Sepanjang 2003: Kekerasan dalam Rumah Tangga Meningkat
Utama

Sepanjang 2003: Kekerasan dalam Rumah Tangga Meningkat

Gagasan Komnas Perempuan tentang pentingnya sebuah undang-undang yang mengatur masalah kekerasan dalam rumah tangga masih belum terwujud meski rancangannya sudah disampaikan ke Senayan. Ironisnya, angka kekerasan dalam rumah tangga terus meningkat.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Sepanjang 2003: Kekerasan dalam Rumah Tangga Meningkat
Hukumonline

Angka dan tahun berbeda namun tetap mencerminkan adanya peningkatan juga ditunjukkan lewat data yang dimiliki LBH APIK. Jika pada 1999 lembaga ini menerima tidak kurang dari 292 kasus, mengalami kenaikan tahun berikutnya menjadi 343 kasus (www.lbh-apik.or.id). Itu sebabnya LBH Jakarta berkeyakinan bahwa ‘dari segi kuantitas, angka kekerasan dalam rumah tangga mengalami peningkatan  setiap tahunnya'.

Dari segi kualitas, seorang korban domestic violence bisa mengalami berbagai macam bentuk kekerasan, tidak hanya fisik tetapi juga kekerasan lainnya (multi violences). Sebut misalnya yang dialami Marina –sebut saja begitu. Perempuan 33 tahun ini mengadu ke LBH Jakarta pada 18 November lalu. Ia mengalami penyiksaan dari suaminya, bahkan anaknya pun ikut-ikutan dipukul. Secara seksual ia juga dipaksa di bawah ancaman senjata.

Ironisnya, meski kekerasan dalam rumah tangga mengalami peningkatan, dalam catatan LBH sangat sedikit yang dilaporkan ke polisi. Sepanjang 2002, hanya 2 persen dari 118 kasus yang masuk ke LBH Jakarta dilaporkan ke polisi. Sepanjang 2003 lebih ironis lagi, karena tercatat hanya satu orang yang mau melaporkan kasusnya ke polisi.

Penyebab minimnya pengaduan ke polisi memang beragam. Mulai dari perasaan malu, awam hukum, tidak adanya jaminan perlindungan terhadap saksi dan korban, hingga kekhawatiran vonis pengadilan terhadap pelaku kelak akan rendah. Tetapi, persepsi yang dimiliki polisi bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan urusan internal pasangan bersangkutan juga turut andil dalam persoalan tersebut. Padahal sudah ada 19 Ruang Pelayanan Khusus (RPK) di kantor kepolisian tingkat kabupaten dan propinsi.

Perangkat hukum

Sejumlah organisasi yang selama ini bergerak memberikan advokasi terhadap perempuan korban kekerasan, termasuk Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), sudah menggagas Rancangan Undang-Undang tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (RUU-KDRT) sejak 1996.

RUU ini diusulkan antara lain sebagai wujud sikap mengkritisi Pemerintah untuk segera mengimplementasikan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW), yang sudah diratifikasi sejak 1984. Disamping itu Komnas Perempuan juga menggagas sebuah RUU tentang Anti Perkosaan.

RUU KDRT sendiri sejauh ini mendapat sambutan positif sebagian anggota Dewan. Tetapi ada juga yang memberikan catatan kritis. Fraksi Partai Bulan Bintang, misalnya, menilai RUU tersebut melegalisasi kumpul kebo. Sebab, berdasarkan pasal 1 ayat (7) huruf a, rumah tangga meliputi bukan hanya pasangan di dalam perkawinan, tetapi juga di luar perkawinan.

Peningkatan angka kekerasan dalam rumah tangga, lazim juga disebut domestic violence, terungkap dalam laporan akhir tahun Divisi Perempuan dan Anak Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Jika pada 2002 LBH menerima pengaduan dan memberi bantuan hukum atas 118 kasus, kini mengalami kenaikan. Tahun 2003 meningkat menjadi 133 kasus, tulis LBH dalam laporan yang salinannya diperoleh hukumonline.

Halaman Selanjutnya:
Tags: