Ketika Notaris Dipanggil Polisi
Berita

Ketika Notaris Dipanggil Polisi

Banyak notaris yang takut ketika dipanggil polisi. Biasanya para pejabat pembuat akta ini dipanggil gara-gara coroboh dalam membuat akta.

Oleh:
Mon/Nov
Bacaan 2 Menit
Ketika Notaris Dipanggil Polisi
Hukumonline

 

Direktur I Keamanan Transnasional Bareskrim Mabes Polri Badrodin Haiti menyatakan, notaris biasanya dipanggil terkait kasus pertanahan dan pemalsuan dokumen. Kapasitas notaris bisa sebagai saksi ataupun tersangka. Kalau dipanggil polisi kemudian kasus itu membahayakan posisi notaris, dia bisa tidak kooperatif, ujarnya saat ditemui pada Rapat Komisi Kepolisian RI di DPR, Senin (9/2).

 

Seperti tertuang dalam Pasal 15 UU Jabatan Notaris No. 30 Tahun 2004, notaris berwenang untuk membuat akta otentik terkait dengan perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh UU atau dikehendaki para pihak. Notaris juga berwenang membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan dan melegalisasi akta di bawah tangan.

 

Dalam Kongres XX INI terungkap, masih banyak notaris yang melanggar UU Jabatan Notaris dalam membuat akta. Misalnya pembuatan perjanjian kredit antara bank dan nasabah. Ada notaris ‘nakal' yang tetap menelurkan akta meskipun tidak memenuhi syarat lantaran jaminannya bermasalah. Adapula notaris yang tidak mengetahui pihak-pihak yang tertuang dalam akta lantaran kliennya merupakan limpahan dari notaris dari daerah lain.

 

Konsekuensi pembuatan akta oleh notaris itu bisa menyebabkan seseorang hilang hak. Inilah yang kerap terjadi dan berujung laporan ke polisi. Bahkan, Dirjen Administrasi Hukum dan HAM Syamsudin Manan Sinaga beberapa waktu lalu menghimbau notaris tidak sembarangan mengeluarkan akta pendirian Perseroan Terbatas. Sebab ada kemungkinan uang hasil kejahatan dicuci di perseroan dengan cara membeli saham yang dituangkan dalam akta pembuatan atau perubahan perseroan.

 

Untuk mengecek sejarah akta yang bermasalah, biasanya polisi memanggil notaris guna menerangkan proses pembuatan akta. Bahkan polisi kerap memanggil saksi notaris sebagai orang menyaksikan pembuatan akta. Kecenderungannya si notaris menyuruh asistennya untuk mewakilinya jika statusnya saksi, ujar Badrodin.

 

Menanggapi hal itu, Soegeng menyatakan tidak semua polisi mengerti tugas dan jabatan notaris. Ia menyatakan untuk akta di bawah tangan yang dilegalisasi notaris, si pembuat akta tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban atas kebenaran isi akta. Legalisasi itu artinya notaris hanya menjamin bahwa surat itu betul ditandatangani oleh pihak yang menghadap. Aktanya sendiri mengikat orang membuat, tidak mengikat notaris, ujarnya.

 

Hal senada dilontarkan notaris Surabaya Habib Adjie. Saat ditemui di sela-sela kongres, Adjie menerangkan notaris hanya bertanggung jawab dari sisi formal pembuatan akta. Dengan begitu, notaris tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban pidana atas akta yang dibuatnya.

 

Nota Kesepahaman

Untuk menghindari kesewenang-wenangan polisi dalam memanggil notaris, INI membuat nota kesepahaman dengan polisi. Dalam nota itu diatur, pemanggilan notaris harus dilakukan tertulis dan ditandatangani penyidik. Surat panggilan harus mencantumkan dengan jelas status sang notaris, alasan pemanggilan, dan polisi harus tepat waktu. Pada hakekatnya, notaris harus hadir memenuhi panggilan yang sah. Tetapi boleh saja berhalangan. Kalau demikian halnya, polisi bisa datang ke kantor notaris bersangkutan.

 

Sementara kalau status notaris adalah saksi, dia bisa saja tak disumpah. Kecuali cukup alasan, notaris yang bersangkutan boleh tidak hadir ke persidangan. Dalam nota kesepahaman itu, notaris dan PPAT juga meminta agar mereka hanya bisa diperiksa oleh penyidik, bukan penyidik pembantu. Kalaupun kelak akan diperiksa penyidik pembantu, alasannya harus patut dan wajar.

 

Diatur pula klausul tentang notaris yang disangka melakukan tindak pidana berkenaan dengan akta yang dibuatnya, sesuai pasal 54 KUHAP, dimana notaris berhak mendapatkan bantuan hukum. Notaris yang menjadi tersangka berhak untuk didampingi oleh pengurus INI saat diperiksa polisi. Kalau dalam pemeriksaan tidak terbukti adanya unsur pidana, maka penyidik wajib menerbitkan SP3 dalam waktu secepatnya.

 

Nota kesepahaman itu memperkuat aturan pemanggilan notaris dalam Pasal 6 UU Jabatan Notaris. Pasal itu menentukan, jika polisi hendak memanggil notaris atau mengambil minuta akta harus mendapat persetujuan dari MPN Daerah. Memang harus melalui MPN karena memang UU-nya (UU Jabatan Notaris, red) mengatur seperti itu, ujarya. Namun, terkadang MPN lambat merespon pengajuan izin itu. Karena tidak bisa langsung menuju ke notaris yang bersangkutan ya prosedurnya mau tidak mau harus diikuti, imbuh Badrodin.

 

Namun kalau untuk saksi notaris, tidak ada perlindungan hukum yang diberikan oleh UU Jabatan Notaris maupun nota kesepahaman itu. Hal itu diakui oleh notaris Winanto Wiryomartani. Menurutnya, saksi notaris seharusnya ‘dibekali' untuk menjawab pertanyaan penyidik. Yakni, proses pembuatan akta tidak melibatkan saksi notaris. Peran saksi notaris terbatas menyaksikan penandatangam akta.

Sudah bukan rahasia umum apabila seseorang takut dipanggil polisi. Padahal belum tentu juga orang itu bersalah. Ketakutan ini juga dialami notaris. Akibatnya, pemanggilan notaris ke Kepolisian menjadi momok yang menakutkan bagi para pembuat akta. Begitu menerima surat panggilan dari polisi, notaris langsung gemetar, begitu kata notaris Soegeng Santosa saat Kongres XX Ikatan Notaris Indonesia (INI) di Surabaya akhir Januari lalu. Mantan anggota Majelis Pengawas Notaris (MPN) Pusat itu mensinyalir, pemanggilan oleh polisi disebabkan kecerobohan notaris sendiri dalam membuat akta.

Tags: