Pembatasan Perkara Dianggap Merugikan Kurator
Berita

Pembatasan Perkara Dianggap Merugikan Kurator

Hakim meminta jangan terlalu mengacu pada kerugian materiil kurator.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Pembatasan Perkara Dianggap Merugikan Kurator
Hukumonline

 

Tafrizal dan Royandi berjanji akan memperbaiki permohonan. Kekurangan-kekurangan dalam berkas permohonan sebagaimana dinasihati majelis dinilai Tafrizal lumrah. Ini pertama kalinya kami bersidang di Mahkamah Konstitusi. Biasanya di peradilan umum, ia berdalih.

 

Ditambahkan Royandi, menjadi tidak logis seorang kurator dibatasi hanya menangani tiga perkara padahal permintaan penunjukan kurator datang dari pemohon pailit. Dengan kata lain, permintaan itu tidak datang dari kurator sendiri. Ini kan soal trust, kepercayaan kepada kurator, timpal Tafrizal.

 

Seharusnya, kata Tafrizal, Undang-Undang Kepailitan tidak membatasi berapa jumlah perkara yang bisa ditangani oleh seorang kurator. UU Kepailitan lama justru tidak membuat pembatasan demikian.

 

Berdasarkan catatan hukumonline, ini bukan perkara judicial review pertama yang dimohonkan oleh kurator ke Mahkamah Konstitusi. Tiga tahun lalu, Tommi S. Siregar, seorang kurator, juga menempuh upaya serupa dengan fokus pada ketiadaan perlindungan hukum terhadap kurator dalam menjalankan tugasnya. Yang dimohonkan antara lain adalah pasal 17 ayat (2) dan penjelasan pasal 59 ayat (1) UU kepailitan. Namun permohonan Tommi akhirnya ditolak meskipun diwarnai dissenting opinion.

Dua orang kurator, masing-masing Tafrizal Hasan Gewang dan Royandi Haikal, menggugat Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan). Keduanya menganggap ketentuan Pasal 15 ayat (3) UU Kepailitan tersebut bersifat diskriminatif dan melanggar konstitusi.

 

Karena itu, Tafrizal dan Royandi mengajukan permohonan judicial review. Sidang perdana atas permohonan mereka digelar di gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu (01/4). Majelis panel dipimpin hakim konstitusi Maruarar Siahaan memberikan ksempatan kepada pemohon untuk menjelaskan alasan-alasan permohonan mereka.

 

Menurut Tafrizal, ketentuan Pasal 5 ayat (3) bersifat diskriminatif karena membatasi ruang gerak kurator, terutama pekerjaan bagi seorang kurator. Pasal 5 ayat (3) dimaksud merumuskan: Kurator yang diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitor atau kreditor, dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang lebih dari 3 (tiga) perkara.

 

Rumusan tadi, kata Tafrizal, membatasi ruang gerak kurator untuk bekerja. Sebagai suatu profesi yang sama dengan profesi lain seperti advokat, appraisal, akuntan publik, dan konsultan huku pasar modal, seharusnya kurator tidak diperlakukan diskriminatif. Membatasi perkara yang boleh ditangani kuratotor hanya tiga perkara, itu diskriminatif, kata Tafrizal kepada hukumonline usai sidang.

 

Namun dalam sidang pleno, majelis meminta pemohon untuk mengelaborasi lebih lanjut diskriminasi yang dirasakan pemohon. Demikian pula hak konstitusional pemohon yang dirugikan oleh berlakunya Pasal 15 ayat (3) UU Kepailitan. Majelis malah meminta pemohon tidak terlalu terpaku pada kerugian materiil akibat pembatasan perkara yang boleh ditangani.

Tags: