Pemilu Secara 'Aklamasi' di Yahukimo Dinyatakan Sah
Utama

Pemilu Secara 'Aklamasi' di Yahukimo Dinyatakan Sah

MK mengaku bisa menerima pemilu di Yahukimo yang menggunakan model aklamasi sebagai wujud penghormatan kepada budaya dan adat masyarakat setempat.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Pemilu Secara 'Aklamasi' di Yahukimo Dinyatakan Sah
Hukumonline

 

Mahkamah menilai sebaiknya para kelompok masyarakat tersebut tidak dilibatkan atau dibawa ke sistem persaingan atau perpecahan di dalam dan antar kelompok yang dapat mengganggu harmoni yang telah mereka hayati.

 

Namun, meski menerima cara pemilihan yang khas ini, Mahkamah menilai tetap ada kecurangan yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Yahukimo. Kecurangan itu dilakukan secara terstruktur dan masif. Karenanya, Mahkamah memerintahkan agar KPU segera melakukan pemungutan suara ulang di Dapil 1 ini.

 

Kuasa Hukum Calon DPD Papua Elion Numberi, Taufik Basari menyambut baik putusan  sela MK ini. Ia menilai putusan MK ini merupakan terobosan hukum untuk menghargai kebudayaan dan adat istiadat. Ini merupakan penghormatan kepada budaya dan adat istiadat, ujarnya.

 

Kliennya, Elion Numberi, memang mendulang suara cukup banyak dengan sistem aklamasi ini. Di Distrik Lolat, Elion memperoleh 3.030 suara. Sayangnya, suara ini hilang ketika penghitungan suara sampai ke tingkat Kabupaten. Karenanya, dengan penghitungan ulang ini, ia berharap suara kliennya dapat kembali seperti sediakala.  

 

Pemungutan Suara Ulang

Bila di Dapil 1 MK memerintahkan penghitungan suara ulang, beda lagi dengan Dapil 2 dan Dapil 3 Kabupaten Yahukimo. Di dua dapil itu, MK memerintahkan agar KPU segera menggelar pemungutan suara ulang. Berdasarkan keterangan saksi di persidangan, di dua dapil itu memang tak pernah dilakukan pemungutan suara.

 

Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Distrik Holuwon, Sahaliek Kobak mengakui di daerahnya memang tidak ada pemungutan suara pada Pemilu 2009. Alasannya, karena wilayah dua dapil tersebut sulit terjangkau dan masyarakat tak terlalu antusias mengikuti pemilu.

 

Sahaliek pun mengaku bingung untuk melaksanakan putusan MK ini. Kondisi di sana tak mendukung. Jawa itu beda dengan Papua. Kita harus pakai pesawat untuk ke daerah satu dengan lainnya, tegas Sahaliek. Meski begitu, ia berusaha semaksimal mungkin melaksanakan putusan MK ini.

 

Taufik Basari meminta agar KPU Pusat mengganti seluruh anggota KPU Kabupaten Yahukimo sebelum melaksanakan putusan MK ini. Pasalnya, lanjut Taufik, Ketua KPU Yahukimo Hernius Ibage telah terbukti berbohong di sidang MK sebelumnya.  Dia (Hernius,-red) mengatakan di dua dapil itu telah dilakukan pemungutan suara, ternyata tidak ada, tuturnya.

 

Karenanya, Taufik menilai putusan MK ini harus dilaksanakan oleh Ketua dan Anggota KPU Yahukimo yang baru. Mereka (Ketua dan Anggota KPU Yahukimo saat ini,-red) tak dapat dipercaya, pungkasnya.

Pemilihan umum di Kabupaten Yahukimo, Papua, mempunyai 'keunikan' sendiri. Dari tiga daerah pemilihan (dapil) di daerah pegunungan tersebut semuanya dinilai bermasalah. Di dapil 2 dan dapil 3 tak pernah diadakan pemungutan suara. Sedangkan, di dapil 1, proses pemungutannya tak lazim. Yakni, menggunakan sistem aklamasi.   

 

Salah satu contohnya di distrik Lolat. Seluruh tokoh dan masyarakat distrik Lolat dikumpulkan dalam satu lokasi. Dipimpin oleh Ketua Adat, secara aklamasi mereka memilih partai politik dan calon anggota DPD Papua. Proses semacam inilah yang dipersoalkan oleh Calon Anggota DPD dari Papua, Hasbi Suaib ke Mahkamah Konstitusi (MK).

 

Sembilan hakim konstitusi tak mempersoalkan pemilihan secara aklamasi tersebut. Mahkamah berpendapat pemilihan umum dengan 'kesepakatan warga' atau 'aklamasi' tersebut merupakan model pemilihan yang sesuai dengan budaya dan adat setempat yang harus dipahami dan dihormati, ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Mahfud MD saat membacakan konklusi putusan.

 

Pemilu di Kabupaten Yahukimo memang tidak diselenggarakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, Mahkamah mengaku bisa menerima cara pemilihan dengan model ini.

 

Mahkamah menerima cara pemilihan kolektif yang telah diterima masyarakat Kabupaten Yahukimo tersebut, karena jika dipaksakan pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dikhawatirkan akan timbul konflik di antara kelompok-kelompok masyarakat setempat, ujar Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati.

Tags: