MA Lempar Kewenangan ke Kejaksaan
Fatwa Eksekusi Mati:

MA Lempar Kewenangan ke Kejaksaan

Awalnya Kejaksaan berharap banyak kepada MA untuk memberi batas waktu yang tegas bagi terpidana mati untuk mengajukan peninjauan kembali atau grasi. Namun MA ‘mengikhlaskan' penentuan batas waktu itu kepada Kejaksaan dengan ukuran kewajaran.

Oleh:
Ali/CR-3
Bacaan 2 Menit
MA Lempar Kewenangan ke Kejaksaan
Hukumonline

 

Harifin menyadari peraturan perundang-undangan memang tak memberikan batas waktu pengajuan PK atau grasi dalam perkara pidana. Namun demi kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat, batasan waktu perlu ditegaskan agar eksekusi tak terganggu. Artinya diberikan saudara diberikan waktu sampai sekian lama. Kalau sampai tanggal segitu tidak dilakukan maka artinya hukuman mati itu bisa dijalankan, jelasnya. 

 

Meski menyerahkan sepenuhnya ke Kejaksaan, MA memberi contoh batas waktu yang ideal. Misalnya dengan mengacu pada ketentuan Pasal 69 UU MA yang mengatur pengajuan PK dalam perkara perdata. Pasal itu berbunyi 'Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan atas alasan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 67 adalah 180 (seratus delapan puluh) hari...'. MA hanya ambilkan contoh, nanti Kejaksaan yang akan menentukan batas waktunya, tegas Harifin.

 

Dalam kesempatan terpisah, Jaksa Agung Hendarman Supandji mengaku sudah menerima fatwa itu. Secara tersirat, Hendarman menyadari fatwa MA itu malah menambah ‘beban' Kejaksaan. Pasalnya, Kejaksaan yang harus mencari rumusan ‘waktu yang layak' bagi terpidana mati untuk mengajukan upaya hukum luar biasa. Tentang definisi waktu yang layak, nanti kita akan pelajari atau rumuskan karena definisinya relatif, ujar Hendarman kepada wartawan, Jumat (20/3).   

 

Menurut Hendarman seyogyanya semua putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) bisa langsung dieksekusi, meski ada upaya hukum luar biasa. Termasuk vonis hukuman mati. Namun ia sadar harus ada ‘perlakuan khusus' bagi para terpidana mati. Bagaimana mungkin terpidana mati yang sudah dieksekusi mengajukan PK? Kan gak bisa. Makanya kita minta fatwa MA untuk menentukan jangka waktu yang layak. Nah, antara jangka waktu yang layak dengan pencarian novum harus di-pas-kan, ujarnya. 

 

Lebih jauh Hendarman belum bisa menentukan jangka waktu yang ideal terkait batas waktu pengajuan upaya hukum luar biasa bagi terpidana mati. Kalau saya tentukan satu bulan nanti dibilang melanggar HAM. Meski kita sempat mengusulkan 30 hari, namun ternyata MA berpendapat lain. Jadi saya belum tau pantasnya berapa, nanti kita rundingkan, jelasnya. Yang pasti Hendarman menegaskan tenggang waktu pengajuan PK dan grasi masing-masing kasus akan berbeda. Nanti kita kasih ukurannya.

 

Setali tiga uang, Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) AH Ritonga menuturkan Kejaksaan akan menindaklanjuti fatwa MA. Fatwa MA menentukan tenggang waktu pengajuan PK hanya 180 hari dan itu hanya untuk perkara perdata. Nanti kita akan mencari solusi untuk mencari jangka waktu yang layak menurut kita, imbuhnya.

 

Berdasarkan catatan hukumonline, Kejaksaan sebenarnya telah beberapa kali memberikan batas waktu pengajuan upaya hukum luar biasa kepada terpidana mati. Kejaksaan pernah mengirim surat kepada Gunawan Santoso yang isinya memberi tenggat waktu satu bulan baginya untuk mengajukan PK. Meski batas waktu itu telah lewat, Kejaksaan belum juga mengeksekusi Gunawan.

 

Padahal, Jaksa Agung Hendarman Supandji pernah menjelaskan Pasal 268 KUHAP yang menyatakan PK tidak bisa menunda eksekusi. Batas waktu juga pernah diberikan dalam pengajuan grasi pada kasus Amrozi Cs. Kala itu, Kejaksaan juga memberi tenggat waktu sebulan kepada Amrozi Cs untuk mengajukan grasi. Namun, Amrozi CS baru dieksekusi jauh setelah deadline itu terlewati.

Fatwa Mahkamah Agung (MA) tentang batas waktu peninjauan kembali bagi terpidana mati yang ditunggu-tunggu Kejaksaan Agung akhirnya diterbitkan juga. Dalam fatwa yang ditandatangani Ketua MA Harifin A Tumpa pada Selasa (13/7)_lalu, Kejaksaan selaku eksekutor diberi kewenangan memberikan batasan waktu kepada terpidana mati untuk mengajukan upaya Peninjauan Kembali (PK) dan grasi atau tidak. Aparat Kejaksaaan harus memberikan waktu yang layak, ujar Harifin di Gedung MA, Jumat (20/3).

Tags: