Proses Penyatuan Atap Terancam Gagal
Utama

Proses Penyatuan Atap Terancam Gagal

Pengambilan keputusan terhadap RUU tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman yang semula akan dilakukan 20 November terpaksa ditunda hingga 12 Desember. Proses penyatuan atap terancam gagal, karena banyak substansi RUU yang belum disepakati.

Oleh:
Amr
Bacaan 2 Menit
Proses Penyatuan Atap Terancam Gagal
Hukumonline

 

Gani menjelaskan bahwa jika bunyi rumusan aturan peralihan RUU seperti yang diusulkan DPR, maka sejumlah undang-undang yang juga mengatur tentang kekuasaan kehakiman akan terancam tidak berlaku.

 

Sejumlah undang-undang yang dimaksud antara lain Undang-undang No.35/1999 tentang Perubahan Undang-undang No.14/1970, Undang-undang No.18/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Nanggroe Aceh Darussalam, serta Undang-undang No.7/1989 tentang Peradilan Umum.

 

Selain itu, Gani juga menyatakan bahwa rumusan aturan peralihan seperti yang diusulkan DPR akan mengakibatkan proses pengalihan organisasi, administrasi dan keuangan para hakim dari Depkeh dan HAM ke Mahkamah Agung terancam gagal. "Kalau seperti rumusan itu mungkin bisa tidak berlaku. Kalau tidak berlaku itu akibatnya apa? Itu satu atap tidak jadi," cetusnya.

 

Karena itulah, pemerintah mengusulkan untuk rumusan pasal aturan peralihan RUU tersebut berbunyi kurang lebih, segala peraturan perundang-undangan tentang kekuasaan kehakiman masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini.

 

Tak ada manfaat

Di pihak lain, anggota Baleg dari Fraksi Partai Golkar Agun Gunanjar Sudarsa mengatakan bahwa tidak menyetujui rumusan aturan peralihan usulan pemerintah. Karena, jelasnya, dengan rumusan itu proses berarti penyatuan atap baru akan terjadi pada 31 Agustus 2004.

 

Menurut Agun, kalau proses penyatuan atap baru terjadi pada 31 Agustus 2004, maka Undang-undang itu tidak ada manfaatnya. Agun kemudian menghubungkan proses penyatuan atap organisasi, administrasi, dan keuangan lembaga peradilan tersebut dengan pemilihan umum yang akan dimulai pada april 2004.

 

"Reformasi politik kan terjadi di bulan April lewat mekanisme pemilu. Kalau sampai terjadi sesuatu agar dia terpayungi oleh hukum yang betul-betul imparsial, lepas dari pengaruh apapun, ya dia harus oleh kekuasaan yudikatif yang lepas dari pengaruh. Dan, itu harus diputuskan sebelum Pemilu April 2004. Logikanya itu," kata Agun.

Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Abdul Gani Abdullah mengatakan bahwa DPR dan pemerintah telah sepakat untuk menunda pengambilan persetujuan atas RUU tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman. Menurut Gani, pengambilan persetujuan terhadap RUU tersebut ditunda sampai 12 Desember.

 

Semula, DPR dan pemerintah telah menjadwalkan untuk menyelesaikan pembahasan RUU tersebut di tingkat Panitia Khusus Badan Legislasi DPR pada 18 November dan mengesahkannya di tingkat paripurna DPR pada 20 November. Menurut Gani, penundaan pengambilan persetujuan terhadap RUU tersebut karena jalannya pembahasan masih alot.

 

"Karena revisi ini bukan revisi, tapi membuat Undang-undang baru. Itu yang membikin lama," cetus Gani saat ditemui hukumonline di gedung DPR, pada Senin (17/11). Dengan demikian, RUU yang tengah dibahas akan menggantikan Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman.

 

Belum sepakat

Selanjutnya, Gani menjelaskan bahwa salah satu masalah yang masih belum disepakati antara pemerintah dan DPR adalah pasal aturan peralihan dalam RUU. Menurut Gani, pemerintah tidak setuju dengan usulan DPR yang menyatakan bahwa sejak berlakunya undang-undang ini maka segala peraturan perundangan tentang kekuasaan kehakiman dinyatakan tidak berlaku.

Halaman Selanjutnya:
Tags: