2004, Transaksi dengan Mata Uang Asing Bisa Dipidana
Utama

2004, Transaksi dengan Mata Uang Asing Bisa Dipidana

Pada 2004 nanti perusahaan-perusahaan atau individu yang biasa bertransaksi menggunakan mata uang asing sebaiknya mulai berhati-hati. Pasalnya, DPR tengah membahas RUU yang bisa mempidana pihak-pihak yang bertransaksi menggunakan mata uang asing.

Oleh:
Amr
Bacaan 2 Menit
2004, Transaksi dengan Mata Uang Asing Bisa Dipidana
Hukumonline

 

Pelanggaran terhadap larangan dalam Pasal 4 ayat (3) tersebut diancam dengan sanksi hukum yang serius yaitu pidana penjara paling singkat satu tahun atau paling lama tiga tahun. Tidak hanya itu, si pelaku juga akan dijatuhkan denda paling sedikit Rp 10 juta atau paling banyak Rp 13 juta. Demikian ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 18 ayat (1) RUU Mata Uang.

 

Namun, menurut Pasal 18 ayat (2) RUU Mata Uang, penuntutan terhadap pelanggaran tersebut hanya dapat dilakukan apabila ada pengaduan dari setiap orang yang akan melakukan pembayaran. Ketentuan ini otomatis akan menjadikan tindak pidana penggunaan valas sebagai delik aduan.

 

Pertanyaannya, apakah kira-kira alasan dari pihak yang membuat RUU ini sehingga membuat larangan untuk bertransaksi dengan menggunakan mata uang selain Rupiah di era globalisasi ini? "Sanksi pidana ini lebih cenderung kepada bahwa apa yang kita lakukan supaya menekan sedemikian rupa ukuran atau nilai rupiah ini tetap menjadi suatu nilai yang baik," jelas penyusun RUU Mata Uang, Azhar Muchlis kepada hukumonline.

 

Muchlis yang juga wakil Ketua Baleg DPR mengatakan bahwa penyusun RUU sama sekali tidak punya maksud untuk  sekadar memidanakan orang dengan ketentuan pasal-pasal dalam RUU Mata Uang. Pasalnya, terang Muchlis, ketentuan itu tetap mempunyai pengecualian.

 

"Kita juga memahami, ada negara-negara yang berbatasan semacam Malaysia, Singapura, Sarawak, atau Brunei. Itu kadang-kadang membuat mata uang mereka yang kita gunakan," ucap politisi dari Fraksi Partai Golkar ini.

 

Perintah UUD

Lebih jauh, Muchlis mengatakan bahwa pembentukan RUU Mata Uang merupakan perintah dari UUD 1945, khususnya Pasal 23 B. Muchlis berkata, paling tidak ada dua isu besar yang membuat kehadiran RUU Mata Uang menjadi mendesak yaitu menyangkut upaya untuk mengangkat mata uang rupiah di dunia internasional dan penanganan uang palsu.

 

"Urgensinya adalah agar mata uang kita punya nilai di mata masyarakat dunia. Selama ini kita ketahui bahwa rupiah itu kalau you ke luar negeri ya nggak ada lah nilai rupiah Indonesia. Berarti kan nilai rupiah kita terperosok jauh dari negara-negara yang lain," jelas anggota Komisi IX DPR ini.

 

Terkait masalah penanganan pemalsuan uang, RUU mengatur bahwa satu-satunya lembaga yang berwenang mencetak dan menerbitkan uang adalah bank sentral, yaitu Bank Indonesia. Dengan ketentuan itu, Muchlis berharap penanganan masalah pemalsuan uang menjadi semakin jelas karena hanya satu lembaga yang bertanggung jawab mencetak dan mengeluarkan uang di Indonesia.

Tahun monyet nanti bisa menjadi tahun naas bagi mereka yang biasa bertransaksi dengan menggunakan mata uang asing atau valas. Hal ini ada hubungannya dengan rencana diundangkannya peraturan yang melarang segala macam transaksi yang tidak menggunakan rupiah.

 

Larangan bagi penggunaaan mata uang lain selain rupiah sebagai alat pembayaran di wilayah RI diatur dalam RUU tentang Mata Uang. RUU yang disusun oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR ini telah disetujui menjadi RUU usul inisiatif DPR di rapat paripurna DPR tanggal 11 Desember. RUU Mata Uang merupakan satu dari 75 RUU yang menjadi prioritas program legislasi DPR pada 2004. (Lebih jauh lihat: "DPR Tetapkan 75 RUU Prioritas").

 

Dalam ketentuan Pasal 4 ayat (3) RUU Mata Uang disebutkan bahwa, "Setiap perbuatan yang menggunakan uang atau mempunyai tujuan pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang jika dilakukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus menggunakan uang rupiah, kecuali ditentukan lain sesuai peraturan perundang-undangan".

Tags: