Penelitian KHN: Praperadilan Mengandung Banyak Kelemahan
Utama

Penelitian KHN: Praperadilan Mengandung Banyak Kelemahan

Mayoritas responden antara lain hakim, jaksa, dan polisi, menyatakan setuju bahwa praperadilan menjadi salah satu kelemahan KUHAP.

Oleh:
Mys/CR-7
Bacaan 2 Menit
http://library.ncwc.edu
http://library.ncwc.edu

Kontroversi tentang boleh tidaknya intervensi dalam praperadilan selesai sudah. Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan gugatan intervensi dalam praperadilan SKPP Bibit dan Chanda tidak dapat diterima. Hakim sependapat dengan pemohon dan termohon bahwa KUHAP tak mengenal intervensi atas praperadilan.

 

Sebenarnya, praperadilan dalam KUHAP masih mengandung kelemahan. Berdasarkan praktik selama ini, kelemahan-kelemahan itu mendorong Tim Penyusun RUU KUHAP ingin mengubah praperadilan dengan konsep hakim komisaris. Selama ini, praperadilan terlalu mengedepankan formalitas sehingga kurang bisa mengungkap kebenaran yang didalilkan pemohon. Hakim sangat terkungkung pada pemeriksaan formal.

 

Penelitian terbaru yang dilaksanakan Komisi Hukum Nasional (KHN) memperkuat sinyalemen tentang kelemahan konsep praperadilan dalam KUHAP. Dari 363 responden di 33 provinsi, mayoritas menyetujui bahwa konsep praperadilan yang berlaku saat ini merupakan salah satu kelemahan mendasar dari KUHAP. Sebab, praperadilan lebih banyak tertuju pada dipenuhinya syarat-syarat formil suatu penangkapan atau penahanan. Kesetujuan responden malah dikategorikan ‘cukup kuat’. 102 responden malah menyatakan sangat setuju, dan 197 menyatakan setuju. Hanya 54 responden yang tidak setuju, dan 5 orang sangat tidak setuju.

 

Survei itu menjadi penting karena respondennya kebanyakan adalah mereka yang sehari-sehari bergelut dengan hukum. Responden berasal dari kehakiman, kejaksaan, kepolisian, petugas lapas atau rutan, advokat, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya masyarakat.

 

Secara normatif ada empat kelemahan dasar praperadilan yang ditemukan KHN. Pertama, proses pengadilan atas praperadilan hanya dapat dilaksanakan jika ada pihak yang menggunakan haknya. Selama tidak ada pihak yang menuntut, hakim tidak dapat menguji sah tidaknya tindakan penyidik dan penuntut umum. Dalam praperadilan, hakim bersifat pasif. Ia baru dapat memeriksa bila ada inisiatif. Dalam pemeriksaan tentang sah tidaknya suatu penangkapan atau penahanan (pasal 79 KUHAP), inisiatif datang dari tersangka, keluarga, atau kuasanya. Untuk memeriksa sah tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, inisiatif datang dari penyidik, penuntut, atau pihak ketiga (pasal 80 KUHAP). Lalu, untuk permintaan ganti kerugian inisiatif datang dari tersangka atau pihak ketiga (pasal 81 KUHAP).

 

Kedua, hak tersangka, keluarga, atau kuasanya dapat gugur jika perkara pidana telah mulai disidangkan. Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP menegaskan dalam hal perkara sudah diperiksa pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan permintaan praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur.

Halaman Selanjutnya:
Tags: