PHK Karena Kesalahan Berat Masih Jadi Perdebatan
Berita

PHK Karena Kesalahan Berat Masih Jadi Perdebatan

Bagaimana jika ketentuan kesalahan berat di Pasal 158 UU Ketenagakerjaan dipindahkan kedalam Perjanjian Kerja Bersama atau Peraturan Perusahaan?

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
PHK Karena Kesalahan Berat Masih Jadi Perdebatan
Hukumonline

Pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan kesalahan berat sesuai Pasal 158 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan kembali terjadi. Kali ini menimpa Rommel Ginting yang bekerja sebagai Head Service Electrical Method di perusahaan pertambangan migas, Total E&P Indonesie. Rommel dipecat karena dianggap membocorkan rahasia perusahaan.

 

Kasus ini bermula pada akhir 2007. Rommel yang telah bekerja selama 20 tahun di perusahaan pertambangan itu, dituduh telah membocorkan rahasia perusahaan ke perusahaan peserta lelang. Rommel pun diduga kerap mendapat fee dari perusahaan pemenang tender. Perusahaan lantas membentuk tim audit. Hasilnya, tim menemukan indikasi kongkalikong antara Rommel dan pemenang tender. Karenanya, Rommel dianggap melanggar Pasal 81 PKB 2006-2008 yang mengatur tentang larangan membocorkan rahasia perusahaan dan larangan menerima imbalan dari rekanan.               

  

Tuduhan itu dijadikan dasar perusahaan mengajukan gugatan PHK tanpa pesangon ke PHI Samarinda. Gugatan dilayangkan setelah perusahaan menolak anjuran Disnaker Balikpapan yang menganjurkan perusahaan memberikan uang penghargaan atas pengabdian (pensiun dini) dan upah proses sebesar Rp2,072 miliar. Pasalnya, di sela-sela perselisihan ini terjadi, Rommel mengajukan pensiun dini dengan alasan keributan yang terus menerus terjadi. Dalam pertimbangannya, mediator menilai pelanggaran berat dituduhkan perusahaan tak terbukti.    

 

Majelis hakim PHI Samarinda yang diketuai Tugiyanto mengabulkan gugatan perusahaan dengan pertimbangan meski tuduhan pelanggaran tak terbukti, Rommel kerap berhubungan via email dengan perusahaan rekanan. Padahal Rommel tak memiliki kewenangan untuk itu. Hal itu menimbulkan kecurigaan yang mengakibatkan hilangnya kepercayaan yang pada giliranya terjadi ketidakharmonisan dalam hubungan kerja. Karenanya, majelis mengabulkan PHK dengan uang pesangon sebesar Rp916,6 juta dan upah proses hingga putusan berkekuatan hukum tetap.                     

 

Tak puas dengan alasan kecurigaan yang didalilkan hakim PHI, Rommel mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Alih-alih dibatalkan, Majelis hakim kasasi yang diketuai Widayatno Sastrohardjono beranggotakan Fauzan dan Dwi Tjahyo Soewarsono justru menguatkan putusan PHI Samarinda pada Februari 2009.

 

Dalam pertimbangannya, majelis kasasi berpendapat penerapan hukum mengenai hak-hak yang diperoleh pemohon kasasi (Rommel) akibat PHK telah dipertimbangkan dengan tepat dan benar oleh judex factie dimana tergugat dinyatakan bersalah. Namun karena prestasinya yang baik dan sesuai rasa keadilan, diberi hak secara maksimal sesuai UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait