Seorang Calon Pimpinan KPK Diminta Bersumpah di Fit and Proper Test
Utama

Seorang Calon Pimpinan KPK Diminta Bersumpah di Fit and Proper Test

Tak yakin dengan jawaban yang diberikan, seorang calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, diminta bersumpah dalam fit and proper test. Tujuannya untuk memastikan sang calon tidak melakukan perbuatan tercela.

Oleh:
Nay
Bacaan 2 Menit
Seorang Calon Pimpinan KPK Diminta Bersumpah di <i>Fit and Proper Test</i>
Hukumonline

Pertanyaan yang paling banyak diajukan adalah seputar kesiapan para calon untuk memimpin KPK dan strategi mereka untuk melakukan pemberantasan korupsi. Pertanyaan klarifikasi atas laporan masyarakat terhadap calon juga diajukan, meski tidak terlalu banyak. Padahal, sebelumnya, Koalisi Pemantau Peradilan telah memberikan berbagai laporan tentang calon kepada Komisi II.

Mohammad Yamin mendapat giliran pertama, disusul oleh Chairul Imam, Marsilam Simanjuntak, Taufiequrachman Ruki, Tumpak Hatorongan Panggabean dan Iskandar Sonhadji. Mohammad Yamin mendapat pertanyaan seputar perjalanan karirnya sebagai jaksa, antara lain apakah sebagai jaksa, ia pernah mengeluarkan SP3 terhadap kasus korupsi.

Chairul Imam, yang merupakan mantan jaksa, juga mendapat pertanyaan seputar perjalanan karirnya sebagai jaksa. JE Sahetapy menanyakan apakah ketika menjadi jaksa di Pekanbaru, Imam pernah melakukan perbuatan tercela, yaitu melakukan pendekatan kepada pihak yang berperkara.

Sahetapy yang mengaku mempunyai saksi atas perbuatan Imam itu meminta ia bersumpah dengan menyebut nama Allah ketika Imam membantah tuduhan tersebut. Imam pun bersumpah dan meminta agar Sahetapy menghadapkan dirinya dengan saksi yang ia maksud.

Klarifikasi masa lalu

Oleh Trimedya, Pandjaitan dari FPDIP, Imam diminta menjelaskan kekayaannya yang berjumlah Rp1,5 miliar, termasuk rumahnya yang cukup bagus. Padahal, ia hanya berkarir sebagai jaksa. Imam menjelaskan bahwa dari hartanya, yang paling besar adalah rumahnya, yang nilainya sekarang diperkirakan Rp800 juta. Ketika ia membeli tanah yang sekarang telah dibangun rumah diatasnya, harganya Rp88 ribu per meter.

Uang untuk membeli tanah dan membangun rumah ia peroleh dari menyisihkan gajinya yang berbentuk dolar ketika ia ditugaskan sebagai konsul di Hongkong. Anggota KPKPN ini  juga mengaku mendapat hibah berbagai suvenir dari kejaksaan Cina ketika bertugas menjadi konsul.

Th Panggabean, yang juga berasal dari Korps Kejaksaan, ditanya jika terpilih sebagai pimpinan KPK, ia berani mengambilalih kasus dugaan korupsi Jaksa Agung MA Rachman, yang merupakan atasannya. Panggabean juga ditanya mengenai anaknya yang menjadi calon PNS di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.

"Yang bersangkutan mengikuti seleksi sesuai ketentuan yang ada. Saya tidak pernah mencampuri. Saya katakan pada pengujinya, uji baik-baik anak saya," ujar Panggabean. Selama menjadi jaksa, Panggabean mengaku tidak pernah menerima suap dan tidak pernah memeras.

Marsilam Simanjuntak mendapat pertanyaan dari Andi Matalatta dari FPG, mengapa ketika menjadi Sekretaris Negara, ia membiarkan presiden saat itu, Abdurrahman Wahid, melakukan pemborosan uang negara dengan terlalu banyak mengadakan kunjungan ke luar negeri. Marsilam menyatakan ia tidak pernah menjadi menteri sekretaris negara.

"Saya pernah menjadi sekretaris kabinet. Sebagai sekretaris kabinet saya tidak pernah ikut satukalipun ke luar negeri. Barangkali ketidakikutsertaan saya itu bisa menjadi indikasi atau simbol bahwa saya tidak setuju kunjungan keluar negeri itu," tutur Marsilam.   

Marsilam juga menyatakan bahwa dalam pendapatnya, kasus Soeharto sudah berlarut-larut dan sudah digeser menjadi masalah kesehatan dan hukum acara. "Ini semuanya adalah sesuatu yang pertimbangannya lebih politis daripada yuridis," cetus Marsilam.

Hilang urat takut

Calon lain, Taufiequrachman Ruki menyatakan selama 32 tahun menjadi polisi, urat takutnya sudah hilang. Ia mengaku sudah kenyang dengan intimidasi. Berdasarkan pengalamannya melakukan penyidikan, menurut Ruki, intervensi sangat sering terjadi. Saat itu, sebagai penyidik ia merasa tidak punya tempat bersandar, sewaktu-waktu bisa dipindahkan. Karena itu, menurutnya, pimpinan KPK bertugas memproteksi penyidik dari berbagai intervensi yang terjadi.

Pengacara Iskandar Sonhadji, yang juga mendapat giliran hari ini, mendapat pertanyaan soal organisasi advokat. Ia mendapat pertanyaan, apa yang telah ia lakukan sebagai pengurus organisasi advokat dalam menghadapi tindakan advokat yang memberi jaminan pribadi pada tersangka koruptor yang kemudian kabur. Ketika menjelaskan konsepnya tentang zona bebas korupsi, Iskandar menyatakan bahwa sebagai pengacara, ia mengetahui siapa pengacara yang sering melakukan suap, walaupun ia tidak mempunyai bukti secara materil.

Teras Narang, yang memimpin sidang, segera memotong dan meminta Iskandar untuk menyebutkan siapa pengacara yang seperti itu. Ketika Iskandar terlihat ragu untuk menjawab, Teras menyatakan bahwa keberanian Iskandar sebagai calon pimpinan KPK diuji untuk menyebutkan semuanya tanpa ditutup-tutupi.

"Seperti yang terjadi PN Cilegon, dua orang pengacara, Luhut Pangaribuan dan Hotman Paris, disusul tulisan Amir Syamsuddin tentang perampokan secara hukum," jawab Iskandar.

Surat Pernyataan

Dalam fit and proper test hari ini, seluruh calon diminta menandatangani surat pernyataan diatas kertas bermeterai, menyatakan bahwa semua keterangan yang diberikan adalah benar dan selama menempati berbagai jabatan, mereka tidak pernah melakukan KKN dan perbuatan yang merendahkan harkat dan martabat. Mereka juga berjanji akan melaksanakan tugas dengan kejujuran, kesungguhan dan keberanian. Apabila dikemudian hari terdapat keterangan yang bertentangan, maka mereka bersedia mengundurkan diri atau diberhentikan sebagai pimpinan KPK.

Menurut Ketua Komisi II, Teras Narang, masing-masing anggota Komisi II akan memilih lima orang calon pimpinan KPK dan akan diambil mereka yang mendapat suara terbanyak. Namun, pemilihan akan dilakukan secara tertutup, sehingga tidak bisa diketahui pilihan dari masing-masing anggota. Anggota Komisi II juga tidak perlu menjelaskan alasan mereka dalam memilih calon. "Tidak harus menyebutkan alasan. Undang-Undang menyatakan hak untuk memilih itu melekat di pribadi anggota, ucap Teras.

Komisi II DPR mulai melakukan fit and proper test terhadap enam calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mayoritas pertanyaan pada tes gelombang pertama (15/12), adalah seputar kesiapan memimpin KPK dan klarifikasi ‘masa lalu' mereka.

Empat puluh tujuh dari enampuluh satu anggota Komisi II DPR hadir dalam fit and proper test tersebut, termasuk Setya Novanto, salah-satu aktor kasus korupsi Bank Bali.  Mereka menghujani enam calon pimpinan KPK dengan berbagai pertanyaan.

Tags: