Rancangan Perubahan UUK dalam Perspektif Hakim Niaga
Kolom

Rancangan Perubahan UUK dalam Perspektif Hakim Niaga

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1 tahun 1998 tertanggal 22 April 1998 yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang No.4 tahun 1998 pada 23 Agustus 1998 merupakan penyempurnaan dari peraturan kepailitan yang lama, yaitu Faillissements Verordening Staatsblad 1905 Nomor: 217 juncto Staatsblad 1906 Nomor: 348.

Bacaan 2 Menit
Rancangan Perubahan UUK dalam Perspektif Hakim Niaga
Hukumonline

Penyempurnaan itu dilakukan karena sebagian besar materinya tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat. Caranya, dengan menambah dan menghapuskan/meniadakan ketentuan-ketentuan yang dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat dengan membiarkan ketentuan-ketentuan lain dalam Staatsblad 1905 jo Staatsblad 1906 tetap berlaku tanpa penyesuaian dengan ketentuan-ketentuan baru yang telah disempurnakan, sehingga terjadi ketidakseragaman penggunaan istilah hukum.

Misalnya dalam pasal yang disempurnakan sebagai upaya hukum langsung kasasi. Dalam pasal-pasal yang tidak diubah, tetap menggunakan kata banding, meskipun dalam penjelasan Pasal 8 UU No. 4 tahun 1998 disebutkan bahwa sepanjang kata banding harus dibaca sebagai kasasi. Demikian juga dengan penggunaan istilah Kurator maupun Pengadilan Niaga dalam pasal-pasal yang tidak diubah tetap menggunakan istilah Balai Harta Peninggalan (untuk Kurator) dan Pengadilan (untuk Pengadilan Niaga).

Walaupun belum lama diundangkan, dengan adanya kesadaran tentang inkonsistensi penggunaan istilah dalam konteks Undang-Undang Kepailitan tersebut secara keseluruhan, telah mendorong Departemen Kehakiman dan Hak Azasi Manusia untuk menyiapkan Draf Rancangan Undang-Undang Kepailitan (RUUK). Tentu tujuannya untuk mendapatkan masukan vang bermanfaat, yaitu agar bangsa Indonesia memiliki suatu undang-undang tentang kepailitan yang komprehensif dan dapat memenuhi kebutuhan dan perkembangan serta kepastian hukum dalam masyarakat.

Filosofi penyempurnaan itu tentu untuk membentuk lembaga kepailitan dan lembaga Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) menjadi sarana hukum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah utang piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif.

Untuk itu, berdasarkan UU No. 4 tahun 1998 telah dibentuk Pengadilan Niaga yang pertama kali di lingkungan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kemudian berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 97 tahun 1999 tertanggal 18 Agustus 1999 dibentuk Pengadilan Niaga, masing-masing di lingkungan Pengadilan Negeri Ujung Pandang (Makasar), Surabaya, Medan, dan Semarang.

Dalam rentang waktu sekitar 3 (tiga) tahun lebih sejak Pengadilan Niaga dioperasikan, dimulai pada Agustus 1998 hingga sekarang, telah dirasakan adanya hal-hal yang perlu untuk disempurnakan dari peraturan kepailitan yang berlaku sekarang, baik dari segi hukum acara substansial maupun yang berkaitan dengan administrasi peradilannya. Persoalannya, apakah Rancangan Undang-Undang Kepailitan yang baru ini sudah cukup akomodatif menampung permasalahan tersebut.

Rancangan Undang-undang Kepailitan

Sistematika Rancangan Undang-Undang Kepailitan sekarang ini terdiri dari 7 (tujuh) bab, 298 pasal, dengan materi sebagai berikut:

Halaman Selanjutnya:
Tags: