Aulia Pohan: Seandainya Saya Bukan Besan Presiden
Utama

Aulia Pohan: Seandainya Saya Bukan Besan Presiden

Kebijakan itu hanya untuk kepentingan BI yang juga kepentingan bangsa, bukan untuk mencari keuntungan diri sendiri atau menguntungkan orang lain atau korporasi. Sementara penuntut umum tetap pada tuntutannya.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Aulia Pohan: Seandainya Saya Bukan Besan Presiden
Hukumonline

 

Tak ada sedikitpun keuntungan yang saya dapat dari tindakannya itu dan tak 'waras' jika tindakannya menguntungkan orang lain dengan mempertaruhkan kredibiltas, reputasi, dan resiko didakwa korupsi, ujar Aulia mempertanyakan.

 

Menurut Aulia penggunaan Rp100 miliar tak merugikan keuangan BI. Sebab dana itu merupakan dana YPPI, bukan dana BI dan keduanya memiliki pembukuan yang berbeda. Aulia menyitir Pasal 41 PP No 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan UU Yayasan yang menyebutkan, yayasan yang kekayaannya berasal dari bantuan negara yang diberikan sebagai hibah, bantuan luar negeri dan atau sumbangan masyarakat yang diterima sebelum PP ini berlaku, menjadi kekayaan yayasan.

 

Hal itu didukung keterangan ahli Ratnawati Prasojo, ‘bidan' kelahiran UU Yayasan, No 16 Tahun 2001 dan PP No 63 Tahun 2008, yang berpendapat jika suatu yayasan didirikan oleh institusi negara saat kekayaannya dipisahkan, maka kekayaan tersebut tak lagi menjadi kekayaan negara. Karenanya, kekayaan yang sudah diberikan kepada yayasan murni menjadi milik yayasan terlepas kapan diterimanya. Jika yayasan menerima hibah dan dibukukan sebagai penerimaan sumbangan sebelum PP ini terbit, maka menjadi kekayaan yayasan.

 

Sama halnya ketika BI pernah menyisihkan dana pada awal pendirian LPPI – yang kini berubah menjadi YPPI - pada  pada tahun 1977, sehingga dana itu bukan lagi milik BI, melainkan milik LPPI, ujar Aulia menganalogikan.        

                                                

Atas dasar itu, Aulia menilai penuntut umum telah membangun logika berpikir yang keliru dan menabrak UU Yayasan terkait pemisahan kekayaan yayasan yang berpandangan dana YPPI adalah dana BI. Padahal dana itu merupakan kekayaan yang terpisah dari kekayaan BI. Terlebih, laporan keuangan BI tak pernah ada laporan penggunaan dana YPPI.     

 

Lebih jauh, Aulia menilai bahwa tuduhan terhadap dirinya syarat dengan nuansa politis. Sebab,  kasus yang membelitnya merupakan bentuk pencitraan positif terhadap KPK. Seandainya saya bukan besan presiden pasti saya tak berada di ruang sidang ini, siapa yang paling mendapat pujian ketika besan presiden diseret sebagai terdakwa korupsi, ujar mempertanyakan. Yang pasti saya tak bersalah karenanya saya berharap majelis hakim mencermati dan melihat fakta kebenaran agar dapat membuat keputusan yang seadil-adilnya, harap Aulia di akhir pembelaannya. 

 

Itikad baik

Senada dengan Aulia, Maman Soemantri menyatakan kebijakan kedua RDG itu bersifat prinsipil dan strategis yang dilandasi itikad baik dari dewan gubernur BI sesuai Pasal 43 ayat (1) UU No 23 Tahun 1999 tentang BI (UU BI). Pasalnya, hal tersebut sangat mendesak dalam rangka penyelesaian masalah BLBI dan amandemen UU BI yang berlarut-larut tanpa kejelasan. Sebab, saat itu penyelesaian soal BLBI merupakan komitmen BI dan pemerintah agar tak mengalami kerugian lebih besar lagi dan tak mengganggu stabiltas pertumbuhan ekonomi nasional yang tengah berjalan.

 

Maman berdalih persetujuannya atas hasil RDG 3 Juni 2003, dimana dirinya tak hadir, semata-mata demi memenuhi kewajibannya untuk melaksanakan keputusan RDG sebagai forum keputusan tertinggi BI yang disepakati untuk menyisihkan dana YPPI. Demikian pula, ketika menyetujui hasil RDG 22 Juli 2003 lewat pemberian disposisi setuju. Penarikan atau penggunaan dana sesuai dengan hasil RDG, termasuk permohonan dana dari mantan direksi BI. Keputusan itu lepas dari kepentingan pribadi dan dilaksanakan dengan itikad baik, jelasnya. 

 

Maman menegaskan atas nama Allah, ia mengaku tak ada keuntungan baik secara finansial maupun non finansial yang diperoleh dan dinikmati dari tindakan itu. Akhirnya saya mohon pada majelis hakim yang mulia untuk membebaskan saya dari semua dakwaan dan tuntutan jaksa. Jika tidak berikanlah kekuatan dan keikhlasan untuk menerimanya, ujar Maman dengan nada sedih.

 

Bun Bunan EJ Hutapea pun menganggap bahwa keputusan kedua RDG adalah sah dan bersifat prinsipil dan strategis, bukanlah pemufakatan jahat. Sebagai orang yang turut memutuskan penggunaan dana yang dikatakan menghamburkan uang merupakan kontradiktif dengan prinsip saya yang selalu menjaga agar keuangan BI tak defisit. Keputusan RDG yang dikatakan merugikan keuangan negara tak sesuai dengan keterangan saksi ahli (Ratnawati Prasojo, red), tegasnya.          

 

Tak hadiri RDG

Berbeda dengan ketiga koleganya, Aslim Tadjuddin membantah semua fakta tuduhan penuntut umum yang dikatakan dirinya bersama-sama dewan gubernur lainnya memutuskan dan menggunakan dana Rp100 miliar milik YPPI untuk lima mantan direksi BI dan anggota Komisi IX DPR. Menurutnya, tak satupun keputusan RDG yang ia hadiri. Jangankan diputuskan, dibicarakan pun tidak sama sekali, tegasnya.             

 

Aslim menjelaskan bahwa keputusan kedua RDG itu merupakan kebijakan yang bersifat prinsipil dan strategis itu yang selanjutnya dilaksanakan dengan kebijakan operasional sesuai Peraturan Dewan Gubernur (PDG) No. 2/10/2000 tentang Tata Tertib dan Tata Cara Penyelenggaraan Tugas Dewan Gubernur BI. Dalam Pasal 8 RDG itu setiap anggota dewan gubernur bertanggung jawab atas kebijakan dan kegiatan operasional yang ditetapkan sesuai bidang dan kewenangannya. 

 

Sesuai SK Gubernur BI No. 4/34/Kep. GBI/Intern/2002, lanjut Aslim, ia membawahi dan bertanggung jawab bidang operasi moneter dan devisa. Sementara agenda rapat kedua RDG itu tentang pembentukan Panitia Pengembangan Sosial Kemasyakatan (PPSK) yang ia hadiri bukanlah tugas dan tanggung jawabnya. Risalah keputusan dua RDG yang ia tanda tangani pun hanya didasari untuk kepentingan BI dan tak ada unsur melawan hukum dalam keputusan RDG itu.

 

Saya ketahui dan tanda tangani hanya sebatas yang tertulis dalam risalah keputusan RDG itu, di luar itu jangankan menyetujui, mengetahui pun tidak. Pemberian dana kepada mantan direksi BI dan anggota DPR sama sekali tak dibicarakan dalam RDG, tak ada dalam keputusan RDG, sangat menyimpang dari keputusan RDG yang saya hadiri, dan bukan merupakan tanggung jawab saya, terangnya dengan derai air mata.

 

Di akhir pembelaannya, Aslim memohon pada majelis hakim agar dibebaskan dari seluruh dakwaan dan tuntutan hukum dan memulihkan nama baiknya.

 

Bukan kebijakan strategis

Penuntut umum KPK nampaknya tetap berpegangan pada tuntutannya. KMS Ronny mengatakan terkait tindakan Aulia cs demi kepentingan BI dibantah keras. Menurutnya, faktanya penggunaan dana Rp100 miliar diperuntukkan lima orang mantan direksi BI sebesar Rp68,5 miliar dan sebesar Rp31,5 miliar untuk anggota Komisi IX DPR. Itu yang tak boleh, jadi bukan kebijakan yang strategis, jauh sekali itu, dalihnya kepada hukumonline. 

 

Ditanya soal pendapat ahli Ratnawati yang dikatakan dana BI dan YPPI merupakan dana yang terpisah, Ronny justru mengklaim pendapat ahli Budi Untung yang paling benar yang mengatakan dana itu tidak terpisah dari kekayaan BI. Dalam ketentuan umum UU Korupsi (UU No 31 Tahun 199, red) pun disebutkan termasuk yayasan baik kekayaan yang dipisah maupun tak dipisah termasuk keuangan negara, jelasnya.  

 

Selain itu, putusan pengadilan tinggi (PT) atas kasus Burhanuddin Abdullah, mantan Gubernur BI,  yang merupakan kasus yang sama tak luput menjadi rujukannya. Perkara Burhanuddin yang sudah diputus bahwa itu uang negara semua, termasuk kasus Hamka Yandhu, Oey dan Rusli yang telah diputus, jelasnya. 

 

Terkait PP No 63 Tahun 2008, Ronny berdalih bahwa hukum Indonesia menganut asas legalitas dimana UU tak boleh berlaku surut. Perkara ini terjadi tahun 2003, kalau begitu enak dong jika kita salah, terus keluar PP baru menjadi benar, kacau negara ini, imbuhnya.

Keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) 3 Juni 2003 dan 22 Juli 2003 yang menyetujui penggunaan dana Rp100 miliar dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) hanya untuk kepentingan Bank Indonesia (BI) yang nota bene kepentingan bangsa. Demikian inti nota pembelaan (pledoi) Aulia T. Pohan, Maman Soemantri, Bun Bunan EJ Hutapea, dan Aslim Tadjuddin para terdakwa korupsi aliran dana BI - yang dibacakan secara bergiliran di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jum'at (12/6).    

 

Seperti diketahui pada Jum'at pekan lalu (5/6), Aulia cs dituntut masing-masing empat tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan karena dinyatakan penuntut umum telah terbukti korupsi secara bersama-sama memperkaya orang lain karena jabatannya yang merugikan keuangan negara sebesar Rp100 miliar.     

 

Pembelaan yang berjudul Untukmu Indonesiaku, Aulia menjelaskan bahwa tindakan yang diambil dalam RDG itu merupakan kebijakan BI yang bersifat prinsipil dan strategis yang berdampak pada pencitraan dan kredibilitas BI guna penyelesaian BLBI dan amandemen UU BI sesegera mungkin. Karenanya, kebijakan itu semata-mata untuk kepentingan BI yang juga kepentingan bangsa, bukan untuk mencari keuntungan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.

Tags: