Pejabat BPPN Dapat Diduga Melakukan Tindak Pidana Korupsi
Utama

Pejabat BPPN Dapat Diduga Melakukan Tindak Pidana Korupsi

Perseteruan antara Kejaksaan Agung dengan BPPN soal dana cessie kian memanas. Kejaksaan berniat menjerat para pejabat BPPN yang terlibat dengan UU Tindak Pidana Korupsi. Sementara, ada yang menyarankan Kejaksaan Agung menggunakan haknya untuk tidak mengeksekusi putusan kasasi MA.

Oleh:
Mys/Leo
Bacaan 2 Menit
Pejabat BPPN Dapat Diduga Melakukan Tindak Pidana Korupsi
Hukumonline

Tidak langsung diserahkan

Dalam kesempatan yang sama, Antasari mengatakan bahwa yang dipikirkan kejaksaan sekarang adalah bagaimana memindahkan dana cessie itu ke rekening kejaksaan atas nama Kajari Jakarta Selatan. Kemudian meminta penetapan pengadilan yang menyatakan bahwa penyitaan itu sah.

Antasari memastikan bahwa kalau berhasil dieksekusi, dana itu tidak akan langsung diserahkan ke PT EGP. Kejaksaan baru menyerahkan kalau proses administratif penyitaan di pengadilan jelas. "Lalu, akan dilihat apakah itu layak diserahkan ke EGP," kata Antasari.

Antasari menyatakan, apa yang dilakukan Kejagung saat ini adalah tahapan eksekusi, belum eksekusi. Karena itu, bagi kejaksaan yang penting adalah menguasai barang bukti tersebut dengan menaruhnya ke rekening Kajari Jakarta Selatan. "Jadi belum eksekusi ke PT Era Giat Prima," tambahnya.

Selanjutnya, setelah barang bukti itu dikembalikan ke Kejaksaan, apabila dalam perkara perdata nanti BPPN dinyatakan sebagai pemilik, maka BPPN berhak untuk mengeksekusinya.

Gunakan haknya

Pada kesempatan yang terpisah, ahli hukum perbankan, Pradjoto, meminta agar Jaksa Agung menggunakan haknya untuk tidak mengeksekusi putusan kasasi MA yang membebaskan Djoko S Tjandra. Selain karena Jaksa Agung adalah aparat pemerintah yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden, Pradjoto mencontohkan kasus Syahrir yang tidak jadi dipidana lantaran Jaksa Agung tidak menggunakan haknya untuk mengeksekusi.

Kemudian, tokoh yang ikut membongkar skandal Bank Bali ini beberapa tahun lalu, juga melihat beberapa hal yang tidak logis. Misalnya, putusan kasasi Djoko Tjandra adalah putusan yang membebaskan seseorang dari pemidanaan. Sementara, mengenai uang Rp546 miliar yang dalam diktum putusan kasasi harus dikembalikan ke PT EGP, adalah persoalan kepemilikan.

Di tahun 1999 cessienya sudah dibatalkan oleh BPPN berdasarkan kewenangan yang dimilikinya. Kenapa jaksa begitu giat ingin mengembalikannya ke EGP. Banyak persoalan yang tidak logis dalam konteks hukum dan akal sehat,cetus Pradjoto, yang juga menjadi anggota oversight comitee dari BPPN.

Kapuspenkum Kejaksaan Agung Antasari Azhar menegaskan kalau para pejabat BPPN tetap bersikukuh menahan barang bukti uang senilai Rp 546,5 miliar itu, mereka dapat diduga telah melakukan tindak pidana korupsi. "Mereka bisa diduga melanggar pasal 23 UU No. 31 Tahun 1999," kata Antasari dalam keterangan pers kepada wartawan di Jakarta, Kamis (28/08).

Dalam pasal 23 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinyatakan bahwa dalam perkara korupsi, pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 220 dan 231 KUHP dipidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 6 tahun.

Pasal 231 KUHP menyebutkan, "Barangsiapa dengan sengaja melepaskan sesuatu barang yang disita menurut peraturan perundang-undang atau yang disimpan atas perintah hakim atau menyembunyikan barang itu, padahal ia tahu bahwa barang itu telah dilepaskan dari sitaan atau simpanan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun."

Sayang, Antasari enggan menyebutkan pejabat BPPN yang akan menjadi target penyelidikan. Ia hanya menyebut ada pegawai BPPN yang dulu dititipkan uang tersebut. "Kami minta tanggung jawab BPPN atas barang bukti itu," tandas mantan Kajari Jakarta Selatan ini.

Antasari melanjutkan bahwa uang cessie tersebut adalah barang bukti yang dititipkan kejaksaan di BPPN. Kalaupun sekarang sudah dipakai sebagai bagian dana rekap Bank Permata, kejaksaan tetap meminta dana itu dikembalikan ke tempat dimana pertama kali disita. Maksudnya, tentu BPPN.

Tags: