Nama Kasad Kembali Disebut dalam Kasus Pemalsuan Uang Palsu.
Berita

Nama Kasad Kembali Disebut dalam Kasus Pemalsuan Uang Palsu.

Jakarta, Hukumonline. Nama Jendral Tyasno Sudarto, Kepala Staf Angkatan Darat, kembali disebut-sebut dalam persidangan uang palsu sebanyak Rp22 milyar. Ismail Putra, terdakwa pada kasus pemalsuan uang palsu, itu menyatakan bahwa Tyasno termasuk jendral yang memerintahkan pembuatan uang palsu.

Oleh:
Tri/APr
Bacaan 2 Menit
Nama Kasad Kembali Disebut dalam Kasus Pemalsuan Uang Palsu.
Hukumonline
Usai persidangan lanjutan kasus pemalsuan uang, Ismail Putra (59 tahun) yang mantan intel APRI (Combat Intelligence Resimen-5) menyatakan Tyasno lah yang memberikan nomor seri uang palsu itu, yaitu: VRM, LZN, LZO, RPM, DWR, dan YBD.

Ismail bersama Eddy Kereh kembali hadir di PN Jakarta Pusat sebagai terdakwa dalam persidangan kasus uang palsu pada 27 Juli 2000. Majelis hakim diketuai oleh Purwanto dengan anggota Endang Sriwulan dan Kasaldi S dan bertindak sebagai jaksa penuntut umum Soejipto. Namun, para terdakwa tidak dihadiri oleh kuasa hukum.

Ismail Putra dan Edi Kereh didakwakan oleh jaksa penuntut umum atas perbuatan-perbuatannya yang meniru dan memalsukan uang negara atau uang yang dikeluarkan BI dengan ancaman pidana sebagaimana diatur pasal 244 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Pada Pasal 244 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) disebutkan bahwa barangsiapa meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang atau uang kertas itu sebagai asli dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Sementara Pasal 55 (1) KUHP) disebutkan bahwa dipidana sebagai pelaku tindak pidana:1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan; 2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.

Sidang menghadirkan saksi dari Polri, Yakobus. Saksi menceritakan bahwa penangkapapan terdakwa merupakan pengembangan penangkapan pada 25 Februari 2000 terhadap Hendra, tersangka pengedar uang palsu yang tertangkap di Hotel Melawai, Blok M Jakarta.

Kronologis peristiwa

Tim Reserse Mabes Polri yang diketuai oleh Umar Farouk mengembangkan kasus ini untuk membongkar organisasi pemalsuan uang rupiah emisi Rp50.000. Dari pengembangan kasus Hendra, berhasil ditangkap pelaku kasus lain: Ardi Sukarman sebagai penyandang dana, Yuni (sekretaris kelompok), Ismail Putra sebagai pemakarsa dan pemilik kertas, Eddy Kereh sebagai keamanan, dan Kismanto sebagai pemilik percetakan di Jalan Palmerah, jakarta, yang digunakan untuk mencetak uang palsu.

Menurut Yakobus, pada saat melakukan penangkapan terhadap tersangka Yuni dan Ismail Putra, dia hanya ada di luar, sedangkan yang masuk adalah Umar Farouk. Pembuatan uang palsu itu dilakukan pada Juli-Agustus 1999. Namun pada waktu dilakukan penggeledahan, di tempat percetakan tidak ditemukan uang palsu tetapi hanya mesin pencetak uang.

Rencananya, pada saat bersamaan akan diperiksa Ardi Sukarman salah seorang tersangka lainnya. Namun karena yang bersangkutan masih di rumah sakit, kesaksiannya dibacakan oleh jaksa penuntut umum Soejitno berdasar berita acara pemerikasaan (BAP).

Setelah pemeriksaan saksi, majelis hakim yang dipimpin oleh Poerwanto SH merencanakan akan meninjau barang bukti mesin percetakan yang digunakan untuk membuat uang palsu pada pekan depan. Pasalnya, ukuran yang besar tidak mungkin dibawa ke persidangan. Barang bukti tersebut sangat penting bagi hakim karena akan menjadi pertimbangan-pertimbangan hukum bagi hakim.

Rencananya, persidangan minggu depan akan mendengarkan saksi Haji Sujono, saksi yang akan diajukan oleh Ismail sebagai saksi a de charge. Ismail menyatakan, Haji Sujono merupakan saksi penting karena ia merupakan penghubung antara dirinya dengan jendral-jendral yang memintanya untuk membuat uang palsu.

Namun menurut Ismail Putra, dia sendiri belum pernah melihat Haji Sujono. Ismail mengaku mengetahui nomor teleponnya karena dialah yang menghubungkan dirinya dengan Tyasno Sudarto (Kepala BIA pada waktu itu) di Hotel Central, Jakarta Pusat, pada awal Juli 1999.

Tersangka lain
Setelah persidangan Ismail Putra dan Eddy Kereh, PN Jakarta Pusat juga mengadili pemalsu uang lainnya: Yuni dan Kismanto. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Kasaldi S. dengan acara sidang memeriksa Umar Farouk sebagai penyidik kasus pengedaran dan pemalsuan uang.

Dalam kesaksiannya, Umar Farouk mengatakan bahwa rencana pembuatan uang palsu sudah ada sejak pertemuan antara Ismail Putra dengan Eddy Kereh. Awalnya, mereka berbicara mengenai emas kemudian berkembang menjadi rencana pembuat uang palsu.

Menurut Umar, pertemuan itu juga dihadiri oleh Yuni yang merupakan rekanan dari Eddy Kereh. Untuk melanjutkan rencana tersebut, mereka membutuhkan penyandang dana. Yuni mempertemukan Ismail Putra dengan Ardi Sukarman, ayah dari Hendra yang tertangkap mengedarkan uang palsu di Hotel Melawai.

Ardi Sukarman sebagai penyandang dana menyerahkan uang sebesar Rp500 juta. Dia berharap akan mendapat keuntungan dari pembuatan uang palsu. Selanjutnya atas permintaan Ismail Putra, Ardi meminta kepada Yuni untuk mencarikan mesin percetakan yang akhirnya mendapatkan mesin percetakan milik Kismanto di Jalan Palmerah.

Pada pemeriksaan sebelumnya, Umar menyatakan, jumlah uang palsu yang berhasil dicetak Rp22 milyar dan yang sudah ditransaksikan baru 50 juta, sedangkan sisanya sudah dibakar atas perintah Tyasno Sudarto karena uang tersebut tidak layak. Namun ternyata beberapa uang palsu tersebut ditemukan oleh Polda Metro Jaya dan itu menjadi kasus baru.

Jika keterangan Ismail itu benar, Tyasno dapat diminta keterangannya. Ismail tentu tidak lupa wajah Kasad, meskipun saat itu Tyasno masih menjabat sebagai Kepala BIA.
Tags: