'Racun Tikus' untuk Para Penghambat RUU Pengadilan Tipikor
Jeda

'Racun Tikus' untuk Para Penghambat RUU Pengadilan Tipikor

Racun disiapkan sebagai simbol pembersihan DPR dari praktek tikus kantor yang menghambat disahkannya RUU Pengadilan Tipikor sebelum 30 September 2009.

Oleh:
Fat
Bacaan 2 Menit
'Racun Tikus' untuk Para Penghambat RUU Pengadilan Tipikor
Hukumonline

 

Semprotan racun tikus ini dilakukan agar sang tikus tidak menjamah uang negara. Serta untuk membunuh para koruptor yang tidak menghendaki lahirnya RUU ini, katanya.

 

Usai menyemprot pagar, salah satu pendemo meletakkan perangkap tikus yang besinya sudah terlihat berkarat. Mulut perangkap diletakkan menghadap gedung parlemen. Ini dilakukan supaya tikus-tikus yang bergentanyangan terperangkap dalam lubang dan mereka mati, serunya lantang.

 

Sesi terakhir, dua pendemo mengambil dua kardus bertuliskan Racun Tikus Ampuh Basmi Koruptor. Kardus tersebut berisikan taburan dua jenis racun tikus, yakni cair dan berbentuk butiran.     

 

Membacakan tuntutan Koalisi LSM, Wahyudi meminta DPR untuk mengesahkan RUU Pengadilan Tipikor sebelum tanggal 30 September 2009. Ia juga meminta Panitia Khusus (Pansus) untuk mempertahankan klausul komposisi hakim terdiri dari tiga orang hakim adhoc dan dua orang hakim karir.

 

Selanjutnya, Koalisi LSM meminta agar pembentukan Pengadilan Tipikor yang diatur dalam RUU, cukup di lima wilayah di Indonesia saja. Meliputi Jakarta Pusat, Medan, Makasar, Balik Papan dan Surabaya. Secara keseluruhan, koalisi hanya minta dua substansi yang diubah oleh pansus, komposisi hakim dan kedudukan pengadilan Tipikor. Hanya dua substansi yang koalisi minta, tapi pansus malah buat ‘ribet' sendiri dengan meneliti satu per satu substansi, keluh Wahyudi.

 

Tanpa terlihat kelelahan, aksi unjuk rasa dan teatrikal terus berlangsung selama kurang lebih satu jam. Kami dari Koalisi Penyelamat Pemberantasan Korupsi akan terus mendorong Pansus untuk menyelesaikan pembahasan dan mengesahkan RUU, kata Wahyudi menutup aksi, seraya merapihkan ‘perkakas' yang mereka bawa.

Untuk ukuran kota Jakarta, teriknya matahari Kamis siang itu (27/8) mungkin tidak seberapa. Namun, siang itu masih di hari yang sama, sinar matahari menjadi terasa luar biasa. Apalagi, di tenggorokan. Maklum, bulan Ramadhan –dimana kaum muslimin menjalani ibadah menahan lapar dan dahaga- belum juga genap seminggu berlangsung.

 

Normalnya, orang yang menjalani puasa pasti akan memilih tidur di rumah atau mencari tempat yang adem. Tidak demikian dengan segelintir aktivis LSM anti korupsi. Siang itu, dipimpin oleh Wahyudi Djafar dari Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, mereka menggelar aksi unjuk rasa yang diselingi aksi teatrikal. Tema yang diangkat adalah nasib pembahasan RUU Pengadilan Tipikor.

 

Walaupun hanya segelintir, tetapi ‘perkakas' demo Wahyudi cukup variatif. Mulut mereka misalnya, ditutup dengan kain hitam. Wahyudi menjelaskan kain hitam penutup mulut adalah simbol keletihan masyarakat yang selama berkoar memberi masukan, ide, dan kritikan kepada DPR. Sayangnya, suara masyarakat yang diwakili oleh para penggiat LSM belum cukup menggugah DPR. Buktinya, proses pembahasan berjalan lambat dan cenderung tidak efektif.   

 

Selain itu, Wahyudi dkk juga membawa poster dengan tulisan 1 Bulan Lagi yang menandakan sisa waktu RUU Pengadilan Tipikor harus disahkan menurut Putusan Mahkamah Konstitusi. Di tengah-tengah aksi unjuk rasa, Wahyudi mengkomandoi dimulai aksi teatrikal. Mari kawan-kawan kita berikan mereka  dengan racun tikus, ujarnya.

 

Mendapat instruksi, dua orang rekan Wahyudi pun langsung mengambil alat semprot yang dibaluti dengan kertas putih bertuliskan Racun Tikus. Keduanya menyemprotkan ‘racun' itu ke pagar gedung DPR nan megah. Sementara, dua rekannya semprot sana-sini, Wahyudi terus berorasi dengan semangat.

Halaman Selanjutnya:
Tags: