INFID tentang Tanggung Jawab Situ Gintung
Surat Pembaca

INFID tentang Tanggung Jawab Situ Gintung

Inilah statemen INFID tentang Bank Dunia harus ikut bertanggung jawab atas terjadinya bencana Situ Gintung.

Oleh:
Bacaan 2 Menit
INFID tentang Tanggung Jawab Situ Gintung
Hukumonline

 

Disamping itu, disyaratkan pula untuk membentuk kerangka kerja untuk pembiayaan  yang dapat diterima oleh World Bank yaitu: a) pembiayaan operasional Dan perawatan yang dibiayai oleh pemerintah, asosiasi pengguna air Dan federasi pengguna air, untuk menjamin keberlanjutan fiskal dalam perawatan Dan rehabilitasi irigasi; B) pengembangan usaha penghimpunan Dana yang dikelola oleh asosiasi pengguna air Dan federasi asosiasi pengguna air, untuk  pembiayaan rehabilitasi Dan perbaikan jaringan irigasi. (Part B no. 9 a) Dan B)

 

Salah satu dari 9 (sembilan) Peraturan Pemerintah (PP) yang harus direvisi, sebagaimana disebutkan dalam matriks kebijakan, adalah Peraturan Pemerintah (PP) No 22 Tahun 1983  tentang Irigasi. Peraturan Pemerintah tersebut direvisi melalui penerbitan PP No 77 tahun 2001. Pada prinsipnya PP baru ini merupakan Pemindahan kewenangan Pengelolaan air dari pemerintah kepada Asosiasi Pengguna Air Dan Federasi Asosiasi Pengguna Air, Mengubah peran Dan tangung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi Dan pemerintah daerah Kabupaten Dan membentuk Asosiasi Pengguna Air Dan Federasi Asosiasi Pengguna Air. Dengan demikian penelantaran situ-situ (termasuk Situ Gintung) adalah akibat dari pengalihan Dan ketiadaan koordinasi kewenangan ini.   

 

Sejak tahun 2001 berbagai jaringan irigasi, termasuk saluran pengairan sawah, waduk, situ Dan lain-lain  mengalami kerusakan Dan ketelantaran akibat  PP No 77 tahun 2001 ini. Lebih dari 1,5 juta herktar areal persawahan mengalami kerusakan karena tidak terkelolanya irigasi karena pelepasan tanggung jawab pemerintah. PP no 77 tahun 2001 ini kemudian direvisi dengan PP No 20 tahun 2006 tentang Irigasi, yang membagi-bagi tanggung jawab Dan kewenangan antara pemerintah (pusat), pemerintah propinsi Dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Pembagian kewenangan yang tidak jelas serta aturan pembiayaan opersional Dan perawatan irigasi inilah yangmengakibatkan Situ Gintung terbengkalai Dan pada akhirnya mengalami kehancuran.

 

Pembuatan Jogging Track, sebagaimana dilakukan oleh pemerintah (pusat) dalam hal ini Depatemen Pekerjaan Umum (PU) sebenarnya untuk melaksanakan perintah Bank Dunia dalam mengembangkan usaha yang dikelola oleh pengguna air untuk pembiayaan operasi Dan rehabilitasi irigasi.

 

Bencana Situ Gintung Harus Menjadi Tanggung Jawab Bank Dunia

Bank Dunia, sejak awal telah mengetahui risiko karena kelemahan-kelemahan dari aspek sosial dan lingkungan hidup yang akan terjadi terhadap program utang WATSAL, sebagaimana disebutkan dalam dokumen  Report No. P 7304- IND, berjudul: Report and Recommendation of The President of The International Bank For Reconstruction and Development To The Executive Director on A Proposed Water Resources Sector Adjustment Loan In The Amount Of  US$ 300 Million of The Republic of Indonesia. Laporan tersebut telah menyebutkan berbagai risiko social dan lingkungan dari utang WATSAL ini, tetapi tidak mempersiapkan langkah-langkah dan kerangka institusional yang tepat untuk mencegah terjadinya risiko tersebut.

 

Program yang dibiayai utang WATSAL Bank Dunia ini telah mendapat pujian sebagai best practice dari OECD seperti diterbitkan dalam buku yang berjudul Applying Strategic Environmental Assessment: Good Practice Guidance for Development Co-operation (2006). Ini menunjukkan hipokrisi dari Bank Dunia, di mana di satu sisi Bank Dunia mengungkapkan ke dunia internasional tentang keberhasilan program utangnya di Indonesia, sementara ke dalam negeri Indonesia Bank Dunia menyembunyikan kerusakan-kerusakan yang diciptakannya.

 

Berdasarkan realitas tersebut diatas, dan didasarkan pada kehancuran yang diakibatkan oleh kebijakan yang difasilitasi oleh utang WATSAL tersebut, maka INFID menuntut kepada Bank Dunia untuk:

  1. Mengakui dan mengumumkan kepada publik Indonesia, kesalahan atas proyek utang WATSAL;
  2. Menyatakan penghapusan utang dan pembatalan perjanjian utang yang timbul dari perjanjian Loan Agreement No 4469 IND, Water Resources Sector Adjustment Loan (WATSAL);
  3. Bertanggung jawab atas seluruh kerugian materiil dan kerugian immateriil yang diderita oleh masyarakat di sekitar Situ Gintung;
  4. Memberikan ganti kerugian kepada Negara atas kerusakan sistem irigasi di Indonesia, termasuk, dan tidak terbatas pada  segala tindakan yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah dalam penanganan dan penanggulangan kerusakan sistem irigasi serta bencana akibat rusaknya Irigasi.

 

INFID akan melakukan segala daya upaya untuk mengajak solidaritas internasional untuk memastikan dilaksanakannya tanggung jawab Bank Dunia atas kesalahan yang dilakukan. INFID juga akan menggunakan segala saluran mekanisme internasional untuk memastikan kepatuhan dan tanggung jawab Bank Dunia.

 

INFID juga menyerukan kepada seluruh masyarakat Indonesia agar bersama-sama menghentikan ulah Bank Dunia melalui kebijakan-kebijakan yang tidak menguntungkan rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia harus mengetahui bahwa Bank Dunia telah menyetujui utang baru yaitu Indonesia: Dam Operational Improvement/Safety (DOISP) sebesar 50 juta dollar Amerika untuk pembuatan kebijakan-kebijakan untuk pengelolaan bendungan-bendungan di Indonesia, yang ditandatangani di Washington tanggal 19 Maret 2009, satu minggu sebelum terjadinya bencana Situ Gintung. Kekuasaan Bank Dunia di Indonesia harus segera dibendung!

 

Jakarta, 8 April 2009

Don K Marut

Executive Director

Waduk peninggalan Belanda yang berada di kelurahan Cirendeu, Ciputat,  Tangerang Selatan, Banten, pada tanggal 27 Maret 2009 pukul 05.10 WIB, jebol tak kuat menahan derasnya air bah. Air bah setinggi 2-3 meter ini menerpa ratusan rumah warga yang masih terlelap tidur, fasilitas umum Dan fasilitas sosial dengan kerusakan seluas +10 ha. Situ Gintung yang dibangun untuk irigasi teknis persawahan Dan untuk menjaga adanya kelebihan air akibat limpahan, justru memuntahkan limpahan Dan menelan korban ratusan meninggal Dan hilang; sementara ribuan lainnya kehilangan tempat tinggalnya..

 

Jumlah korban tewas dalam Tragedi Situ Gintung 100 jiwa Dan korban luka-luka sebanyak 52 orang. Jumlah pengungsi mencapai 902 orang Dan 100 orang lainnya belum ditemukan atau dinyatakan hilang . Mayoritas korban tewas adalah warga RT 3/RW8, RT 3/RW 2, RT 1/RW 7, RT 4/RW 8, Kampung Situ Gintung , Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat Timur. Sekitar 319 rumah di Kelurahan Cirendeu Dan Kelurahan Poncol rusak, ratusan yang lainnya terendam air 1-2 meter di Perumahan Bukit Pratama Dan Perumahan Perumahan Cirendeu Permai di tepi Kali Pesangrahan sampai mencapai Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, 11 unit gedung Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Dan gedung TK PAUD. Belum lagi kerusakan harta benda yang dialami oleh lebih dari 2.600 Warga (sekitar 700 Kepala Keluarga). Harta benda mereka hancur berantakan: rumah, Mobil Dan sepeda motor, tak luput dari hantaman air. Hampir dapat dipastikan, jumlah kerugian meteriil yang dialami berbagai pihak mencapai ratusan milyar rupiah.

 

Korban WATSAL

Tak banyak yang tahu bahwa sebenarnya pengelolaan Dan pemeliharaan Situ Gintung terkait dengan pendanaan pengelolaan sumberdaya air dalam skema proyek WATSAL (Water Resources Sector Adjusment Loan ). Proyek ini merupakan bagian dari perjanjian utang (Loan Agreement) antara pemerintah Indonesia dengan World Bank dalam document Loan 4469-IND, untuk utang sebesar $ USD 300 juta, yang ditanda tangani pada 28 Mei 1999, antara Menteri Keuangan Dorodjatun Kuncoro Jakti, sebagai pejabat yang berwenang dari Indonesia Dan Julian Schweitzer sebagai pejabat yang berwenang dari IBRD ( International Bank For Reconstruction and development)-Bank Dunia. Perjanjian WATSAL yang ditandatangani pada 28 Mei 1999, kemudian diamandemen melalui surat dari IBRD –Bank Dunia dikirimkan pada 19 Desember 2001

 

WATSAL (Loan 4469-IND),  memuat serangkaian persyaratan yang terbagi dalam 2 tahapan  Persyaratan (conditionalities ), terdiri dari Part A berisi 8 butir persyaratan Dan Part B terdiri dari 9 butir persyaratan. Persyaratan tersebut mengharuskan Indonesia untuk mengubah Undang-undang tentang Sumber Daya Air, perubahan berbagai regulasi, prosedur Dan tata kelola terkait dengan sumber daya air.  

 

Terkait dengan irigasi, pada Part B no 2 disyaratkan: a) Menerbitkan revisi Undang-undang tentang   Sumber Daya Air, yang dapat diterima oleh World Bank, antara lain didalamnya termasuk mengatur: (I) Pembentukan Dewan Sumber Daya Air (SDA) Tingkat Nasional yang anggotanya terdiri dari berbagai pemangku kepentingan; (ii) membentuk Dewan SDA di tingkat provinsi Dan kabupaten serta mengatur tata cara partisipasi pihak non pemerintah dalam kebijakan Dan pengambilan keputusan. B) menerbitkan revisi berbagai Peraturan Pemerintah, yang dapat diterima oleh Bank Dunia, sebagaimana dimandatkan dalam UU SDA yang telah direvisi. C) Menerbitkan revisi peraturan pelaksanaan di tingkat nasional Dan propinsi, yang dapat diterima oleh World Bank, sebagai pelaksana UU SDA yang telah direvisi.

Tags: