Isi dan Klausul MSAA Akan Diperbaiki
Berita

Isi dan Klausul MSAA Akan Diperbaiki

Jakarta, Hukumonline. Setelah menimbulkan kesimpangsiuran, pemerintah menyatakan tidak membatalkan Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA). Sebaliknya, pemerintah akan memperbaiki isi dan klausul MSAA.

Oleh:
Leo/APr
Bacaan 2 Menit
Isi dan Klausul MSAA Akan Diperbaiki
Hukumonline
Menko Ekuin Kwik Kian Gie yang melontarkan usulan pembatalan MSAA (perjanjian pengembalian BLBI dengan jaminan aset) pertama kali akhirnya meluruskan kontroversi menyangkut MSAA. Kebijakan dasar yang harus ditempuh terhadap MSAA adalah bukan untuk membatalkan MSAA, tetapi memperbaiki isi dan klausulnya, kata Kwik.

Menurut Kwik, perbaikan isi dan klausul MSAA ini agar dapat mencerminkan prinsip-prinsip keadilan, akuntabilitas, pemulihan utang yang maksimal, serta keberlangsungan pengembangan usaha. Namun, Kwik tidak menjelaskan isi dan klausul yang akan diperbaiki.

Masalah MSAA disinggung dalam Letter of Intent (LoI) ketiga yang ditandatangani pemerintah dengan Dana Moneter Internasional (IMF) pada 31 Juli 2000. Program LoI ketiga ini diharapkan akan selesai pada Agustus hingga September 2000.

Dalam salah satu program LoI ketiga ini dinyatakan, Badan Penyehatan Perbankan Nsional (BPPN) akan mengambil tindakan hukum terhadap para pemegang saham yang menandatangani MSAA, tetapi tidak mentaati perjanjian pengembalian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Merugikan negara

Mencuatnya masalah MSAA dipicu oleh adanya minat untuk membeli PT. Holdiko Perkasa, holding company Grup Salim yang diserahkan ke BPPN. Penawaran yang diajukan adalah sebesar Rp20 triliun, sedangkan utang kelompok Salim sebesar Rp51 triliun.

Dengan adanya release dan discharge dalam perjanjian MSAA, pemerintah akan menanggung kerugian Rp31 triliun yang berasal dari utang Grup Salim tersebut. Utang ditanggung APBN yang didanai oleh masyarakat pembayar pajak.

Oleh karena itu dalam rapat KKSK, Ketua dan Anggota KKSK memutuskan untuk melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai proses penjualan, tingkat pengembalian (recovery rate), serta implikasi penjualan aset-aset BPPN di Holdiko Perkasa terhadap penerimaan negara.

Untuk melihat celah pada MSAA yang kemungkinan akan merugikan rakyat dalam skala besar, KKSK telah meminta pendapat hukum dari Kartini Mulyadi, S.H dan Fred B.G. Tumbuan, S.H.

Produk hukum

Amir Sambodo, Advisor to Chairman BPPN menegaskan bahwa MSAA tetap harus dihargai. Sejauh ini, BPPN belum berpikir untuk meninjau secara total apalagi untuk membatalkannya. Bagaimanapun BPPN harus menghargai hukum, sedangkan MSAA itu merupakan produk hukum antara pemerintah dengan debitur saat itu, jelas Amir.

Menurut Amir, yang terpenting pemerintah tidak boleh otoriter untuk memutuskan atau membatalkan begitu saja MSAA yang telah disepakati. Namun di sisi lain, pengusaha yang telah menandatangani MSAA juga harus bertanggung jawab kalau ternyata asetnya kurang. Harus dilakukan proses valuation yang standar oleh BPPN supaya nilai asetnya tetap harus compliance dengan jumlah kewajibannya di BPPN.

Untuk dikaji lebih lanjut, ada permasalahan yang menarik sehubungan dengan MSAA. Permasalahan yang utama adalah menyangkut kepastian hukum dalam suatu kontrak. Ada preseden, kontrak-kontrak yang dibuat pada zaman pemerintahan Soeharto dan Habibie harus dibatalkan karena ada nuansa korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam pembuatannya.

Toh, tidak mudah untuk memangkas atau membatalkan proyek yang bermasalah. Misalnya, dalam kontrak listrik swasta, pemerintah mati-matian untuk membatalkannya karena isi kontraknya malah akan merugikan masyarakat secara luas.

Sebaliknya, kalau pemerintah membatalkan begitu saja kontrak yang telah dibuat dan telah dijalankan, bangsa Indonesia akan dinilai sebagai bangsa yang tidak menghargai kontrak. Mana yang harus didahulukan, kepastian hukum atau kepentingan masyarakat secara luas? Begitupun dengan MSAA, kepentingan negara atau kepastian hukum yang akan didahulukan.
Tags: