Judicial Review Undang-undang Pemilu Tidak akan Gagalkan Pemilu
Utama

Judicial Review Undang-undang Pemilu Tidak akan Gagalkan Pemilu

Para pemohon judicial review Undang-undang No. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum menyayangkan sikap Panglima TNI Endriantono Sutarto yang menilai upaya tersebut untuk menggagalkan Pemilu.

Oleh:
Tri
Bacaan 2 Menit
<i>Judicial Review</i> Undang-undang Pemilu Tidak akan Gagalkan Pemilu
Hukumonline

Senada dengan Justam, pemohon judicial review lainnya, DR. Sri Bintang Pamungkas mengatakan, sudah saatnya kita akhiri diskriminasi. Mereka sudah menjalani hukuman. Jadi yah kembalikan hak-hak mereka, papar Pamungkas, yang juga pernah menjadi tahanan politik Orde Baru itu.  

Menambah pemohon

Pada kesempatan yang sama, para pemohon judicial review juga memaparkan perbaikan mereka terhadap permohonan hak uji materiil UU No.12/2003 yang mereka ajukan ke MK. Dalam perbaikannya, para pemohon memasukkan enam pemohon baru yang merupakan para korban dari sikap diskriminasi UU No.12/2003. 

Sebelumnya, pada persidangan pertama, majelis MK meminta para pemohon judicial review UU Pemilu memperbaiki isi permohonan. Khususnya mengenai para pemohon yang harus merupakah pihak yang menjadi korban dari pelanggaran konstitusi. 

Untuk itu dari 22 orang pemohon awal judicial review, para pemohon akhirnya bertambah lagi menjadi 28 orang. Ke-22 orang pemohon awal judicial review antara lain, Prof. Deliar Noer, Ali Sadikin, Sri-Bintang Pamungkas, dan Dr. Mohamad Toyibi. Enam orang terakhir yang menjadi pemohon adalah para korban dari keberlakuan UU No.12/2003. 

Keenam orang itu tidak lain, mantan tahanan politik pulau buru dan tahanan politik di Jakarta pasca meletus peristiwa G30S/PKI.  Keenam orang itu adalah Payung Salenda, mantan anggota Pemuda Rakyat, Suyud Sukma, mantan anggota PGRI, Rhein Robby Sumolang, mantan anggota IPPI, Margono Hardono, Pradono, dan Gorman Hutajuku mantan anggota CGMI.  

Dalam permohonan judicial review, para pemohon intinya hanya mempersoalkan Pasal 60 huruf (g). Hal ini karena, Pasal 60 huruf (g) isi secara keseluruhan telah menjadikan UU Pemilu menjadi cacat berat secara etis. 

Bahkan kalau ketentuan Pasal 60 huruf (g)  tetap dilaksanakan dan dipertahankan maka akan berakibat secara langsung maupun tidak langsung pada stigmatisasi terhadap orang perorangan. Tentunya akan berakibat pada reintegrasi mereka ke dalam tubuh bangsa yang merupakan sebuah keharusan moral reformasi secara resmi dipotong lagi.

Menurut salah seorang pemohon, Judilherry Justam, upaya judicial review merupakan proses dan hak yang dijamin UU No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Jadi jangan dilihat sebagai upaya penggagalan pemilu, papar Justam dalam jumpa persnya di Jakarta (14/11). 

Selain itu, pengajuan judicial review terhadap UU No.12/2003 hanyalah ditujukan terhadap Pasal 60 huruf (g) undang-undang tersebut.  Pasal tersebut dinilai secara jelas memperlihatkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan bertentangan dengan Pasal 28 huruf (c) perubahan kedua UUD 1945. 

Pasal 60 huruf (g) UU No.12/2003 yang dimintakan judicial review menyebutkan larangan untuk menjadi calon anggota DPR, DPRD Propinsi dan Kabupaten/Kota, dan DPD, bagi para mantan anggota PKI, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam G30S/PKI, atau organisasi terlarang lainnya. 

Bahkan, sekiranya MK menerima judicial review, Justam menegaskan bahwa pelaksanaan pemilu 2004 tidak akan gagal. Judicial review UU Pemilu tidak mengganggu persiapan maupun pelaksanaan pemilu. Kecuali terhadap beberapa penyesuaian yang diperlukan, ucap Justam yang juga ketua Presidium Komite Waspada Orde Baru. 

Tags: