Garuda Ajukan Keberatan Terhadap Putusan KPPU
Utama

Garuda Ajukan Keberatan Terhadap Putusan KPPU

Putusan KPPU yang menyatakan Garuda melakukan integrasi vertikal dan melanggar UU No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dinilai keliru. Garuda merasa tidak pernah menghalang-halangi pelaku usaha lain untuk bersaing dalam penyediaan jasa Computerized Reservation System

Oleh:
Leo
Bacaan 2 Menit
Garuda Ajukan Keberatan Terhadap Putusan KPPU
Hukumonline

 

Menurut Garuda, sistem CRS yang disatukan dengan ARGA (Automated Reservation of Garuda Airways), tidak memberikan beban tambahan pada agen perjalanan. Kerjasamanya dengan Abacus juga tidak pernah menghalangi para pesaing Abacus untuk melakukan hubungan usaha.

 

Kesempatan Sama

Pihak Garuda mengemukakan, pada dasarnya mereka tidak pernah menutup kemungkinan bagi para penyedia CRS lain untuk bersaing dengan Abacus. Mereka mencontohkan, sebelumnya telah ada perundingan dengan Galileo International- perusahaan penyedia CRS lainnya-  mengenai penyertaan sistem ARGA pada CRS Galileo. Namun, karena kondisi-kondisi penawaran yang diajukan belum dapat bersaing dengan Abacus, CRS Galileo belum dapat diberikan sistem ARGA.

 

Pemohon selalu membuka kesempatan yang sama bagi pihak manapun yang bermaksud memasok jasa ke pemohon, tentunya sepanjang memenuhi syarat kualitas dan bersaing dengan kondisi-kondisi komersil dan hukum, tulis Garuda dalam keberatannya.

 

Mengenai pelanggaran pasal integrasi vertikal di UU No.5/1999, Garuda juga membantahnya. Dalam salah satu butir putusannya, KPPU menyatakan, dua produk Garuda, yaitu layanan informasi jasa penerbangan domestik dan internasional yang disediakan dalam jaringan Abacus, termasuk ke dalam level vertikal.

 

Padahal, menurut maskapai penerbangan terbesar di Indonesia ini, keduanya berada dalam level horizontal. Karena, yang dimaksud dalam level vertikal adalah bila kedua produk tersebut merupakan rangkaian produksi barang atau jasa tertentu dimana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan.

 

Lewat Jangka Waktu

Pada bagian lain keberatannya, Garuda mempermasalahkan proses pemeriksaan dan putusan KPPU, yang dianggap melebihi waktu yang ditentukan UU No.5/1999. Garuda merujuk pada putusan KPPU yang menyebutkan tanggal 11 Oktober 2002 sebagai dasar dimulainya pemeriksaan perkara ini.

 

Pasal 39 UU No.5/1999 mewajibkan KPPU melakukan pemeriksaan pendahuluan dan dalam waktu 30 hari setelah menerima laporan, menetapkan perlu tidaknya pemeriksaan lanjutan. Menurut perhitungan Garuda, seharusnya masa 30 hari tersebut jatuh pada 10 Nopember 2002. Tapi, dalam putusan disebutkan KPPU menetapkan pemeriksaan lanjutan pada 25 Maret 2003.

 

Dihubungi secara terpisah, Direktur Komunikasi KPPU, Murman Budijanto mengatakan belum memperoleh informasi adanya keberatan yang diajukan oleh Garuda. Karena itu, ia belum bisa menanggapi poin-poin keberatan tersebut.

 

Tapi, mengenai jangka waktu pemeriksaan, Murman menjelaskan bahwa hal tersebut sebenarnya telah diatur dalam Keputusan KPPU No.05/KPPU/Kep/IX/2000 tentang Cara Penyampaian Laporan dan Penanganan Dugaan Pelanggaran terhadap UU No.5/1999. Namun, di SK tersebut tidak dijelaskan jangka waktu antara laporan dan pemeriksaan pendahuluan

 

Disitu hanya dikatakan KPPU harus menindaklanjuti laporan dalam waktu 10 hari. Kalau tidak lengkap, maka harus diberitahukan ke pelapor. Kalau tidak lengkap bisa bolak-balik. Setelah lengkap, barulah sekretariat memberitahukan ke komisi, dan selanjutnya ditentukan kapan dimulainya pemeriksaan pendahuluan,papar Murman kepada hukumonline.  

PT Garuda Indonesia (Garuda) mengajukan keberatan terhadap putusan KPPU ke PN Jakpus. Sebelumnya, KPPU menyatakan Garuda terbukti bersalah dan melanggar Undang-Undang No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.  KPPU juga menghukum Garuda agar membayar ganti rugi Rp1 miliar.

 

Dalam keberatan yang diajukan pada Jumat (15/08), Garuda menyangkal perjanjian penyediaan jasa Computerized Reservation System (CRS) dengan Abacus International Pte Ltd (Abacus), telah melanggar UU No.5/1999. Bila perjanjian tersebut dibatalkan, sebagaimana isi amar putusan KPPU, justru akan terjadi in-efisiensi di tubuh Garuda

Halaman Selanjutnya:
Tags: