Pencabutan Tap MPR Soal Soekarno Tidak Punya Implikasi Hukum
ST MPR 2003

Pencabutan Tap MPR Soal Soekarno Tidak Punya Implikasi Hukum

F-PDIP tetap bersikukuh agar Ketetapan MPR soal pelengseran Presiden Soekarno dicabut. Padahal, dicabut tidaknya Tap tersebut sebenarnya tidak mempunyai implikasi hukum apapun terhadap Soekarno. Apalagi yang bersangkutan sudah meninggal dunia.

Oleh:
Amrie/M-1
Bacaan 2 Menit
Pencabutan Tap MPR Soal Soekarno Tidak Punya Implikasi Hukum
Hukumonline

Mereka menilai, apabila Tap tersebut tidak dicabut dan dinyatakan masih tetap berlaku, maka rehabilitasi secara formal terhadap Soekarno belum pernah dilakukan. Rakyat harus tahu, melalui Tap Pencabutan, ini kalau pemerintah sudah secara resmi memberikan rehabilitasi terhadap mantan presiden RI yang pertama tersebut.

Meski sudah ada Keppres yang merehabilitasi Bung Karno, namun ia mengatakan bahwa pencabutan Keppres ini tidak mungkin  selama masih ada TAP yang memasung Bung Karno. Kedudukan Keppres lebih rendah dari Tap MPR, jadi tidak mungkin sebuah TAP gugur demi hukum karena sebuah Keppres, cetus Permadi.

Untuk ini ia mengusulkan agar MPR merehabilitasi dengan memberikan gelar proklamator atau apapun. Sebaliknya, jika tidak, MPR diminta untuk menugaskan presiden untuk melakukan rehabilitasi yang ia maksud.

Lewat Keppres

Untuk mengusahakan pencabutan Tap ini PDIP punya dua strategi, yaitu tetap mengupayakan pencabutan TAP ini. Atau kalau fraksi yang lain tidak setuju, maka PDIP akan mencoba mundur, sambil terus mengusahakan upaya lain ke arah rehabilitasi tanpa mengutak-atik Tap tersebut.

Ia mengemukakan sejumlah alasan mengapa fraksinya ngotot agar Soekarno direhabilitasi. Pertama, ST 2003 adalah yang terakhir. Kalau tidak diusahakan sekarang, maka selamanya nama Bung Karno akan terus terpasung.

Kedua, Bung Karno punya ikatan sejarah dan emosional yang kuat dengan PDIP. Dan kalaupun ada pihak-pihak yang menganggap ini salah satu strategi PDIP untuk memenangkan pemilu, yah sah-sah saja, lalu kenapa partai lain tidak menggunakan nama Bung Karno, kata Permadi.

Sudah habis pakai

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Bivitri Susanti mengatakan bahwa dicabut atau tidaknya Tap tersebut tidak memiliki konsekuensi hukum apapun. Tap itu bersifat einmalig atau sudah habis pakai. Walaupun Soekarno masih hidup Tap itu tidak memiliki akibat hukum apapun kata Bivitri.

Ia mengatakan bahwa fraksi yang memperjuangkan pencabutan Tap tersebut harus dapat memisahkan masalah sejarah dengan masalah ketatanegaraan. Menurut Bivitri, jika F-PDIP berniat meluruskan sejarah, maka bukan berarti harus dengan mencabut Tap tersebut.

Meski demikian, Bivitri mendukung usulan dari Permadi untuk melakukan rehabilitasi nama Soekarno melalui Keppres. Terlebih lagi, tambahnya, substansi Tap tersebut lebih kepada peristiwa poliik ketimbang hukum.

Pendapat sebagaimana dikemukakan Bivitri merupakan pendapat yang dipegang oleh semua fraksi di MPR, kecuali F-PDIP. Sebagian fraksi meminta agar Tap tentang Pencabutan Kekuasaan dari Soekarno itu tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut dan dimasukkan dalam pasal 8 Rancangan Ketetapan MPR tentang Peninjauan Status Hukum Tap MPRS/MPR 1960-2002.

Sebetulnya jika diteliti lebih jauh, Pasal 8 Rantap tentang Peninjauan Status Hukum Tap MPRS/MPR 1960-2002 tersebut telah men-sejajarkan status hukum Tap MPR tentang pencabutan kekuasaan dari Presiden Soekarno dengan Tap yang telah dicabut atau telah selesai dilaksanakan.

Kontroversi masalah dicabut atau tidaknya Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno (Tap MPR) masih belum berakhir. Dari sekian fraksi yang ada di MPR, hanya Fraksi PDIP yang tetap ngotot untuk mencabut Tap MPR ini.

Menurut anggota MPR dari F-PDIP Permadi, kesungguhan mereka bukan untuk memutar balik sejarah. Tapi justru untuk mengoreksi sejarah. Seandainya dalam waktu sidang yang sesingkat ini belum juga dicapai apa yang kami inginkan, maka biarlah ini menjadi tugas sejarawan, ucapnya.

Fraksi PDIP beranggapan, sebagai seorang negarawan sudah sepantasnya Bung Karno mendapat penghargaan. Soekarno adalah tokoh yang hebat walaupun penuh dengan kontroversi, demikian ujar Permadi. Justru sikap yang kontroversial, yang menjadikan ia semakin terkenal di mata rakyatnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: