Mengkritisi RUU Pemberantasan Terorisme
Kolom

Mengkritisi RUU Pemberantasan Terorisme

"In this battle, the UN should use its own definition of terrorism which is more all encompassing and objective than the US's view of terrorism. The UN's 1987 definition targets not just non-state terrorist groups but also states engaged in terrorist activities. It concedes that terrorism cannot be eliminated unless the root causes are addressed." (Commentary, International Movement For A Just World, volume 1, No. 10, Oct. 2001)

Bacaan 2 Menit
Mengkritisi RUU Pemberantasan Terorisme
Hukumonline

Peristiwa 11 September 2001 yang memusnahkan Gedung World Trade Center (WTC) New York dan ribuan jiwa manusia dari berbagai bangsa mengguncangkan jiwa dan kesadaran tidak hanya masyarakat Amerika, tetapi juga masyarakat dunia. Orang kembali diingatkan betapa terorisme menghancurkan jiwa dan peradaban manusia.

Peristiwa New York kembali mengingatkan bahwa usaha-usaha pemberantasan terorisme yang dilakukan selama ini tidak memadai. Karena itu, perlu upaya yang lebih sistematis yang didukung oleh semua negara di dunia untuk melawan terorisme. Upaya sistematis itu antara lain dilakukan dengan memperbaiki dan menyempurnakan perangkat hukum, baik pada tataran nasional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas terorisme.

RUU Pemberantasan Terorisme yang sekarang dipersiapkan oleh pemerintah RI tidak dapat diingkari dipengaruhi oleh peristiwa New York, dan tentunya perkembangan politik internasional yang terjadi sesudahnya. Ikhtiar untuk membuat RUU tersebut tentu layak untuk ditanggapi dan diberikan catatan. Dan yang jauh lebih penting, dampaknya terhadap hak asasi manusia serta manfaatnya bagi bangsa Indonesia.

Sebelum mengkritisi pasal-pasal RUU Pemberantasan Terorisme tersebut, perlu terlebih dahulu dikemukakan bahwa pendekatan hukum, khususnya hukum pidana, tidak akan pernah bisa menyelesaikan fenomena terorisme. Kedua, kenyataan politik menunjukkan tidak hanya orang atau kelompok orang swasta yang dapat melakukan terorisme, tetapi terorisme dilakukan pula oleh negara atau aparatnya.

Fenomena terorisme yang dilakukan oleh aktor-aktor non-negara sebenarnya berakar pada masalah-masalah ketidakadilan yang terjadi di lapangan sosial, ekonomi, dan hukum. Ketika sistem politik dan hukum tidak mampu merespons, tuntutan keadilan dari masyarakat tak terelakkan. Masyarakat akan mencari jalannya sendiri untuk mengubah sistem tersebut. Dalam hal itu, ada kelompok masyarakat yang mencoba berjuang menempuh jalan damai.

Tapi tak dapat diingkari, ada kelompok masyarakat yang menempuh jalan kekerasan. Ketika kelompok yang menempuh jalan kekerasan menculik, menyandera, dan membunuh sejumlah manusia tak berdosa, bahkan dengan merusak benda-benda guna mencapai tuntutannya, maka kita menyaksikan sebuah keputusasaan yang menimbulkan kerugian dan malapetaka bagi kehidupan manusia.

Terorisme yang dilakukan oleh negara atau aparatnya dilakukan untuk dan atas nama kekuasaan, stabilitas politik, dan kepentingan ekonomi elite. Untuk dan atas nama tersebut, negara merasa sah untuk menggunakan kekerasan dalam segala bentuknya guna merepresi dan memadamkan kelompok-kelompok kritis dalam masyarakat sampai pada kelompok-kelompok yang memperjuangkan aspirasinya dengan mengangkat senjata.

Halaman Selanjutnya:
Tags: