Batikmark Sebagai Langkah Pertama Perlindungan Pola Batik Jawa di Negara-Negara Asing
Oleh: Charles Knobloch, JD, PG dan Dewi Savitri Reni, S.H., LL.M. *)

Batikmark Sebagai Langkah Pertama Perlindungan Pola Batik Jawa di Negara-Negara Asing

Pemerintah Indonesia terlihat lebih gencar dalam upaya perlindungan kekayaan budaya tradisional Indonesia setelah perseturuan dengan Malaysia sehubungan dengan kepemilikan kekayaan budaya tradisional tersebut. Dalam perseteruan tersebut, Indonesia beranggapan bahwa Malaysia menegaskan kepemilikan terhadap budaya tradisional Indonesia, antara lain pola batik Jawa, wayang, dan lagu daerah Rasa Sayange (yang dipercayai berasal dari pulau Maluku, Indonesia).

Batikmark Sebagai Langkah Pertama Perlindungan Pola Batik Jawa di Negara-Negara Asing
Hukumonline

 

Sehubungan dengan langkah tersebut, Pemerintah Indonesia juga telah menerbitkan suatu sertifikasi merek melalui Departemen Perindustrian yang diberi nama Batikmark. Batikmark dapat berfungsi sebagai sertifikasi produk-produk batik Indonesia.  

 

Batikmark diperkenalkan oleh Departemen Perindustrian melalui Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 74/M-IND/PER/9/2007. Langkah untuk menciptakan suatu sistem perlindungan warisan budaya suatu Negara menggunakan sertifikasi merek bukanlah merupakan suatu langkah yang baru. Langkah yang mirip telah diakui keberadaannya dalam berbagai perjanjian internasional dan telah dipraktekkan negara-negara di dunia. Pasal 7bis(2) Konvensi Paris menyatakan bahwa setiap Negara berhak menentukan prasyarat pembentukan merek kolektif di wilayah jurisdiksinya. Pasal tersebut merupakan kekuatan yang memotivasi pembentukan merek kolektif SILK MARK di India dan WOOLMARK, merek sertifikasi terkenal di dunia.

 

Melalui Batikmark, Indonesia menggabungkan konsep merek kolektif dan sertifikasi. Peraturan Menteri Perindustrian yang menciptakan Batikmark mensyaratkan bahwa merek sertifikasi Batikmark hanya dapat diberikan kepada pengusaha batik yang telah memiliki merek terdaftar dan yang produknya lulus serangkaian tes yang dilaksanakan oleh Badan Standardisasi Nasional. Produk yang lulus tes dianggap telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan pengusahanya berhak mendapatkan sertifikasi dan mengajukan permohonan untuk mendapatkan Batikmark.

 

Permohonan tersebut harus diajukan secara tertulis bersamaan dengan profil perusahaan kepada Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta.  Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta adalah institusi resmi yang ditunjuk oleh Peraturan Menteri Perindustrian untuk melakukan serangkaian tes tambahan pada tekstil dengan motif batik. Tes tersebut dilaksanakan di laboratorium Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta dan bertujuan untuk memastikan bahwa tekstil yang digunakan memenuhi standar sertifikasi batik tulis. Hal-hal yang diperhitungkan dalam tes tersebut adalah: lilin yang digunakan, pola atau motif batik, teknik melilin batik, dan kualitas tekstil.  Pengusaha batik yang lulus tes Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta otomatis berhak menggunakan sertifikasi Batikmark yang diberi nomor identitas. Sertifikasi ini berlaku untuk tiga tahun dan dapat diperbarui. Sertifikasi ini dalam bentuk label dengan tulisan Batik Indonesia dan diletakkan pada setiap produk tekstil dengan motif batik yang telah disertifikasi. Label ini (terlampir) telah mendapatkan hak cipta dari Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual.

 

Tujuan utama pembentukan sertifikasi Batikmark adalah memastikan perspektif dunia bahwa tekstil bermotif batik adalah kekayaan tradisional Indonesia. Selain itu, sertifikasi Batikmark juga bertujuan menjaga kualitas tekstil bermotif batik yang berasal dari Indonesia. Hal ini diharapkan membantu memberikan perlindungan bagi para konsumer batik karena konsumer diberikan keyakinan bahwa batik Jawa yang dibelinya berasal dari Indonesia dan telah disertifikasi oleh institusi nasional yang ditunjuk Pemerintah. Sertifikasi Batikmark juga bertujuan untuk menghadapi kompetisi produk identik atau mirip yang dijual di pasaran dan untuk menghadapi ancaman pembajakan batik Jawa asal Indonesia oleh produsen tekstil luar negeri. Praktek semacam ini telah berlangsung lama dan diprakarsai oleh negara-negara di Asia dan Afrika.  

 

Produsen yang telah berhasil mendapatkan sertifikasi Batikmark secara langsung mendapatkan perlindungan di Indonesia tetapi tidak demikian halnya di negara lain. Produsen-produsen tersebut harus mendaftarkan hak kekayaan intelektual di negara lain demi mendapatkan perlindungan tersebut.  Perlindungan tersebut bisa dalam bentuk paten desain, hak cipta, dan/atau merek.

 

Walaupun sudah mendapatkan sertifikasi dari Pemerintah Indonesia, pengusaha batik tetap harus berusaha sendiri dalam mendapatkan perlindungan hak atas kekayaan intelektual di negara lain sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Skenario ini akan terus terjadi sampai pemerintah Indonesia berhasil menduniakan perlindungan hak atas kekayaan intelektual untuk batik dan produk-produk kekayaan budaya tradisional Indonesia.

 

Sebuah kata, nama, simbol, peralatan atau kombinasi dari berbagai hal tersebut dapat berfungsi sebagai merek asalkan mereka digunakan untuk mengenali dan membedakan produk yang dihasilkan oleh seorang produsen dari produk serupa yang dihasilkan atau dijual oleh produsen lainnya; atau lebih dikenal sebagai indikator sumber produk. Dari penjelasan tersebut, ada tiga ciri penting yang mengindentifikasikan sebuah merek. Ketiga ciri penting tersebut adalah: (1) kata, simbol atau alat yang digunakan, (2) penggunaan simbol sebagai merek pada barang dan jasa, dan (3) kemampuan merek untuk mengenali dan membedakan sumber barang dan/atau jasa. Sertifikasi merek Batikmark yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia dapat berfungsi sebagai jaminan bahwa produk tersebut telah memiliki kualitas tertentu yang membedakannya dari tekstil lain yang juga bermotif batik. Sertifikasi tersebut menjamin mutu produk mulai dari lilin yang digunakan, pola atau motif batik, teknik melilin batik, dan kualitas tekstil. Kualitas yang dipunyai tersebut berfungsi sebagai identitas produk yang ada dan membedakan mereka dari produk lainnya yang serupa. Dengan demikian, merek berfungsi untuk menyediakan perlindungan bagi para konsumen dari kebingungan atas sumber dan kualitas barang yang produksi.  

 

Tabel yang Berfungsi Membandingkan Paten Desain, Hak Cipta dan Merek

 

Paten Desain

Hak Cipta

Merek

Rasio

 

Monopoli terbatas untuk mendorong aspek keindahan dalam hasil karya yang bersifat fungsional

 

Monopoli terbatas untuk mendorong kreatifitas

 

Perlindungan seumur hidup yang berfungsi melindungi konsumen dan meningkatkan kualitas barang/jasa

 

Subyek perlindungan

Desain: aspek keindahan dari barang yang diproduksi

 

Karya tulis, musik, koreografi, drama, hasil karya arsitektur dan seni, termasuk di antaranya desain perhiasan dan motif tekstil

 

 

Kata, nama, simbol, peralatan atau kombinasi dari berbagai hal tersebut

Suara, bau, warna, kain, dan sebagainya di sebagian yurisdiksi

Standar perlindungan

 

Keunikan/sesuatu yang baru untuk pertama kalinya (novel).

Beberapa negara mensyaratkan bahwa ciptaan tersebut bukanlah sesuatu yang telah nyata ada (non-obviousness)

Orisinalitas dan berada dalam bentuk suatu media yang nyata

Ciri khas yang membedakan

Ruang lingkup perlindungan

 

Hak eksklusif untuk membuat, menggunakan, menjual inovasi hasil karya yang diciptakan

 

Hak pertunjukan, dipertontonkan, reproduksi dan hasil karya turunan yang berasal dari karya yang diciptakan

Hak ekslusif di negara yang didaftarkan

Jangka waktu perlindungan

5-25 tahun

 

Umumnya hidup sang pencipta ditambah 50 tahun setelah kematian si pencipta.

Selamanya, dengan catatan dapat berakhir jika tidak diperbarui dan ditinggalkan

 

Bentuk perlindungan hak atas kekayaan intelektual lainnya yang bisa didapatkan adalah paten desain dan merek. Seorang produsen Indonesia yang hendak mendaftarkan paten desain harus membuktikan bahwa desain batik yang mereka hasilkan adalah desain yang unik dan baru untuk pertama kalinya. Seorang produsen yang hendak mendapatkan perlindungan hak cipta harus membuktikan bahwa motif batik produksinya orisinil. Dalam hal ini, sertifikasi Batikmark dapat membantu memberikan kredibilitas bagi sang produsen dan membuktikan bahwa desain yang dihasilkan orisinil. Hal ini lebih bersifat pasti jika Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta diberikan kewenangan untuk menerbitkan pernyataan tertulis yang sah mengenai orisinalitas motif batik yang dihasilkan. Pernyataan tertulis yang sah dari Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta adalah pernyataan yang dapat dipercaya kebenarannya karena mereka memiliki pengetahuan historis dan keahlian untuk menentukan apakah motif batik tersebut orisinil atau tidak.

 

Ketiga perlindungan hak atas kekayaan intelektual tersebut dapat diperoleh oleh desainer atau produsen batik. Seorang produsen batik sebaiknya mendapatkan perlindungan merek untuk motif batik yang mereka gunakan sebagai sumber identitas produk mereka. Salah satu keuntungan memiliki merek adalah mendapatkan perlindungan hak atas kekayaan intelektual yang abadi. Para produsen batik sebaiknya mendaftarkan hak cipta atas motif batik mereka yang orisinil di Indonesia dan negara lain sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Ini dapat berguna di negara-negara di mana produk mereka dipasarkan. Dengan mendaftarkan hak cipta atas motif batik mereka di negara-negara tersebut, mereka mendapatkan perlindungan secara hukum seandainya motif batik mereka dibajak, dicuri, atau digunakan secara tidak sah. Mereka juga sebaiknya mendapatkan paten desain untuk desain-desain baru yang mereka ciptakan untuk melindungi penampilan luar atau aspek keindahan dari produk yang dihasilkan. Paten desain memberikan produsen hak untuk mengecualikan pihak lain membuat, menggunakan, menjual, menawarkan untuk menjual atau mengimpor desain tertentu dari suatu produk tanpa mendapatkan ijin dari si pemegang paten. Salah satu ciri khusus perlindungan yang ditawarkan paten desain adalah si pemilik paten tidak memiliki kewajiban untuk menunjukkan bahwa produk yang melanggar dibajak dari produk yang orisinil. Selain itu, berbeda dengan hak cipta, orang yang membuat desain yang sama secara independen dan dapat menunjukkan bahwa desain tersebut merupakan hasil bajakan tetap dapat ditentukan secara hukum melanggar paten desain yang dimiliki orang lain.

 

Akhir kata, Batikmark adalah langkah solid pertama untuk melindungi hak kekayaan intelektual atas kekayaan budaya tradisional Indonesia. Akan tetapi, banyak yang masih harus dilakukan untuk melindungi kekayaan budaya tradisional secara global di negara-negara lain. Sementara ini, desainer dan produsen dapat secara individual melindungi produk-produk mereka di dunia internasional melalui berbagai macam perlindungan hak atas kekayaan intelektual yang ditawarkan.

 

 

 

-----

*) Tentang penulis:

Charles Knobloch adalah  pengacara yang memiliki ijin praktek di Texas dan partner di sebuah firma hukum yang bergerak di bidang hak atas kekayaan intelektual, Arnold & Knobloch, LLP, www.aklaw.com, [email protected].  Dewi Savitri Reni mendapatkan LL.M di bidang hak atas kekayaan intelektual di University of California, Berkeley. Dia memiliki ijin praktek di New York dan merupakan Fulbright Scholar intern di firma hukum Arnold & Knobloch, LLP, [email protected].

 

� 2009 oleh Charles Knobloch dan Dewi Savitri Reni

Salah satu usaha yang ditempuh Pemerintah Indonesia adalah memperjuangkan batik Jawa sebagai kekayaan budaya tradisional. Terkait dengan usahanya tersebut, Pemerintah Indonesia memiliki tujuan untuk mewujudkan persepsi dunia bahwa pola batik Jawa, termasuk juga di antaranya praktek mewarnai kain menggunakan lilin, berasal dari Indonesia. Oleh karenanya, Pemerintah Indonesia berinisiatif mendapatkan pengakuan dari Lembaga PBB di bidang Pendidikan, Ilmiah dan Budaya (UNESCO) sebagai warisan budaya dunia milik Indonesia.  Usaha tersebut dapat dikatakan berhasil karena UNESCO secara resmi akan mengumumkan penetapan batik sebagai warisan budaya dunia milik Indonesia pada bulan Mei 2009.

Tags: