BPPN Tetap Bubar Meski LPS Belum Terbentuk
Utama

BPPN Tetap Bubar Meski LPS Belum Terbentuk

Badan Penyehatan Perbankan Nasional umurnya hanya sampai Pebruari 2004. Bubarnya lembaga tersebut, tidak tergantung ada atau tidaknya Lembaga Penjamin Simpanan.

Oleh:
Leo/Tri
Bacaan 2 Menit
BPPN Tetap Bubar Meski LPS Belum Terbentuk
Hukumonline
Kepala BPPN Syafruddin Tumenggung menegaskan lembaga yang ia pimpin akan bubar pada Pebruari mendatang. Bubarnya BPPN, menurut Syafruddin, tidak tergantung pada ada atau tidaknya Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Penegasan Syafruddin tersebut disampaikan sehubungan dengan adanya pemikiran dari sebagian kalangan yang menginginkan agar BPPN jangan dibubarkan selama LPS belum dibentuk.

Kedua, BPPN dirampingkan dan diberi tambahan waktu maksimal setahun, untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.

Meski mengajukan dua alternatif mengenai nasib BPPN kepada pemerintah, Syafruddin menegaskan, pihaknya telah menentukan sikap dengan memilih alternatif pertama. Ia tidak melihat alasan eksistensi BPPN harus diperpanjang, karena tugasnya memang akan selesai pada 27 Pebruari 2004.

Mengenai nasib karyawan BPPN, Syafruddin mengatakan, pengurangannya akan dilakukan secara bertahap. Sebelum ini pun, BPPN telah mengurangi lebih dari 50 persen jumlah karyawannya. Tahun 2000, jumlah karyawannya masih berjumlah 5200. Sementara, pada 2003 tinggal 2500. Mudah-mudahan tidak ada gejolak, karena semuanya telah sadar status BPPN sebagai ad hoc institusi, kata Syafruddin.

Gagal total

Sementara itu, pengamat ekonomi Faisal Basri menyambut baik pembubaran BPPN pada Pebruari 2004. Menurut Faisal, pembubaran BPPN, secara psikologis menjadikan persepsi bahwa Indonesia berada dalam kondisi krisis. Persepsi yang menjadikan Indonesia dalam krisis, dalam hal ini BPPN, harus secepatnya dihilangkan.

Selain itu, Faisal juga menilai, BPPN sebagai lembaga yang paling korup di Indonesia, tidak perlu dipertahankan lagi keberadaannya. Saya nggak tahu salah apa, sehingga institusi ini menjadi dosa sejarah yang dalam segala operasi, khususnya belakangan ini menciptakan nestapa yang maha dahsyat bagi bangsa Indonesia, komentar Faisal kepada hukumonline.

Ia menilai, dari tiga tugas yang diemban BPPN—untuk merestrukturisasi perbankan, aset perbankan dan pemulihan aset—semuanya gagal total. Bank yang direstrukturisasi BPPN, menurut Faisal, kondisinya tidak menjadi lebih baik. Karena, fungsi intermediasi perbankan tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Kondisi perbankan sekarang memang terlihat lebih baik, tapi itu karena ada obligasi rekap pemerintah di bank-bank tersebut. Faisal memastikan, tanpa obligasi tersebut, kondisi perbankan tetap hancur.

Kondisi di perbankan, terjadi pula untuk aset kredit. Menurut anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha ini, aset kredit yang ada di tangan BPPN didiamkan selama bertahun-tahun. Setelah didiamkan kemudian dijual dengan harga yang sangat murah. Tidak ada restrukturisasi di dalamnya, Faisal.

Syafruddin keberatan tugas BPPN diperpanjang karena mendapat tumpangan tugas dari LPS. Pembentukan LPS bukan urusan kami di BPPN. EGP, emang gue pikirin. Saya nggak mau bubarnya BPPN dikait-kaitkan dengan LPS, cetusnya.

Menurutnya, antara BPPN dan LPS tidak memiliki kaitan. Lagipula, seharusnya pemerintah telah membentuk LPS sejak 1998 lalu. Dengan tidak membentuk LPS sampai sekarang, Syafruddin berpendapat, pemerintah telah melakukan public negligence.

Dua alternatif

Pada kesempatan yang sama, Syafruddin mengungkapkan pula hasil sidang kabinet (17/11) yang menyepakati bubarnya BPPN pada Pebruari 2004. Ia mengemukakan, di sidang tersebut, BPPN mengusulkan dua alternatif kepada pemerintah.

Pertama, tugas BPPN dinyatakan selesai karena pekerjaannya secara signifikan telah selesai. Tugas-tugas dan aset yang tersisa setelah BPPN dibubarkan, dapat dimasukkan ke dalam sebuah holding company. Mengenai teknis pekerjaan holding company tersebut diserahkan kepada Menko Perekonomian. Diperkirakan, holding company tersebut terdiri dari tiga perusahaan untuk mengelola bank, aset dan kredit.

Tags: