Enam Dekan Fakultas Hukum PTN akan Bahas Judicial Review UU Advokat
Utama

Enam Dekan Fakultas Hukum PTN akan Bahas Judicial Review UU Advokat

Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof. Abdul Bari Azed mengatakan bahwa enam dekan fakultas hukum perguruan tinggi negeri akan bertemu untuk membicarakan rencana judicial review Undang-undang Advokat. Hal ini disebabkan, keberadaan Undang-undang Advokat mengancam eksistensi lembaga konsultasi dan bantuan hukum di kampus-kampus.

Oleh:
Amr
Bacaan 2 Menit
Enam Dekan Fakultas Hukum PTN akan Bahas <i>Judicial Review</i> UU Advokat
Hukumonline

Kendati demikian, Bari belum dapat menyebutkan secara pasti kapan pertemuan tersebut dilakukan. Namun, ia memastikan bahwa pertemuan tersebut akan berlangsung dalam waktu dekat di Jakarta.

Ada celah

Lebih jauh Bari mengatakan bahwa dengan mulai bersidangnya Mahkamah Konstitusi pada November mendatang akan memudahkan pihaknya untuk merealisasikan rencana pengajuan permohonan hak uji materiil (judicial review) Undang-undang Advokat terhadap Undang-undang Dasar 1945.

"Kami akan lihat adakah celahnya untuk judicial review. Dan dengan mulai bersidangnya Mahkamah Konstitusi bulan November sebagai suatu memudahkan kami untuk menerapkan sistem itu," tegas Bari yang juga menjabat sebagai Direktur Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman dan HAM.

Ditanya lebih jauh soal adakah celah dalam Undang-undang Advokat yang akan dimanfaatkan, Bari mengatakan bahwa salah satunya adalah pengundangan Undang-undang tersebut tanpa tanda tangan Presiden Megawati. "Meskipun 30 hari tidak ditandatangan kan tetap disahkan menurut ketentuannya. Mungkin bisa jadi celah dan kita akan melihat dulu reasoningnya untuk mengadakan judicial review," ucap guru besar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu.

Lebih jauh, Bari menilai bahwa pemberlakuan Undang-undang Advokat sangat mengancam keberlangsungan program magang para mahasiswa hukum yang dilakukan pada lembaga konsultasi dan bantuan hukum (LKBH) di kampus-kampus. Menurutnya, program magang di LKBH sulit dilakukakan jika para mahasiswa tidak dibimbing langsung oleh dosen yang benar-benar punya pengalaman praktek.

"Selama ini LKBH mendapat kewenangan atau mendapat ijin untuk mendampingi mahasiswa dalam praktek hukum. Dengan adanya ini (Undang-undang Advokat) kan, sudah dilarang itu. Yang status pegawai negeri itu tidak boleh, baik sebagai konsultan ataupun sebagai advokat atau pengacara yang praktek di lapangan," cetus Bari.

Di samping merencanakan judicial review, sebenarnya Bari masih berharap kepada pihak organisasi advokat untuk memberikan pengecualian ketentuan Undang-undang Advokat terhadap para advokat yang menjadi dosen di fakultas hukum negeri. "Seyogianya kita eksepsionalkan bagi dosen yang menjadi pembimbing, jadi tidak semua dosen," ucapnya.  

Menurut Bari, rencananya pertemuan itu akan dilakukan pada November mendatang. Pada awalnya, keenam dekan fakultas hukum negeri ini akan membentuk steering committee untuk mengkaji berbagai masukan, termasuk dari para praktisi hukum menyangkut rencana pengajuan judicial review Undang-undang No.18/2003 tentang Advokat.

Selaku koordinator, pihak Fakultas Hukum Universitas Indonesia akan mengundang perwakilan fakultas hukum negeri dari wilayah Indonesia bagian Barat, Tengah dan Timur. Bari menjelaskan, pertemuan tersebut diadakan sebagai wujud keseriusan para dekan fakultas hukum negeri dalam menyikapi pemberlakuan Undang-undang Advokat yang dianggap tidak adil.

"Jadi, tidak semua dekan dulu yang 24 itu, tapi yang mewakili saja. Mungkin dari Timur Universitas Hasanuddin, Universitas Airlangga, Jakarta (UI), Universitas Padjadjaran. Mungkin nanti ditambah Universitas Sriwijaya Palembang dan Universitas Andalas," papar Bari saat dihubungi hukumonline (24/10).

Tags: