Surat Setwapres: Tindak Aparat yang Masih Memberlakukan SBKRI
Utama

Surat Setwapres: Tindak Aparat yang Masih Memberlakukan SBKRI

Sekretariat Wakil Presiden melayangkan surat yang bersifat 'segera' kepada pimpinan lembaga-lembaga negara. Isinya, meminta agar aparat yang masih mengharuskan SBKRI ditindak.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Surat Setwapres: Tindak Aparat yang Masih Memberlakukan SBKRI
Hukumonline

 

Selembar surat dari Sekretariat Wakil Presiden meluncur ke sejumlah instansi pemerintah. Mulai dari Jaksa Agung, Kapolri, Sekjen Kementerian Kabinet Gotong Royong, para pimpinan lembaga pemerintahan non departemen, pimpinan lembaga tinggi Negara hingga Gubernur dan Bupati/Walikota.

 

Surat tertanggal 15 Maret 2004 itu mengatur perihal pelaksanaan Keppres No. 58 Tahun 1996 dan Inpres No. 4 Tahun 1999. Surat bernomor B.3/3 itu ditandatangani oleh Sekretaris Wakil Presiden Prijono Tjiptoherijanto. Isinya? Wakil Presiden Hamzah Haz meminta agar pimpinan lembaga-lembaga negara tadi menertibkan atau menindak aparat bawahan mereka yang masih memberlakukan SBKRI bagi warga Negara keturunan Tionghoa, India dan lain-lain.

 

Sekiranya masih terjadi praktek penyimpangan, diharapkan bantuan Saudara untuk mengambil langkah-langkah seperlunya guna mencegah berlanjutnya tindak pelanggaran tersebut, demikian antara lain bunyi surat Setwapres yang salinannya diperoleh hukumonline.

 

Sikap tegas terhadap para pejabat yang memberlakukan SBKRI, papar surat tadi, dipandang perlu terutama untuk mewujudkan penegakan hukum, tertib hukum, tertib administrasi dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat sesuai perundang-undangan yang berlaku.

 

Ada pesimisme

Wahyu Effendi, Ketua Umum Gerakan Perjuangan Anti Diskriminasi (Gandi) mengaku sudah mengetahui adanya surat dari Setwapres tersebut. Menurut dia, langkah Setwapres itu merupakan upaya baik yang perlu ditindaklanjuti.

 

Meskipun demikian, Wahyu menganggap langkah semacam itu adalah usaha yang minimal, karena Wakil Presiden sebenarnya bias melakukan langkah yang lebih tegas lagi. Dengan kata lain, penindakan terhadap aparat yang masih memberlakukan SBKRI sangat tergantung pada pimpinan lembaga-lembaga yang disurati.

 

Dalam kaitan ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Men-PAN) sebagai orang yang mengurusi perilaku aparat perlu menindaklanjuti surat Setwapres. Misalnya dengan mengeluarkan instruksi hingga ke aparat bawahan.

 

Pasalnya, kebijakan penghapusan SBKRI sudah lama ada. Sebut misalnya Keppres No. 58/1996 tentang Bukti Kewarganegaraan dan Inpres No. 4/1999 tentang Kewarganegaraan. Masalahnya, aparat di tingkat bawah tetap tidak ‘peduli' dengan kebijakan itu. Sampai saat ini masih muncul sejumlah keluhan atas tingkah laku aparat yang memberlakukan SBKRI kepada keturunan Tionghoa.

 

Tidak aneh pula kalau ada suara yang meragukan efektifitas surat Setwapres tersebut. Indradi Kusuma, misalnya. Sekretaris Umum Forum Komunikasi Kesatuan Bangsa (FKKB) ini mengkhawatirkan pelaksanaannya akan sulit di lapangan. Ada Keppres dan Inpres saja tidak dihiraukan, apalagi hanya sebatas surat dari Setwapres.

 

Kekuatan mengikat dan kekuatan hukum surat itu bias menimbulkan perdebatan. Apakah ini hukum positif? Apakah surat itu bukan sekedar petunjuk saja? cetus Indradi. Pasalnya jika hanya sekedar petunjuk, bukan tidak mungkin aparat pelaksana kembali tak perduli.

Ini kabar baik buat mereka yang selama ini mendapat perlakuan diskriminatif dalam mengurus identitas kependudukan. Apalagi mereka yang diharuskan mengurus Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI). Betapa tidak, pemerintah mulai menertibkan aparat yang bermain-main dengan SBKRI.

Tags: