Arus Deras Perlawanan Pemberantasan Korupsi
Utama

Arus Deras Perlawanan Pemberantasan Korupsi

Kalangan organisasi masyarakat sipil meramal angka indeks persepsi korupsi Indonesia pada tahun 2010 akan menurun.

Oleh:
CR-8
Bacaan 2 Menit
Serangan terhadap KPK datang bertubi-tubi. Foto: Sgp
Serangan terhadap KPK datang bertubi-tubi. Foto: Sgp

Gelombang serangan terhadap antikorupsi tak pernah surut. Bahkan sepanjang tahun ini perlawanan koruptor dan para konco-konconya makin tinggi. Pertarungan adu kuat terjadi dalam sejarah pemberantasan korupsi tahun ini. Mereka yang antipemberantasan korupsi bertarung keras melawan kelompok prokoruptor.

 

Tudingan ini memang tidak berlebihan. Mengingat publik terus mengamati pertarungan yang bermuara pada satu hal. Yaitu mengulang sejarah kejayaan korupsi.

 

Seperti diketahui, dalam sejarah pemberantasan korupsi, Indonesia pernah memiliki enam komisi atau lembaga antikorupsi sejenis KPK yang telah bubar atau dipaksa dibubarkan. Padahal, kebutuhan komisi independen dalam pemberantasan korupsi pada setiap era memang mutlak.

 

Kebutuhan akan komisi independen begitu mendesak. Pasalnya, adanya fakta bahwa penegak hukum konvensional –kepolisian dan kejaksaan- gagal memberantas korupsi. Ditambah lagi, hukum juga tidak mungkin mengarah kepada aparat penegak hukum sendiri. Sehingga diperlukan lembaga yang mempunyai kewenangan ‘superbody’.

 

Kebutuhan itu dijawab. Langsung loncat saja, pada 2002, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lahir. Alhasil, kelahiran KPK membuat pelaku korupsi ataupun yang baru memasang niat untuk berbuat korup, bergidik. Mereka makin hati-hati melakukan modus perbuatannya, namun KPK seolah bertambah cerdik saja untuk menggiring mereka ke hotel prodeo.

 

Prestasi KPK terus dicatat banyak kalangan. Pemerintah pun ikut riang dengan hasil kerja komisi. Hal itu dapat dilihat dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) Pemberantasan Korupsi 2004-2009. Pemerintah mengakui dengan dibentuknya KPK berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2002 dan perangkat pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Masyarakat sangat menaruh harapan pada dua lembaga tersebut untuk mempercepat penanganan dan eksekusi kasus-kasus korupsi berskala besar dan menjadi perhatian masyarakat.

 

Sedangkan untuk Kepolisian, Kejaksaan dan Lembaga Peradilan, pemerintah mengakui masih banyak kendala yang membuat kinerja lembaga tersebut tersendat. Kualitas aparat penegak hukum yang menyelidiki dan menyidik kasus korupsi,  ditilik dari kemampuan, profesionalisme dan kualitasnya masih jauh dari yang diharapkan. Hal demikian, menurut dokumen RAN itu, mengakibatkan seringnya kasus korupsi dihentikan proses penyidikannya dengan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) berhubung belum cukupnya alat bukti yang diajukan.

Tags: