Pembuktian Data Elektronik Perlu Peran Aktif Hakim
Berita

Pembuktian Data Elektronik Perlu Peran Aktif Hakim

Cara-cara pembuktian yang selama ini diatur dalam KUHAP sepertinya memang tidak dapat digunakan untuk suatu bukti dalam transaksi e-commerce. Namun, bukan berarti transaksi e-commerce tidak dapat dibuktikan sama sekali. Dan ini perlu peran serta hakim untuk menggali dan mengikuti nilai hukum yang ada di masyarakat.

Oleh:
Muk/Zae/APr
Bacaan 2 Menit
Pembuktian Data Elektronik Perlu Peran Aktif Hakim
Hukumonline

Pendapat yang menyatakan bahwa cara-cara pembuktian dan alat-alat bukti yang telah ada tidak dapat diterapkan pada kasus-kasus yang menyangkut transaksi elektronis ataupun cybercrime ternyata tidak hanya beredar di masyarakat. Di kalangan hakim sendiri, beredar pendapat itu disebabkan oleh alat-alat bukti yang berupa data digital maupun bentuk fiksasinya.

Hal ini tentu perlu perhatian khusus. Terutama, karena dalam perkembangannya di masyarakat, bentuk data elektronis seperti e-mail (surat elektronik) telah banyak digunakan dalam melakukan transaksi perdagangan. Bahkan, untuk melakukan suatu kontrak yang jelas-jelas menimbulkan hubungan hukum.

Jelas di sini, ada perubahan nilai-nilai hukum di masyarakat terutama dalam hal pengertian surat dan pasar. Sudah seharusnya hakim mempertimbangkan jika masyarakat telah menerima bahwa e-mail yang dikirimnya dapat menimbulkan hubungan hukum. Selain itu, tidak harus surat dalam pengertian lama yang harus tertulis serta webstore itu telah dapat dianggap sebagai electronic market.

Peran aktif hakim

Menanggapi hal ini, pengamat hukum telematika Freddy Harris mengungkapkan bahwa perlu peran serta aktif hakim dalam hal ini. Apalagi sesuai ketentuan Pasal 14 UU No. 14 Tahun 1970, hakim tidak dapat menolak perkara dengan dalih ketentuan hukum yang mengaturnya tidak ada atau kurang jelas.

Freddy menambahkan lebih lanjut bahwa hakim sebagai penegak hukum dan keadilan memiliki kewajiban untuk menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang ada di masyarakat. Hal ini juga diatur dalam UU Pokok Kehakiman, yaitu dalam Pasal 27. "Hal-hal inilah yang tidak banyak dilakukan oleh para hakim," ujar Freddy yang menjabat Pembantu Dekan (Pudek) III Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI).

Selain itu, mengutip Pasal 295 HIR dan pasal 184 KUHP, jelas bahwa isyarat-isyarat dan petunjuk dinyatakan sebagai alat bukti di muka persidangan. Jika dihubungkan dengan internet sebagai bentuk komunikasi, jelas bahwa dasar dari komunikasi tersebut adalah adanya informasi dan isyarat-isyarat yang dipancarkan, dikirim dan atau diterima.

Oleh karena itu, menurut Freddy, hakim harus selalu diingatkan tugasnya dalam seluruh proses persidangan. "Baik dalam gugatan, replik ataupun duplik," tegas Freddy, dalam acara cyberlaw course di FHUI Salemba yang diselenggarakan oleh Lembaga Kajian Hukum Telematika (LKHT) FHUI.

Tags: