Hak Isteri atas Gaji Suami: Gaji Pokok atau Penghasilan?
Hukum Keluarga:

Hak Isteri atas Gaji Suami: Gaji Pokok atau Penghasilan?

Kalau hanya didasarkan pada gaji pokok, yang diperoleh isteri sangat sedikit.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Hak Isteri atas Gaji Suami: Gaji Pokok atau Penghasilan?
Hukumonline

 

Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983, sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 menyebutkan apabila perceraian terjadi atas kehendak PNS pria, maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas isteri dan anak-anaknya. Kalau dari perkawinan itu tidak ada anak, maka si suami wajib menyerahkan separuh dari gajinya. Begitu si isteri menikah lagi, hak dia atas gaji suami hilang dengan sendirinya. Aturan ini jelas dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil itu.

 

Persoalan ini kembali mengemuka dalam Konsultasi Nasional Hukum Keluarga di Indonesia, yang diselenggarakan Komnas Perempuan selama dua hari, 3–4 Februari lalu, di Jakarta.

 

Elli Nurhayati, Direktur Rifka Annisa Yogyakarta, mengangap perempuan masih sering diperlakukan tidak adil dalam perceraian. Salah satunya soal gaji eks suami PNS. Secara yuridis, minimal ada dua persoalan pokok yang muncul. Pertama, lingkup dan pengertian gaji. Apakah hak isteri hanya dihitung dari gaji pokok atau dari seluruh penghasilan suami? Menurut Elli, kalau dihitung hanya dari gaji pokok PNS, nilainya relatif kecil. Beda kalau dihitung berdasarkan penghasilan.

 

Soal gaji pokok dan penghasilan ini, mari kita lihat sejumlah peraturan perundang-undangan. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1976 merumuskan ‘penghasilan penuh' sebagai gaji pokok dan penghasilan lain yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan kecuali tunjangan jabatan pimpinan. Peraturan Presiden No. 100 Tahun 2006 menyebutkan ‘penghasilan' sebagai gaji pokok, tunjangan keluarga, dan tunjangan pangan.

 

Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 1991 malah mengartikan ‘penghasilan' sebagai penerimaan setiap bulan yang meliputi gaji pokok, tunjangan isteri, tunjangan anak, dan tunjangan penghasilan yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan iuran peserta. Dari sejumlah pengertian itu tampak bahwa penghasilan lebih besar dari gaji pokok.

 

Kedua, siapa yang menentukan atau menetapkan sepertiga atau separuh dari gaji suami. Apakah kantor suami bekerja atau di tangan hakim Pengadilan Agama. Dalam kasus Zaidah di atas, tampak hakim Pengadilan Agama melimpahkan urusannya ke PTUN. Ini berarti urusan gaji si suami yang akan diberikan kepada isteri ditentukan tempat kerja suami.

 

Persoalan ini, kata Elli, harus dituntaskan dalam revisi ketentuan perundang-undangan hukum keluarga di masa mendatang. Jika tidak, pemberian nafkah isteri yang diceraikan akan sering mandeg dan menimbulkan persoalan hukum. Tetapi, persoalan lain juga muncul: bagaimana kalau penghasilan isteri lebih besar dari suami yang PNS? Apakah gaji suami masih juga dipotong? Inilah tantangan yang harus dijawab.

Harapan Zaidah untuk mendapatkan separuh gaji suaminya kandas di tangan Mahkamah Agung. Padahal, harapan itu nyaris terwujud di peradilan agama tingkat pertama dan banding. Dengan kata lain, Karsan, sang suami, lolos dari kewajiban menafkahi isteri yang telah dia ceraikan itu.

 

Menurut pertimbangan majelis hakim agung –diketuai Syamsuhadi Irsyad—penghentian pemberian separuh gaji suami kepada isteri merupakan keputusan pejabat tata usaha negara. Kalau Zaidah mau mempersoalkan, menurut majelis, sebaiknya dipersoalkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

 

Karsan, seorang pegawai negeri sipil (PNS) ogah menyerahkan separuh gajinya karena merasa sang isteri sudah menikah dengan pria lain. Kewajiban menyerahkan gaji itu hanya sampai si isteri menikah dengan pria lain. Tetapi, di pengadilan terbukti perkawinan yang dilakukan Zaidah dengan pria lain tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Meskipun begitu, permintaan Zaidah atas separuh gaji suami tak juga dikabulkan hakim agung.

 

Gugatan Zaidah terhadap Karsan tercatat sebagai salah satu sengketa mengenai pembagian gaji suami kepada isteri yang dia ceraikan yang sampai ke tangan Mahkamah Agung.  

Halaman Selanjutnya:
Tags: