Ia menyebutkan ada beberapa alasan yang menyebabkan putusan pengadilan tidak dapat diakses oleh publik. Pertama adanya kebiasaan bahwa sejak dulu putusan pengadilan memang tidak dapat diakses oleh publik. Kedua, pengadilan berpegang pada ketentuan hukum bahwa putusan adalah hak dari mereka yang berperkara. Sehingga yang berhak mengetahui putusan pengadilan hanyalah para pihak yang berperkara.
Pendirian seperti itu, menurut Bagir, perlu diubah. "Alasan ketiga, alasan bermacam-macam warna kelabu, atau grey area, tidak usah lah kita terjemahkan lagi. Ini yang harus kita kikis," ujar Bagir.
Eksaminasi Putusan
Sulitnya akses memperoleh putusan, dikatakan oleh Teten, sebagai hambatan terhadap peran masyarakat dalam melakukan pengawasan. Kesulitan itu juga dialami oleh mereka yang akan melakukan eksaminasi putusan.
Hasil eksaminasi putusan yang diserahkan ke MA dilakukan oleh ICW, Indonesian Court Monitoring (ICM) Yogyakarta, FH UII Yogyakarta, FH Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, FH universitas Atmajaya Yogyakarta, FH Universitas Andalas Padang, FH Universitas Muhammadiyah Surakarta, FH Universitas Diponegoro Semarang, FH Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dan FH Universitas Brawijaya Malang.
Teten mengharapkan MA akan menjadikan hasil eksaminasi publik atau pengujian terhadap putusan pengadilan tersebut sebagai bagian dari sistem pengawasan terhadap hakim.
Bagir sendiri menyambut baik eksaminasi putusan yang dilakukan oleh publik. Menurutnya, selama ini banyak lembaga yang meminta MA agar melakukan eksaminasi putusan.
"Selalu saya jawab bahwa itu hal yang perlu tetapi teknis untuk mengerjakan itu yang sampai sekarang tidak bisa dilaksanakan oleh MA. Karena soal waktu dan macam-macam. Karena itu dengan dilakuka oleh lembaga semacam ini, apalagi Fakultas Hukum ikut melakukan eksaminasi tentu akan sangat bagus," tutur Bagir.
Menurutnya, yang harus dipikirkan adalah bagaimana agar eksaminasi mempunyai dampak secara langsung. "Agar hakim-hakim yang putusannya dieksaminasi itu, kalau memang bagus ia makin percaya diri bahwa putusannya bagus, kalau kurang bagus ia akan lebih berhati-hati dalam memutus,"tambahnya.
Karena itu, Bagir berpendapat, hasil eksaminasi harus disampaikan pada pengadilan yang bersangkutan dimana hakim itu berada dan tentu saja pada MA. Di masa depan, menurut Bagir, eksaminasi dapat menjadi salah satu alat untuk menentukan promosi dan mutasi, dan MA dapat meminta bantuan pada LSM atau Perguruan Tinggi untuk melakukan hal itu.
Dalam kesempatan itu, ICW bersama beberapa LSM dan Fakultas Hukum di beberapa kota menyerahkan hasil eksaminasi publik yang telah dilakukan terhadap sekitar lima buah putusan hakim kepada ketua MA.
Bagir Manan ketika ditemui wartawan, menyatakan bahwa ada kemungkinan ia akan mengeluarkan Surat Edaran mengenai akses publik terhadap putusan pengadilan. Menurut Bagir, selama ini dalam berbagai kesempatan maupun arahan yang ia sampaikan di daerah, ia sudah menyatakan bahwa putusan pengadilan bukan merupakan sesuatu yang rahasia. Karena itu putusan dapat di akses oleh semua yang membutuhkan.
"Putusan itu sekali diucapkan, maka menjadi milik publik. Karena diucapkan dalam sidang terbuka maka itu menjadi milik publik, tidak lagi milik dari mereka yang berperkara saja. Karena itu setiap mereka yang berkepentingan berhak untuk mengetahui putusan itu," kata Bagir.
Bagir mengatakan, selama ini hal itu sudah dipraktekkan di MA. Saat ini, terutama untuk kegiatan ilmiah atau riset, dibuka akses untuk semua putusan MA. Yang perlu dilakukan saat ini, menurut Bagir, adalah meyakinkan pimpinan pengadilan untuk memberikan akses pada mereka yang memerlukan putusan.