Menguji Calon Pimpinan KPK (2): Penundaan Pangkat, NH dan SP3 Texmaco
Utama

Menguji Calon Pimpinan KPK (2): Penundaan Pangkat, NH dan SP3 Texmaco

FX Hery Sumarta barangkali tidak menyangka kalau 'aibnya' akan terbongkar di depan puluhan pasang mata yang menyaksikan proses wawancara calon pimpinan KPK di Aula Pengayoman Departemen Kehakiman.

Oleh:
Nay
Bacaan 2 Menit
Menguji Calon Pimpinan KPK (2): Penundaan Pangkat, NH dan SP3 Texmaco
Hukumonline
Adalah pertanyaan dari anggota Panitia Seleksi Prof. Harkristuti Harkrisnowo yang menohok sang jaksa kelahiran 3 Desember 1945 itu. Harkristuti mengklarifikasipengaduan masyarakat bahwa Sumarta pernah dinon-aktifkan dan ditunda kenaikan pangkatnya pada 1994 akibat ceoh dalam membuat dakwaan.

Kasus Nurdin Halid dan SP3 Texmaco

Pada bagian lain, calon pimpinan KPK yang juga berasal dari kejaksaan, Muhammad Yamin banyak ditanya soal Nurdin Halid (NH) dan SP3 Texmaco. Yamin memang menjadi anggota jaksa penyidik dalam kedua kasus tersebut.  

Sebagaimana diketahui, hingga kini Ketua Umum PSSI itu masih berstatus tersangka di Kejaksaan Agung. Sudah bertahun-tahun kasus ini tidak dilimpahkan ke pengadilan. Padahal dalam berbagai kesempatan, Yamin mengatakan pemberkasan sudah selesai. Nyatanya, hingga sekarang tidak dilimpahkan. Oleh karena itu, Yamin dinilai melakukan kebohongan publik.

Soal NH, Yamin mengakui terus terang adanya tekanan dari dalam dan dari luar. Ada orang yang mempengaruhi supaya NH ditolong. Kapusdiklat Kejaksaan Agung ini menjelaskan bahwa kasus KDI yang melibatkan NH cukup rumit. Uang minyak goreng yang diduga diselewengkan ternyata menyebar ke 34 rekening. Dan memeriksa ke-34 rekening itulah yang dianggap sulit. Kasus ini diakui Yamin sudah pernah diekspos pada 10 Oktober 2002. Sayang, usai ekspos, Jaksa Agung tidak kunjung menentukan apakah kasus ini di-split atau tidak. Kemudian diekspos lagi pada 30 Juli lalu dan disepakati untuk menjadikan NH terdakwa tunggal.

Rupanya, ada juga pertanyaan menohok dari Panitia Seleksi terhadap Yamin, yaitu dugaan keterlibatannya selaku jaksa penyidik dalam kasus SP3 Texmaco. Yamin, kelahiran 14 Desember 1944, tidak membantah keikutsertaannya selaku penyidik. Tetapi secara pribadi ia sudah menyatakan bahwa kasus yang melibatkan Marimutu itu adalah tindak pidana korupsi yang 'terang benderang'. Sikap itu dia ungkapkan manakala kasusnya hendak diekspos di depan Jaksa Agung.

Tetapi, masih menurut cerita Yamin, anggota penyidik lainnya tidak setuju. Lantaran deadlock, Yamin memilih tidak hadir saat ekspos dan menyurati Chairul Imam. Ia berdalih sakit, padahal lebih disebabkan karena beda pendapat dengan jaksa-jaksa lain. Yamin mengaku sempat membanting pintu saat meninggalkan ruang rapat dan mengeluarkan kata-kata pedas ke penyidik lain. "Kalian yang akan menanggung dosanya," begitu kalimat Yamin saat itu.

Zona anti-korupsi

Dalam paparannya, calon pimpinan KPK Iskandar Sonhadji mengusulkan agar dibuat zona anti-korupsi. KPK memetakan kondisi di setiap instansi, seberapa parah korupsinya. Lantas, dipetakan siapa saja orang-orang bersih dari instansi bersangkutan. Mereka dikumpulkan untuk kemudian dijadikan kekuatan perlawanan internal terhadap korupsi di lembaga masing-masing.

Iskandar Sonhadji, kuasa hukum ICW yang mengajukan praperadilan atas SP3 Texmaco, juga ditanya seputar mismanajemen yang menimbulkan kerugian negara tetapi tidak melawan hukum dan tidak menguntungkan pribadi. Dalam kasus seperti ini, kata Sonhadji, menguntungkan orang lain atau tidak tetap merupakan tindak pidana.

Pada bagian lain, Sonhadji, pengacara yang pernah mengadukan Walikota Batam Nyat Kadir atas tuduhan berkolusi melegalisasi judi di Batam, berpendapat bahwa makna pegawai negeri sipil (PNS) dalam Undang-Undang No. 31/1999 bisa diperluas kepada orang swasta. Menurut dia, setiap orang yang menerima pengalihan dan mendapat bantuan negara masuk kategori ini.

  robsurat 

Sumarta tidak membantah adanya tindakan administratif terhadap dirinya. Cuma, ia mengklarifikasi bahwa kejadian itu semata-mata karena kesalahan ketik dalam surat dakwaan. Semestinya ditulis tanggal 13, tertulis tanggal 31. Tidak disebutkan apa akibat kesalahan itu terhadap materi perkara. Yang jelas, ini adalah kasus perkosaan anak di bawah umur di Pengadilan Negeri Bantul, Yogyakarta, dimana Sumarta bertindak selaku jaksa.

Sumarta, jaksa pada Kejari Surabaya, juga ditanyakan soal kekerasan atau penyiksaan yang terjadi dalam proses penyidikan. Alumnus Fakultas Hukum UGM ini menegaskan bahwa sepengetahuan dirinya, jaksa tidak pernah melakukan kekerasan selama proses penyidikan. Sebab, penyidikan biasanya dilakukan secara terbuka dan persuasif.

Ditanya tentang mafia peradilan, Sumarta menjawab tidak pernah melihat langsung jaksa menerima sogokan. Bahkan, mengetahui secara langsung pun tidak pernah. Todung Mulya Lubis, anggota Panitia Seleksi, sempat menanyakan pandangan dan sikap Sumarta terhadap hukuman mati terhadap koruptor. Ia menjawab setuju diterapkan sebagaimana halnya di Cina. Masalahnya, penerapan hukuman mati bagi koruptor menurut Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sendiri sangat sulit karena syarat-syaratnya berat.

Masalah tersebut menjadi bagian dari cecaran pertanyaan dan klarifikasi yang harus dijawab Sumarta saat tampil dalam wawancara terbuka di depan 13 anggota Panitia Seleksi calon pimpinan KPK, Kamis (4/12). Selain Sumarta, yang juga diwawancarai sejak siang adalah ekonom H. Asikum Wiraatmadja, advokat Iskandar Sonhaji dan Kapusdiklat Kejaksaan Agung Muhammad Yamin. Sebelumnya, calon yang sudah diwawancarai adalah Abdul Rani Rasyid, Momo Kelana, Chairul Imam dan Syahrudin Rasul.

Halaman Selanjutnya:
Tags: