Krisis ekonomi sejak 1997 dan pertumbuhan semu ekonomi Indonesia membawa kesadaran baru kepada para pengambil keputusan politik di negara ini, pentingnya UU yang mengatur larangan praktek monopoli dan persaingan tidak sehat di Indonesia.
Kesadaran itu mendorong munculnya UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta Keppres No. 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). UU Antipraktik Monopoli tersebut dipersiapkan memang bertujuan untuk mengontrol tindakan para pelaku usaha dari perbuatan melakukan praktek monopoli. Selain itu, UU Antipraktik Monopoli berusaha untuk mempromosikan kompetisi yang sehat, jujur, dan terbuka.
Ruang Lingkup UU Antipraktik Monopoli
Paling tidak ada lima hal pokok yang termuat dalam ruang lingkup materi yang menjadi muatan utama UU Larangan praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pertama, pengertian mengenai monopoli, persaingan sehat, posisi pasar dominan sampai definisi mengenai perilaku pasar.
Kedua, larangan terhadap perjanjian-perjanjian yang mengurangi atau meniadakan persaingan. Ketiga, larangan mengenai kegiatan atau perbuatan tertentu yang dapat mengurangi atau meniadakan persaingan sehingga potensial menciptakan monopoli. Keempat, larangan mengenai posisi pasar dominan. Kelima, penegakan hukum dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Melihat dari fenomena dan ruang lingkup materi di atas, pertanyaan paling mendasar yang harus dijawab ialah sampai sejauh mana UU No. 5 Tahun 1999 ini dapat memberikan rasa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum bagi pelaku usaha, konsumen, dan masyarakat pada umumnya.
Roscoe Pound dalam Interpretation of Legal History, menggarisbawahi bahwa dalam memfungsikan hukum sebagai 'alat perekayasa sosial' harus mampu melindungi tiga kepentingan dasar, yakni: kepentingan umum, kepentingan sosial, dan kepentingan perorangan.
Sebagai alat kontrol sosial, UU ini berusaha menjaga kepentingan umum dan mencegah praktek monopoli dan persaingan tidak sehat. Pasal 3 huruf a, b, dan d UU No. 5 Tahun 1999 menunjukkan usaha untuk meningkatkan efisiensi ekonomi nasional, mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat, dan berusaha menciptakan efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha (Pasal 3 huruf a, b, dan d UU No. 5 Tahun 1999).