Bupati Jembrana 'Gugat' Pasal Pembatasan Masa Jabatan Kepala Daerah
Berita

Bupati Jembrana 'Gugat' Pasal Pembatasan Masa Jabatan Kepala Daerah

Bupati Jembrana Bali menguji pembatasan masa jabatan kepala daerah yang hanya boleh dijabat ke dua periode ke MK. Ia meminta MK memberikan penafsiran terhadap ketentuan dalam Pasal 58 huruf o UU Pemda tersebut.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Bupati Jembrana 'Gugat' Pasal Pembatasan Masa Jabatan Kepala Daerah
Hukumonline

 

Asrun mengingatkan mekanisme pemilihan atau pengangkatan kepala daerah ada beberapa cara.  Misalnya, ketika jabatan kepala daerah lowong karena berhalangan tetap, maka wakil kepala daerah  atau orang lain bisa menggantikannya. Wakil kepala daerah otomatis menjadi kepala daerah, sementara orang lain bisa menjadi pelaksana tugas kepala daerah. Dalam kondisi seperti itu, Asrun mempertanyakan apakah ini dihitung sebagai satu periode masa jabatan atau tidak.

 

Sementara itu, Hakim Konstitusi Harjono mempertanyakan maksud permohonan ini hanya sekedar meminta penafsiran atau meminta agar Pasal 58 huruf o itu dibatalkan. Kalau yang anda masalahkan adalah penafsiran maka persoalan penafsiran tidak ada di MK. Tapi kalau menguji kesahan secara materil (UU,-red) maka itu menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi, katanya. Ia meminta agar pemohon memperbaiki permohonannya agar lebih jelas. Waktu dua minggu diberikan kepada pemohon untuk memperbaiki permohonannya.

 

Pernah Diuji

Berdasarkan catatan hukumonline, pengujian Pasal 58 huruf o ini bukan yang pertama. Said Saggaf, yang kala itu menjabat sebagai Bupati Mamasa, Sulawesi Barat, pernah melakukan tindakan yang sama. Ia juga pernah menguji pasal yang sama ke MK. Alasannya, Pencalonannya kembali sebagai Bupati Mamasa ditolak mentah-mentah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Said dianggap telah menjabat dua periode sebagai Bupati.

 

Said memang pernah menjabat sebagai bupati di daerah yang berbeda. Pertama, ia menjabat sebagai Bupati Bantaeng, Sulawesi Selatan, periode 1993-1998. Lalu pada periode 2003-2008, ia menjabat sebagai Bupati Mamasa.

 

Namun, permohonan Said itu akhirnya ditolak MK. Kala itu, Mahkamah menilai Pasal 58 huruf o UU Pemda tidak menabrak konstitusi. Pembatasan ini dinilai mengacu kepada Pasal 28J ayat (2) UUD 1945. Selain itu, pembatasan tersebut sebagai pilihan kebijakan pembentuk undang-undang.

 

Pembatasan dimaksud terbuka bagi pembentuk undang-undang sebagai pilihan kebijakan, maka hal demikian tak bertentangan dengan UUD 1945. Sebaliknya, jika pembatasan demikian dianggap bertentangan dengan UUD 1945, sehingga dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka tidak akan ada lagi pembatasan, ucap Hakim Konstitusi HAS Natabaya saat membaca pertimbangan Mahkamah.

 

Pembatasan juga dianggap perlu dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan prinsip demokrasi dan pembatasan kekuasaan yang justru menjadi spirit UUD 1945. Apalagi pembatasan serupa juga dialami oleh Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan ketentuan Pasal 7 UUD 1945.

Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Jembrana, Bali, akan segera digelar pada 2010. Namun, Bupati Jembrana saat ini, I Gede Winasa terancam tidak bisa ikut serta dalam perhelatan itu. Pencalonannya kembali menjadi bupati, berpotensi terganjal pada ketentuan Pasal 58 huruf o UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). Pasal itu mensyaratkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah warga negara Indonesia yang belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.

 

I Gede Warsa memang telah dua periode memimpin Kabupaten Jembrana. Periode pertama pada 2000-2005 setelah ia dipilih oleh DPRD Kabupaten Jembrana. Sedangkan pada periode 2005-2010, ia dipilih langsung oleh rakyat Jembrana.

 

Kuasa Hukum I Gede Warsa, Andi M Asrun menilai perbedaan mekanisme pemilihan antara periode pertama dan periode kedua tersebut tidak bisa dikenakan ketentuan Pasal 58 huruf o UU Pemda tersebut. Dalam hal ini, Andi M Asrun bersikukuh kliennya baru bisa dihitung menjabat satu periode pada jabatan yang sama. 

 

Untuk memecahkan persoalan ini, I Gede Warsa menguji Pasal 58 huruf o ini ke Mahkamah Konstitusi. Kami memohon majelis hakim konstitusi menyatakan Pasal 58 huruf o dan penjelasannya dalam UU Pemda bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat atau conditionally unconstitutional, ujar Asrun di ruang sidang MK, akhir pekan lalu. Artinya, pasal itu harus dinyatakan bertentangan dengan konstitusi bila diberlakukan terhadap kondisi-kondisi yang seperti dialami I Gede Warsa. Ia pun meminta agar MK memberikan penafsirannya mengenai hal ini. 

 

Menurut Asrun, Pasal 58 huruf o itu dianggap kurang jelas. Penjelasan pasal itu juga tidak menjelaskan apa-apa. Hanya terdapat frase 'cukup jelas' dalam penjelasan. Pasal 58 huruf o dan penjelasannya ini telah menimbulkan ketidakpastian bagi pemohon sehingga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945, tuturnya. Pasal 28D ayat (1) berbunyi 'Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakukan yang sama di hadapan hukum'.

Tags: