PT Esa Kertas Nusantara Dimohonkan Pailit
Berita

PT Esa Kertas Nusantara Dimohonkan Pailit

Lantaran menunggak utang sebesar AS$8,952 juta atau setara dengan Rp61,287 miliar pada Bank Danamon, PT Esa Kertas Nusantara dimohonkan pailit oleh bank swasta nasional itu.

Oleh:
Mon
Bacaan 2 Menit
PT Esa Kertas Nusantara Dimohonkan Pailit
Hukumonline

PT Bank Danamon Indonesia Tbk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap PT Esa Kertas Nusantara. Menurut sumber hukumonline, permohonan itu didaftarkan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat 12 Juni 2009. Rencananya, persidangan perdana perkara No. 28/Pailit/2009/PN.JKT.PST itu akan digelar Kamis (25/6). Bertindak sebagai ketua majelis hakim adalah Reno Listowo serta beranggotakan Sulaiman dan Dasniel.

 

Berdasarkan dokumen yang diperoleh hukumonline, permohonan pailit diajukan lantaran PT Esa Kertas Nusantara gagal bayar atas kredit yang digelontorkan Bank Danamon sebesar AS$8,952 juta atau setara dengan Rp61,287 miliar. Sebelumnya, Bank Danamon dan PT Esa Kertas membuat perjanjian kredit pada 9 Oktober 2007. Perjanjian itu kemudian diperpanjang pada 17 April 2008.

 

Dalam perjanjian kredit itu, Bank Danamon memberikan fasilitas Omnibus Trade Finance dengan jumlah maksimal AS$25 juta. Fasilitas  itu dapat digunakan dalam bentuk Sight Letter of Credit Import dan/atau Usance Letter of Credit Import dan atau Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN), Acceptance of Letter of Credit, Shipping Guaranteee, Export Negotiation/Discounting dan Bank Garansi untuk Bid Bond, Performance Bond, Payment Bond/Advanced dan Custom Band. Fasilitas itu berlaku dalam jangka waktu 12 bulan sejak ditandatanganinya perjanjian hingga 31 Maret 2009.

 

PT Esa Kertas kemudian menggunakan fasilitas itu dalam bentuk Letter of Credit Import yakni Usance Letter of Credit dan Trust Receipt untuk bisnis ekspor dan impor. Setelah menerima dokumen ekpor impor dari PT Esa Kertas, Bank Danamon telah melakukan pembayaran pada eksportir melalui bank eksportir sebagaimana bukti transfer dalam bentuk Society for Woldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT).

 

Atas pembayaran itu, PT Esa Kertas telah menandatangani Surat Sanggup untuk fasilitas Trust Receipt dan Surat Promes atas Letter of Credit Import. Intinya, PT Esa Kertas menyatakan berjanji tanpa syarat untuk membayar pada Bank Danamon sesuai dengan pembayaran yang dilakukan Bank Danamon. Faktanya, hingga tempo pada 11 Juni 2009, PT Esa Kertas belum membayar utang sebesar AS$8,952 juta atau Rp61,287 miliar pada Bank Danamon.

 

PT Esa Kertas malah mengajukan mengajukan permohonan restrukturisasi atau penjadwalan utangnya. Permohonan itu diajukan empat kali terhitung sejak Januari hingga April 2009. Bank Danamon menolak permohonan itu. April 2009, Bank kemudian mensomasi PT Esa Kertas agar melunasi utangnya. Namun hingga permohonan pailit diajukan, PT Esa Kertas tak jua membayar utangnya.

 

Kreditur Lain

Selain berutang pada Bank Danamon, PT Esa Kertas juga berutang pada PT Bank Mandiri sebesar Rp97,501 miliar. Utang itu timbul dari pemberian fasilitas Letter of Credit Import dan domestik antara Bank Mandiri dan PT Esa Kertas. Kewajiban pembayaran bunga terhadap Bank Mandiri tersebut dilakukan dengan upaya lindung nilai (hedging) dengan melakukan transaksi derivatif Cross Swap antara Bank Danamon dan PT Esa Kertas.

 

PT Bank CIMB Niaga juga memiliki piutang terhadap PT Esa Kertas sebesar Rp100 miliar dan Rp50 miliar. Utang itu timbul dari fasilitas kredit modal kerja, pinjaman investasi, negosiasi Wessel Ekspor dan fasilitas Letter of Credit import dan/atau dalam negeri.

 

Calon kreditur lain yang diajukan dalam permohonan pailit adalah pemegang saham PT Eka Kertas, yakni Ali Alimsyah, Soenarjo Sampoerna dan Iswanto Browo sebesar Rp200 miliar. Bank Danamon dan pemegang saham itu sepakat hak tagih atas piutang itu disubordinasikan dengan seluruh utang PT Esa Kertas terhadap Bank Danamon. Kesepakatan itu dituangkan dalam Perjanjian Subordinasi Akta No. 13 tertanggal 19 November 2007.

 

Selain itu, dalam gugatannya, Bank Danamon menyatakan PT Esa Kertas berutang pada PT Cellmark Interindo Trade, PT Hidup Bahagia Sentosa, PT Omya Indonesia, PT Hopax Indonesia dan PT Tangguh Karimata Jaya.

 

Dengan begitu, permohonan pailit dapat dibuktikan secara sederhana karena telah terdapat dua kreditur atau lebih, utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih. Hal itu sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

 

Bank Danamon mengusulkan kurator Andrey Sitanggang dan Abdul Gani sebagai kurator untuk membereskan harta pailit. Termasuk jika PT Esa Kertas mengajukan PKPU. Untuk memenuhi Pasal 15 ayat (3) UU No. 37/2004, Andrey Sitanggang telah mengeluarkan Surat Konfirmasi Kesediaan sebagai Kurator dan Pengurus dalam Kepilitan perkara ini. Dalam suratnya, Andrey menyatakan independensinya sebagai kurator. Ia juga tak mempunyai benturan kepentingan dengan Bank Danamon atau PT Esa Kertas.

 

Dihubungi terpisah, kuasa hukum PT Eka Kertas, Dodi S Abdulkadir, menepis semua tuduhan kuasa hukum Bank Danamon. Dodi membantah kalau kliennya memiliki utang di Bank Danamon dan pihak lain. Nggak seluruhnya tepat terutama mengenai unsur kepailitan, ujar Dodi. Dia mensinyalir, permohonan pailit yang dilakukan Bank Danamon tak lebih dari upaya bank tersebut untuk berkelit dari perkara perdata yang sedang diproses di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

 

Sebelumnya, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, PT Eka Kertas menggugat Bank Danamon gara-gara transaksi derivatif. Pabrik kertas itu mengaku rugi besar. Dalam gugatannya, total ganti rugi yang dituntut EKN sebesar Rp1,1 triliun. Rinciannya Rp207 miliar untuk kerugian materil dan Rp900 miliar untuk kerugian immateril.

Halaman Selanjutnya:
Tags: