PN Jakarta Selatan Lanjutkan Pemeriksaan Perkara Astro
Berita

PN Jakarta Selatan Lanjutkan Pemeriksaan Perkara Astro

Hakim menganggap para tergugat bukanlah sebagai pihak yang menandatangani SSA. Lagipula yang menjadi sandaran gugatan adalah PMH, bukan isi dalam perjanjian SSA.

Oleh:
Nov
Bacaan 2 Menit
PN Jakarta Selatan Lanjutkan Pemeriksaan Perkara Astro
Hukumonline

 

Namun, majelis beranggapan lain. Setelah melihat bukti-bukti dari penggugat dan tergugat, majelis mendapatkan fakta bahwa tergugat I, II, III, dan V bukanlah pihak yang menandatangai perjanjian SSA. Atas dasar ini, Haswandy mengatakan klausul 17 dalam SSA tersebut tidak mengikat para pihak dalam perkara yang didaftarkan PT Ayunda  pada 3 September lalu.

 

Padahal, dalam salah satu bukti yang diserahkan tergugat, ada inovation agreement. Yang mana merupakan pembaharuan perjanjian penempatan dan pemilikan saham Astro. Jadi, untuk saat ini, pihak penandatangan SSA yakni PT Astro Multi Media Corporation NV, Astro Multimedia NV, dan Astro Overseas Limited, telah digantikan posisinya oleh Astro Nusantara Internasional BV, Astro Nusantara Holding BV, dan Asia Company No.1 Limited.

 

Selain itu, pihak tergugat juga sempat mengajukan ahli hukum arbitrase internasional dari Singapura, Michael Hwang, yang menyatakan bahwa perjanjian arbitrase tetap berlaku meski perjanjian pokok telah berakhir.

 

Tapi, bukti dan keterangan ahli tersebut dikesampingkan hakim karena pada kenyataannya keempat tergugat memang bukanlah pihak yang mendatangani SSA. Bahwa terlepas dari perjanjian SSA itu pernah berlaku atau tidak, dan pendapat ahli yang menyatakan bahwa perjanjian arbitrase tetap berlaku meski perjanjian pokok telah berakhir, maka oleh karena tergugat I, II, III, dan V serta tergugat lain bukan pihak yang menandatangani perjanjian SSA, tutur Haswandy.

 

Klausul SAA Tidak Mengikat

Oleh karena itu, klausul dalam SSA menjadi tidak mengikat para pihak dalam perkara ini. Haswandy melanjutkan dalil yang menjadi sandaran penggugat bukanlah mengenai isi dalam perjanjian SSA, melainkan tentang adanya dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang dilakukan para tergugat terhadap PT Ayunda dan PT Direct Vision.

 

Seperti diketahui, PT Ayunda yang memiliki 49 persen saham di PT Direct Vision mendaftarkan gugatan atas dasar PMH yang dilakukan Astro dan kedua belas tergugat lainnya. Para tergugat dianggap telah menyalahgunakan setoran dana investasi PT Direct Vision (turut tergugat) yang telah diuangkan. Yang oleh tergugat dipakai sebagai pembayaran tidak sah dan tidak berdasar dengan cara pengambilan secara tidak sah dari rekening usaha patungan PT Direct Vision ditransfer ke rekening tergugat PT Adi Karya Visi (tergugat IX), sebuah perusahaan yang dimiliki Tora Agus Sastrowardoyo (tergugat X). Serta perbuatan-perbuatan melawan hukum lainnya di luar perjanjian SSA, terang Haswandy.

 

Lagipula, lanjutnya, penggugat juga mengatakan walau perjanjian itu sudah ditandatangani, tetapi tidak pernah berlaku sampai akhir perjanjian tersebut. Karena syarat-syarat closing tidak pernah disepakati para pihak.

 

Oleh karena itu, majelis hakim memutuskan bahwa eksepsi keempat tergugat mengenai kompetensi absolut (kewenangan mengadili) sudah sepatutnya ditolak karena tidak beralasan menurut hukum. Selain itu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dinyatakan tetap berwenang memeriksa dan memutus perkara ini. Dengan demikian, pemeriksaan perkara ini haruslah dilanjutkan, tutur Haswandy .

 

Todung Mulya Lubis, mengaku tidak kecewa dengan putusan sela hakim. Namun, Todung beranggapan majelis hakim masih berpikir secara harfiah dan konservatif. Mereka tidak melihat subject matters atau pokok permasalahan dalam SSA, melainkan hanya melihat secara formal siapa pihak yang menandatangani SSA itu. Padahal, pokok permasalahan yang diperkarakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ini adalah pokok persoalan yang diperjanjikan dalam SSA.

 

Andai saja majelis berpandangan liberal, Todung mengatakan subject matters pasti akan dipertimbangkan. Tapi, karena majelis hakim melihat secara harfiah, maka bisa berpendapat semacam ini.

 

Putusan Arbitrase

Kemudian, untuk putusan isu awal forum arbitrase di Singapura (SIAC), awalnya Todung berharap majelis akan menjadikannya sebagai pertimbangan. Namun, karena informasi ini baru diberikan sesaat menjelang pembacaan putusan sela, majelis tidak memasukannya dalam pertimbangan. Walau begitu, majelis tidak menutup kemungkinan kompetensi absolut ini dipersoalkan kembali.

 

Todung tidak mempermasalahkan tidak dimasukannya putusan SIAC ke dalam pertimbangan hakim. Karena ia menyadari informasi tersebut baru diberikan menjelang putusan sela dibacakan. Lagipula, lanjutnya, putusan SIAC ini memang tidak mengikat majelis hakim, tetapi mengikat bagi PT Ayunda. Sehingga tidak ada yang salah ketika majelis hakim memutuskan untuk meneruskan pemeriksaan perkara ini.

 

Sementara, untuk PT Ayunda sendiri yang menjadi tergugat dalam SIAC, menurut Todung seharusnya menghormati putusan tersebut dengan mencabut gugatannya terhadap keempat tergugat. Belum tahu apa tindakan yang ditempuh PT Ayunda, karena pengacaranya, Taripar Simanjuntak mengatakan akan menjawabnya dalam konferensi pers, Kamis sore (pukul 15.00) di kantornya. 

 

Yang pasti, kata Todung, mau mereka nanti tidak mau mencabut gugatannya, tidak mau menghentikan proses persidangan ini. Itu persoalan penggugat. Dia akan menghadapi persoalan hukum sendiri atas sikapnya itu.

Setelah sempat tertunda, Ketua Majelis Hakim perkara Astro, Haswandy, akhirnya membacakan putusan sela terhadap eksepsi Astro All Asia Networks Plc (tergugat I), Measat Broadcast Network System Sdn Bhd (tergugat II), All Asia Multimedia Networks FZ-LLC (tergugat III), dan Ralph Marshall (tergugat V). Namun, sebelum putusan sela dibacakan, pengacara para tergugat, Todung Mulya Lubis, menyampaikan informasi mengenai putusan awal forum arbitrase di Singapore International Arbitration Center (SIAC). 

 

Dalam putusan tersebut, PT Ayunda Prima Mitra (penggugat) diminta untuk tidak melanjutkan proses persidangan di Indonesia. Dengan kata lain, PT Ayunda, selaku tergugat di forum arbitrase Singapura, diminta untuk mencabut gugatannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun, majelis hakim sudah mengagendakan akan membacakan putusan sela, sehingga informasi itu disarankan Haswandy agar dimasukan dan dibuktikan kemudian, apabila putusan majelis berbeda dengan apa yang diputus di SIAC.

 

Apapun putusan sela ini ini didengarkan, kalaupun terkait dengan hal-hal yang disampaikan itu nanti bisa dibuktikan, sehingga nanti majelis akan mempertimbangkan. Karena kalau kompetensi absolut itu setiap saat itu majelis akan buka. Jadi, nanti putusan itu bisa disampaikan ke majelis kalau nanti putusan majelis berpendapat lain, papar Haswandy.

 

Oleh karena itu, Haswandy meneruskan dengan pembacaan putusan sela, terkait dengan eksepsi keempat tergugat yang mempersoalkan kompetensi absolut (kewenangan mengadili) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam eksepsinya, keempat tergugat menyebut-nyebut klausul 17 yang tertera dalam Subscription and Shareholders Agreement (SSA) yang diteken 11 Maret 2005. Di situ disebutkan, bahwa para pihak yang menandatangi SSA sepakat untuk memilih SIAC untuk menyelesaikan (apabila) terjadi persengketaan. Walaupun perjanjian sudah berakhir pada 31 Juli 2006, berdasarkan hukum Singapura dan Indonesia, klausul arbitrase itu tetap berlaku. Sehingga keempat tergugat menganggap Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang untuk mengadili perkara ini.

Tags: