah atau adanya perbedaan status perkawinan.

 

Seseorang tak boleh di-PHK lantaran menikah lagi atau bercerai yang menyangkut status perkawinan seseorang. Mau dia janda, duda kek, atau mau kawin lagi kek, gak ada alasan Garuda mem-PHK karyawannya karena ini menyangkut hak privat seseorang, ujar Andi kepada hukumonline.

 

Terkait adanya pelanggaran PKB, Andi menilai pihak Garuda salah menafsirkan Pasal 50 PKB. Menurutnya, ketentuan tersebut sebenarnya merujuk pada UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Bukan merujuk pada PP Izin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS.

 

Terlebih, Rendy bukan berstatus PNS, melainkan pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ketentuan dalam PP No. 10 bukan merupakan syarat mutlak, hanya syarat administratif yang berlaku buat PNS. Bagaimana kalau pihak Garuda tak mengizinkan karyawannya bercerai, apa itu tak menyalahi hak privat seseorang? ujar Andi balik bertanya.

 

Lebih jauh, Andi menambahkan dalam ketentuan Pasal 87 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dijelaskan mengenai keberlakuan UU Ketenagakerjaan bagi pegawai BUMN. Ketentuan tersebut menyebutkan bagi karyawan BUMN terkait pengangkatan, pemberhentian, kedudukan, hak dan kewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja bersama sesuai peraturan di bidang ketenagakerjaan. Jadi tak ada hubungannya dengan PP No. 10 Tahun 1983, imbuhnya.     

                   

Lantaran pihak manajemen tak bersedia mempekerjakan kembali, dalam gugatannya, Rendy menuntut hak-haknya seperti uang pesangon, penghargaan masa kerja, dan beberapa tunjangan lain yang berlaku di perusahaan. Kita menuntut ke Garuda totalnya sebesar 19,629 miliar, ini merupakan tuntutan terbesar sepanjang sejarah adanya PHI, ujar Andi.   

 

Dipersamakan

Dihubungi terpisah, kuasa hukum perusahaan Yanuar A Lubis membantah jika ketentuan PP No. 10 Tahun 1983 jo PP No. 45 Tahun 1990 hanya berlaku bagi PNS. Dalam ketentuan Pasal 1 ayat 2 PP No. 10 Tahun 1983 menyebutkan bahwa yang dipersamakan dengan PNS adalah pegawai bulanan disamping pensiunan, pegawai bank milik negara, dan pegawai BUMN.

 

Menurutnya, kewajiban izin perceraian dari pejabat berlaku juga bagi pegawai BUMN sebagaimana ditentukan dalam Pasal I ayat (1) PP No. 45 Tahun 1990. Menurut Pasal 15 PP No. 45, pelanggaran atas ketentuan tersebut akan dikenakan sanksi hukuman berat yang jenis sanksinya mengacu PP No. 30 Tahun 1980 tentang Disiplin PNS, seperti demosi atau PHK, kita kenakan PHK buat Rendy, ujar Yanuar.

 

Terkait keberlakukan UU No. 13 Tahun 2003 bagi pegawai BUMN, Yanuar membenarkan bahwa UU    tersebut berlaku bagi pegawai BUMN, khususnya yang menyangkut proses PHK. Namun UU Ketenagakerjaan tidak mengatur bentuk dan sanksi pelanggarannya. Bentuk dan sanksi pelanggarannya diatur dalam PP yang sampai saat ini belum dicabut. 

 

Perkara meminta izin atasan untuk menikah lagi maupun bercerai, kata Yanuar, bukan kali pertama ini terjadi di perusahaan. Jadi PHK ini bukan karena like and dislike. Sebelumnya sudah lima kasus terjadi dan memang prosesnya harus minta izin atasan, imbuh Yanuar.

 

Lebih lanjut ia menjelaskan pada dasarnya perceraian itu bukan semata-mata karena adanya izin atasan, melainkan karena adanya putusan pengadilan. Captain Rendy sudah jelas di BAP-nya (saat diperiksa dalam proses skorsing) pernah bilang dia gak butuh izin atasan, itu ada di bukti kita, ungkapnya.

 

Persidangan perkara ini sendiri sudah memasuki tahap pembuktian. Kita nantikan saja bagaimana majelis hakim pimpinan Makmun Masduki menilai perkara ini.

Keharusan meminta izin cerai kepada atasan ternyata tak hanya berlaku bagi kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Ketentuan tersebut juga berlaku di PT Garuda Indonesia yang diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama. Rendy Sasmita Adji Wibowo, seorang pilot Garuda yang sudah mengabdi selama kurang lebih 30 tahun, dipecat pihak manajemen Garuda Indonesia lantaran bercerai tanpa izin atasan. Alhasil, ia menggugat PT Garuda Indonesia ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta.      

 

Manajemen perusahaan memutus hubungan kerja secara sepihak sejak November 2005 lalu. Pasalnya, saat bercerai dengan istrinya, Rendy tak pernah mengajukan izin cerai dari pihak manajemen Garuda. Tindakan tersebut dinilai melanggar Perjanjian Kerja Bersama (PKB) PT Garuda Indonesia periode 2004-2006.

 

Dalam Pasal 50 PKB itu disebutkan ketentuan untuk melakukan perkawinan dan perceraian tunduk kepada peraturan yang berlaku, sehingga ketentuan tersebut merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 Tahun 1983 jo PP No. 45 Tahun 1990 (Perubahan PP No. 10 Tahun 1983) tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS.  

Halaman Selanjutnya:
Tags: