Dirjen HaKI: Pembajak HaKI Itu Pencuri
Berita

Dirjen HaKI: Pembajak HaKI Itu Pencuri

Jakarta, Hukumonline. Apa bedanya pembajak dan pencuri? Pembajak dan pencuri sama-sama pelaku tindak kejahatan. Namun istilah ‘pembajak' dianggap lebih terhormat dari pencuri. Pantas saja para pembajak tidak merasa dirinya pencuri.

Oleh:
Muk/APr
Bacaan 2 Menit
Dirjen HaKI: Pembajak HaKI Itu Pencuri
Hukumonline
Istilah pembajak yang dimaksud tentu bukanlah pembajak pesawat yang menyandera korbannya untuk minta uang tebusan. Pembajak itu adalah pembajak intelektual yang gemar memalsu merek atau menggandakan produk orang lain tanpa izin pemilik.

Dirjen HaKI (Hak Kekayaan Intelektual), Zen Purba, mengungkapkan bahwa dalam program sosialisasi HaKI, masyarakat perlu disadarkan bahwa HaKI adalah aset atau hak milik sebagaimana harta umumnya. Istilah pembajak HaKI lebih tepat diganti dengan pencuri, tandasnya pada seminar dengan tema Haki: Prospek HaKI dan Implementasinya di Jakarta.

Menurut Zen, ada kesan bahwa istilah pembajak tidak membuat orang menjadi tidak terhormat. Akan tetapi jika disebut pencuri, maka si pelaku akan terhina, katanya, Pasalnya, pembajak sama dengan pencuri yang mengambil aset atau hak orang lain seperti pencurian mobil, tanah, dan aset-aset lainnya. Ia melihat, Intellectual Property Rights (IPR) sebagai hasil karya cipta manusia harus dianggap sebagai masalah sehari-hari yang belum disadari.

Terlambat

Pemerintah memiliki lima kebijakan dalam sistem HaKI Nasional, yaitu penyesuaian ketentuan hukum nasional dan internasional (konvensi); peningkatan sistem administrasi; kebijakan kerjasama lokal, regional, dan internasional; kebijakan dalam hal sosialisasi HaKI; dan koordinasi dalam penegakan hukum HaKI.

Menurut Zen, yang menjadi tonggak dimulainya sistem HaKI modern di Indonesia adalah diratifikasinya Perjanjian Pembentukan WTO. Dalam perjanjian ini di dalamnya termasuk Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs) Agreement berikut berbagai paket ratifikasi konvensi internasional di bidang HaKI.

Sementara dalam bidang perundang-undangan, Indonesia telah terlambat memenuhi ketentuan TRIPs. Keterlambatan itu dalam hal perbaikan Undang-undang (UU) HaKI yang seharusnya telah keluar sejak 1 Januari 2000.

Saat ini Undang-undang HaKI, khususnya Hak Cipta, Paten dan Merek sedang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan diharapkan rampung setelah Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Zen Umar memang telah menjanjikan kepada WTO TRIPs Council pada Juni 2000 dengan perkataan in the near future. Bisa-bisa saya didamprat oleh WTO jika saya menyatakan in the future yang waktunya tidak pasti, tambahnya.

Penegakan HaKI

Permasalahan HaKI terbesar di Indonesia adalah dalam bidang sosialisasi dan penegakan hukum HaKI. Pelanggaran HAKI di Indonesia cukup buruk, tetapi tidak paling buruk jika dibandingkan dengan China, Taiwan, dan Malaysia. Bagaimana kita mau menegakkan HaKI, wong hampir semua software yang kita gunakan di kantor juga bajakan, tukas Senior Superintendent (Kol. Polisi) Edi Wardojo, Kasubdit Indag Ditpidter Korserse Polri.

Menurut Edi, polisi sering dihadapkan pada kondisi di mana si pelaku pelanggaran HaKI justru memiliki izin untuk menjalankan usahanya. Sebagai contoh, si pelaku memiliki izin menggandakan VCD. Namun karena order sangat kurang, mereka menggandakan VCD secara illegal pada malam harinya dan pada siang harinya mencetak VCD original/asli. Untuk itu sebaiknya Depperindag melakukan pengawasan terhadap izin usaha yang telah dikeluarkannya, kata Edi.

Namun pernyataan Edi ini diprotes oleh Nurmaningsih dari Depperindag. Bagaimana kami bisa melakukan pengawasan atau bahkan semacam penyelidikan jika kami tidak diberi wewenang untuk itu, tukas Nurmaningsih.

Sayang jika pihak-pihak yang berkompeten dalam penegakan HaKI saling melempar tanggung jawab. Namun Zen berpendapat, dalam menjalankan tugasnya, Polri telah menunjukkan keaktifannya. Sekarang kita tinggal menunggu jaksa dan hakim dalam penegakan HaKI. Karena sebagai suatu Criminal Justice System, semua pihak harus berpartisipasi aktif, termasuk anggota masyarakat.

Sayangnya, masyarakat sering menganggap penegakan hukum seperti film-film saja. Jika pelaku kejahatan tertangkap, mereka menganggap kasus selesai sebagaimana film juga selesai. Bahkan, korban pelanggaran HaKI juga bersikap begitu. Padahal justru saat pelaku pembajakan tertangkap, polisi baru mulai bekerja, kata Edi Wardojo.

Edi menambahkan, seringkali pelapor ataupun korban tidak hadir untuk memberikan kesaksiannya di persidangan, sehingga pelaku kebanyakan hanya dijatuhi hukuman yang tergolong ringan.

Repotnya, bukan hanya saksi yang ogah datang ke persidangan. Bahkan, pegawai Dirjen HaKI sendiri juga enggan datang ke persidangan. Amir S dari Pengadilan Negeri (PN) Krawang mengeluhkan, saksi ahli dari kantor Dirjen HaKI sulit dihadirkan. Padahal kehadiran mereka sangat dibutukan untuk memeriksa perkara-perkara pelanggaran HaKI. Krawang kan jaraknya tidak terlalu jauh dari Tangerang, tempat Kantor Dirjen HaKI berada, ujarnya.

Selain itu, banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkan penegakan HaKI sulit dilakukan pada saat krisis ekonomi ini. Apalagi dengan banyak pengangguran seperti saat ini, banyak orang rela mengambil jalan pintas untuk mencari pekerjaan yang berkaitan dengan kejahatan HAKI. Kami dari Kepolisian selalu tertinggal di belakang. Ibarat kata, orang pandai dikalahkan orang lihai dan orang lihai dikalahkan orang nekad, ujar Edi.

Polisi memang kerap tertinggal beberapa langkah dari para pembajak HaKI. Pembajak sudah tertangkap, lalu dilepaskan kembali begitu saja. Polisi seperti tidak berdaya menyikat para pembajak VCD bajakan di Glodok, Jakarta Pusat, yang justru bertambah marak setelah diobrak-abrik.

Dasar pembajak, ada saja akal bulusnya untuk lolos dari jebakan. Apalagi dasar hukumnya lemah dan para penegak hukumnya bingung. Mungkin ada benarnya jika pembajak itu dianggap pencuri. Sebab, biasanya lebih mudah bagi polisi menangkap pencuri dari pada pembajak.
Tags: