Mencermati Kebebasan Penyusunan Anggaran KPPU
Kolom

Mencermati Kebebasan Penyusunan Anggaran KPPU

“Setelah berjuang lama akhirnya KPPU diperbolehkan menyusun, mengajukan anggaran dan mengelolanya sendiri. Ini adalah kewenangan besar yang harus disikapi secara arif agar jangan dijadikan kesempatan untuk melegalisasi penghamburan keuangan negara yang masih dalam kondisi pemulihan dari krisis.”

Bacaan 2 Menit
Gedung KPPU, Jakarta. Foto: Sgp
Gedung KPPU, Jakarta. Foto: Sgp

Di tengah pemborosan yang kerap dilakukan pejabat publik Republik ini, kita patut memberikan apresiasi lebih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tahun lalu berhasil menyelamatkan dan menyetorkan kepada Kas Negara/Kas Daerah hasil penanganan kasus/perkara tindak pidana korupsi sebesar Rp142.290.575.282,00. Belum lagi keberhasilan melacak aset yang berhubungan dengan kasus/perkara tindak pidana korupsi yang mencapai Rp1,15 triliun. Termasuk penolakan mobil dinas, yang konon seharga Rp1,3 miliar baru-baru ini, yang seharusnya menjadi panutan pejabat publik lain tentang bagaimana sikap hidup hemat yang harus dimiliki dalam mengelola keuangan Negara. Bukan saja karena uang tersebut berasal dari pungutan keringat rakyat, lebih daripada itu, sikap ini merupakan cerminan kewajiban setiap pejabat publik untuk menjaga sikap supaya tidak melukai perasaan masyarakat.

 

Selain KPK, pemerintah Indonesia telah membentuk berbagai komisi lain sesuai fungsi dan tujuannya masing-masing. Menurut penulis, salah satu komisi yang mendapatkan sorotan dari publik adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), baik karena kinerja yang diperlihatkan mulai dari pembentukannya; berbagai kontroversi seputar penanganan beberapa perkara; penangkapan salah satu komisioner senior KPPU, Muhammad Iqbal terkait penerimaan suap; maupun hasil dari usaha membangun citra melalui media massa yang secara konsisten dilakukan selama ini.

 

Melalui bidang berbeda tetapi dengan tujuan yang sama dengan KPK, pembentukan KPPU dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat, yang diharapkan memberikan efek kepada penyehatan keuangan negara, baik secara langsung maupun tidak langsung. Efek secara langsung salah satunya didapat melalui setoran denda pelaku usaha yang bersalah melakukan persaingan tidak sehat, yang sejak pembentukan KPPU hingga sekarang telah terakumulasi mencapai Rp1 triliun.

 

Dari sisi kinerja, konsistensi dan kegigihan menegakkan Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“UU Anti Monopoli”) hingga menjadi salah satu lembaga negara yang disegani, KPPU harus mendapatkan apresiasi lebih dari masyarakat Indonesia. Namun amat disayangkan, KPPU sendiri kurang menghidupi dan menjalankan asas-asas dan prinsip-prinsip yang dianut oleh UU Anti Monopoli, yaitu prinsip kepentingan umum, prinsip efisiensi dan prinsip efektivitas, terutama dari segi penggunaan anggaran.

 

Di tengah keluhan-keluhan yang kerap dilontarkan KPPU ke publik terutama mengenai remunerasi komisionernya dan kecilnya anggaran yang dialokasikan kepada KPPU yang tahun anggaran 2009 mencapai Rp82,02 miliar, ternyata komisi ini masih sempat memboroskan anggaran yang konon minim tersebut dengan kerap mengadakan acara di hotel berbintang, seperti di Jakarta pertengahan tahun lalu, seminar di hotel berbintang di Manado tahun lalu, sampai mengadakan konferensi pers untuk mengecam Presiden SBY yang sedang berada di luar negeri waktu itu dan membacakan laporan kinerja KPPU tahun 2009 di sebuah hotel berbintang lima pada bulan Desember tahun lalu.

 

Apakah gedung KPPU yang besar dan megah itu tidak ada ruangan yang layak digunakan untuk konferensi pers ataupun mengadakan seminar/workshop/pelatihan sehingga KPPU memutuskan mereka berhak memboroskan uang rakyat? Lantas apa urgensinya tahun 2008 mengambilalih bekas gedung KPK yang berada di sebelah gedung KPPU dan apa gunanya ruang pers di lantai 1 itu? Sebagai lembaga negara rasanya tiada alasan logis untuk membenarkan tidak memakai ruangan sendiri untuk setiap gelaran acara KPPU.

Tags: