Pengacara Konstitusi Sebaiknya Punya Pengalaman Minimal 10 Tahun
Utama

Pengacara Konstitusi Sebaiknya Punya Pengalaman Minimal 10 Tahun

Ketua Umum Asosiasi Advokat Indonesia Denny Kailimang berpendapat bahwa advokat yang bisa beracara di Mahkamah Konstitusi sebaiknya yang telah memiliki pengalaman praktek minimal sepuluh tahun. Hal itu untuk mengimbangi para hakim konstitusi yang juga memiliki pengalaman di bidang hukum minimal sepuluh tahun.

Oleh:
Amr
Bacaan 2 Menit
Pengacara Konstitusi Sebaiknya Punya Pengalaman Minimal 10 Tahun
Hukumonline

Selain wajib punya jam terbang sebagai advokat minimal sepuluh tahun, Denny juga berpandangan bahwa setiap advokat yang akan beracara di Mahkamah Konstitusi harus mendalami hukum tata negara dan filsafat hukum. 

Terkait dengan masalah itu, Denny mengatakan bahwa AAI baru saja menggelar kursus "Pelatihan Pengacara Konstitusi & Tehnik Beracara di Mahkamah Konstitusi" bagi para advokat. Dalam pelatihan tersebut AAI mengundang Jimly sebagai salah satu pembicara utama. 

Sertifikasi

Dalam seminar mengenai Mahkamah Konstitusi yang diselenggarakan Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) beberapa waktu lalu, Wakil Ketua Umum DPP Ikadin Luhut M.P. Pangaribuan menghendaki pula adanya kualifikasi advokat. Namun, menurut Luhut, kualifikasi itu hendaknya tidak hanya diberlakukan menyangkut Mahkamah Konstitusi, namun juga bidang hukum lain. 

Luhut mencontohkan, untuk menjadi konsultan hukum pasar modal, seseorang advokat harus mendaftar di Bapepam setelah terlebih dahulu mempunyai keahlian di bidang pasar modal melalui pendidikan khusus pasar modal yang diselenggarakan oleh Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM). Hal ini diatur dalam Undang-undang No.8 Tahun 1995 dan Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 1995. 

Demikian pula dengan advokat yang beracara di pengadilan pajak. setiap advokat yang beracara di pengadilan pajak oleh Undang-undang No.14 Tahun 2002 diharuskan mempunyai keahlian di bidang pajak. 

Sementara di sisi lain, dalam Undang-undang Mahkamah Konstitusi tidak ditemukan adanya aturan tentang kualifikasi yang dapat menjadi kuasa hukum kecuali merujuk pada "peraturan perundang-undangan yang berlaku". peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan kuasa hukum, menurut Luhut, adalah Undang-undang Advokat. 

Luhut memandang bahwa perlu ada pemikiran kualifikasi advokat seperti yang diterapkan di Inggris. Setiap advokat setelah melewati suatu kualifikasi keahlian atau periode tertentu dapat diberi predikat sebagai "Queen Counsel". Hal tersebut, tambahnya, dikembalikan kepada organisasi advokat sebagai regulating body. 

Luhut menggarisbawahi bahwa sertifikasi advokat sangat penting untuk mencegah adanya advokat yang tiba-tiba menyatakan dirinya sendiri sebagai telah ahli dalam satu bidang tertentu. Hal demikian, nilai Luhut, tidak sesuai dengan hakikat profesi advokat. 

Lebih jauh, saat ditanyakan mengenai Perkumpulan Pengacara Konstitusi, Denny mengatakan bahwa forum itu terbentuk berdasarkan spontanitas anggota-anggota AAI. "Itukan kayak klub saja, spontanitas dari mereka-mereka mau mengadakan itu. Jadi, silahkan-silahkan saja. Itu kebebasan berserikat kita tidak bisa larang," cetusnya. 

Yang pasti, Denny memandang bahwa sebagai institusi hukum baru Mahkamah Konstitusi memerlukan pengetahuan yang canggih dari para advokat yang akan beracara di sana. Ia juga berharap agar sejumlah hukum acara Mahkamah Konstitusi yang ia anggap progresif dapat ditiru oleh pengadilan lainnya agar tercipta pengadilan yang berwibawa.

"Di sini kita lihat hakim konstitusinya saja harus sepuluh tahun pengalaman di bidang hukum. Kalau tidak diimbangi oleh advokat yang sepuluh tahun berperkara, maka ini akan tidak seimbang," ucap Denny saat dihubungi hukumonline.

Denny mengatakan bahwa selaku pimpinan Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) ia telah meminta kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie untuk memperhatikan kualifikasi advokat yang akan beracara di Mahkamah Konstitusi.

"Kami minta dengan Ketua Mahkamah Konstitusi, Profesor Jimly, supaya ini menjadi perhatian. Karena kalau tidak bisa menjadi satu masalah. Tidak ada keseimbangan di dalam akhirnya bisa mempengaruhi wibawa dari Mahkamah Konstitusi itu sendiri," jelas Denny.

Halaman Selanjutnya:
Tags: