Proses Pidana, Tunda Eksekusi Gedung Aspac
Utama

Proses Pidana, Tunda Eksekusi Gedung Aspac

Pengelola gedung Aspac, Bangun Griya menunda eksekusi lantaran menungu persidangan pidana Imam Puji Hartono. Menurut pakar hukum, proses pidana tidak bisa menghalangi perkara perdata yang sudah inkracht.

Oleh:
Mon
Bacaan 2 Menit
Proses Pidana, Tunda Eksekusi Gedung Aspac
Hukumonline

 

Alasan Mengada-ada

Kuasa hukum Bumijawa, David ML. Tobing, menyatakan alasan penundaan itu hanyalah upaya untuk menghambat pelaksanaan eksekusi. Ia menerangkan perkara terhadap Imam sudah mendam empat tahun mengendap di Polda Metro Jaya lantaran berkasnya tidak lengkap. Itu hanya niatan untuk memperlambat eksekusi dengan mencari-cari dasar hukum yang mengada-ada, ujar David saat dihubungi melalui telepon, Jumat (20/3).

 

Kalaupun Imam diduga memberi keterangan palsu, seharusnya Bumijawa yang keberatan. Mereka itu tidak lebih dari pengutang BLBI yang belum bayar sehingga tidak berhak atas pengembalian gedungnya, imbuh David.

 

Menurut David, secara hukum eksekusi perkara perdata inkracht tidak bisa ditunda walaupun ada perkara lain yang belum mendapat kepastian hukum. Kalaupun kasus terhadap Imam sudah mendapat kepastian hukum, tidak ada hubungannya dengan eksekusi gedung. Sebab menyangkut salah atau tidaknya seseorang terhadap tindak pidana, tidak bisa membatalkan perjanjian jual beli, kata David.  

 

Keabsahan akta jual beli sudah diuji sampai tingkat Peninjauan Kembali dan dinyatakan sah oleh Mahkamah Agung. Gugatan pembatalan balik nama dari Bank Aspac ke Bumijawa juga ditolak oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dan dikuatkan hingga Mahkamah Agung. Begitupula dengan keabsahan perjanjian inbreng dan gugatan pengosongan juga sudah dikuatkan Mahkamah Agung di tingkat Peninjauan Kembali.

 

Soal akta pernyataan, David menyatakan hal itu merupakan pengakuan adanya sengketa. Menurutnya, harus dibedakan antara proses jual beli tanah dengan proses hukum yang dilakukan oleh para pihak. Jual beli tanah tidak bisa dilakukan kalau ada sita atas tanah tersebut, baik sita jaminan maupun sita polisi atau berada dalam hak tanggungan yang semuanya dicatat di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kalau BPN menyatakan clear, itu bukan sengketa namanya, itu perkara, jelas David.

 

Kategori sengketa bukan berarti sedang diajukan gugatan, tetapi apakah atas tanah tesebut dicatatkan di BPN sebagai sita jaminan, sita eksekusi, sita  penyidik polisi atau hak tanggungan selama bersih bisa dijualbelikan. Kenyataannya ketika itu tidak ada sengketa, jaminan dan sudah dicek ke BPN bahwa tanah itu bisa dialihkan, imbuh David.

 

Sebelumnya, rencana eksekusi pada Januari 2009 lalu juga tertunda lantaran Mitra Bangun mengajukan upaya penundaan eksekusi. Alasannya, masih menunggu putusan kasasi atas kasus Mitra Bangun melawan BPPN, Bank Indonesia dan Bank Aspac. Ujungnya, Mitra Bangun kalah dan menggunakan peninjauan kembali atas putusan itu.

 

Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Zahrul Rabain  dalam suratnya tertanggal 23 Januari 2009 menyatakan, proses peninjauan kembali tidak menangguhkan eksekusi. Begitupula terhadap perkara pidana yang masih dalam tahap penyidikan. Tidak memengaruhi dan menunda pelaksanaan eksekusi terhadap putusan inkracht, ujar Zahrul dalam suratnya.

 

Pakar hukum perdata, Rosa Agustina, menyatakan eksekusi merupakan wewenang ketua pengadilan sehingga jika ketua pengadilan sudah memerintahkan eksekusi para pihak harus menaatinya. Pihak yang keberatan dapat mengajukan penangguhan dan perlawanan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Penangguhan bisa diajukan jika eksekusi yang dijalankan susah untuk mengembalikan obyek ke keadaan semula. Kalau ada perintah dari pengadilan untuk eksekusi, pihak yang keberatan karena menunggu proses pidana pidana tidak bisa menolak, karena eksekusi wewenang ketua pengadilan, ujar Rosa saat dihubungi melalui telepon.

 

Praktisi hukum perdata, Ricardo Simanjuntak, menyatakan putusan kasasi bersifat eksekutorial, apalagi ketua pengadilan sudah memerintahkan eksekusi. Dalam Pasal 584 KUH Perdata ditentukan hak kepemilikan akan berpindah jika proses pemindahan kepemilikan didasarkan pada suatu peristiwa, misalnya jual beli. Karena itu, jika peristiwa itu dinyatakan sah secara perdata, sulit untuk dibuka secara pidana. Pembukaan kasus pidananya bisa menimbulkan ketidakpastian hukum, ujar Ricardo yang juga berprofesi sebagai advokat. 

Sudah empat putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht) yang lahir dari sengketa kepemilikan gedung Aspac (sekarang Century Tower), namun eksekusi terhadap gedung Aspac masih sulit dilakukan. Kuasa hukum pengelola PT Mitra Bangun Griya, Rudiyantho, masih meminta PT Bumijawa Sentosa selaku pemilik gedung untuk menunggu proses hukum pidana terhadap mantan Kepala Urusan Pelayanan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Imam Puji Hartono. Kita bukannya menghalangi, kita minta agar para pihak cooling down untuk menghormati proses hukum terhadap objek sengketa sampai berakhir, ujar Rudi saat ditemui di kantornya, Rabu (18/3) kemarin.

 

Saat ini, Imam tengah disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena diduga melanggar Pasal 266 KUHP dalam membuat akta jual beli gedung Aspac antara BPPN dan Bumijawa. Dalam Pasal 2 akta jual beli No. 50/2003 tanggal 2 Desember 2003 disebutkan bahwa BPPN menjamin gedung Aspac tidak tersangkut sengketa, bebas dari sitaan dan jaminan utang. Padahal saat itu, atas tanah dan bangunan itu masih tersangkut perkara No. 413/Pdt.G/2003/PN.Jak-Sel antara Mita Bangun dengan PT Bank Aspac dan BPPN.

 

Direktur Utama Bumijawa Hendra Harjadi sendiri mengakui hal itu dalam akta pernyataan 2 Desember 2003 yang dibuat oleh notaris Kamarunnisa. Selain itu, Hendra juga menyatakan jika dikemudian hari terjadi gugatan atau tagihan atas jual beli maka Bumijawa siap bertanggungjawab untuk menyelesaikannya. Sementara, Imam Puji bertindak sebagai saksi ketika pembuatan akta pernyataan tersebut.

 

Menurut Rudi, jika kasus pidananya terbukti maka jual beli gedung Aspac antara BPPN dan Bumijawa batal demi hukum. Karena itu, dia meminta agar para pihak menghormati penegakan hukum pidana sampai berakhir. Kalau menghormati putusan perdata saja tanpa mengabaikan proses pidana, tidak seimbang, ujarnya Namun sebaliknya, jika tidak terbukti, Rudy menyatakan Mitra Bangun siap dieksekusi.

Tags: