Pengembalian BLBI dengan Aset Tidak Dapat Dibenarkan
Berita

Pengembalian BLBI dengan Aset Tidak Dapat Dibenarkan

Kredit likuiditas Bank Indonesia bukanlah bantuan atau hibah, melainkan pinjaman yang harus dikembalikan. Meskipun sudah menyerahkan aset, bukan berarti pinjaman sudah dikembalikan. Sebab, pengembalian pinjaman dengan aset semata-mata bisa melanggar ketentuan perdata.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Pengembalian BLBI dengan Aset Tidak Dapat Dibenarkan
Hukumonline

Pandangan tersebut dikemukakan Yoseph Suardi Sabda, Direktur Perdata pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung, dalam sebuah diskusi di Jakarta (08/05).

 

Para penilep Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) mempersoalkan kenapa mereka masih dikejar-kejar aparat hukum, padahal sudah menyerahkan aset. Keluhan para penilep BLBI itu, menurut Sabda, adalah pemikiran yang salah dan harus diluruskan. Pasalnya, aset-aset yang diserahkan bukanlah sebagai pembayaran.

 

Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berhak menolak, meskipun nilai aset itu sama atau bahkan lebih banyak dari kredit yang diterima bank tertentu. "Meskipun harga aset lebih tinggi, kreditur berhak menolaknya," ujar Sabda.

 

Untuk menguatkan pendapatnya, Sabda menyitir pasal 1389 KUH Perdata. Pasal ini  menyebutkan: Tiada seorang berpiutang dapat dipaksa menerima sebagai pembayaran suatu barang lain daripada barang yang berutang, meskipun barang yang ditawarkan itu sama, bahkan lebih harganya.

 

Jika aset mau dijadikan sebagai pelunasan utang kredit BLBI, maka aset tersebut harus dijual terlebih dahulu, baru kemudian dibayarkan sesuai jumlah utang.

 

Sebaliknya, kata Sabda, aset-aset milik penerima BLBI hanya bisa dijadikan sebagai jaminan utang. Itu sesuai dengan bunyi Pasal 1131 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa "segala kebendaan si berhutang, bergerak atau tidak bergerak, baik yang sudah ada atau yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan".

 

Pidana dan perdata

Sejumlah kalangan menilai bahwa langkah pidana yang dilakukan Pemerintah terhadap bankir penerima kredit likuiditas Bank Indonesia belumlah cukup efektif. Selain menjerat pelaku dengan UU Tindak Pidana Korupsi, mereka juga harus digugat secara perdata. "Saya kira tuntutan pidana dan gugatan perdata harus dijalankan bersama-sama," ujar pengamat perbankan Ryan Kiryanto.

Halaman Selanjutnya:
Tags: