Berawal dari Pencurian, Berakhir pada Penadahan
Resensi

Berawal dari Pencurian, Berakhir pada Penadahan

Buku ini merupakan salah satu serial dari detil kejahatan dalam Buku II KUHP. Bisa dijadikan referensi utama. Spesifik membahas kejahatan terhadap harta kekayaan.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Delik-Delik Khusus, Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan
Delik-Delik Khusus, Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan

Jangan sembarangan membeli motor atau kendaraan murah yang tak dilengkapi surat-surat lengkap. Niat baik Anda untuk berhemat bisa berakibat fatal jika ternyata kendaraan bermotor yang Anda beli berasal dari hasil kejahatan. Tidak ada yang menjamin Anda lolos dari jerat hukum. Polisi bisa saja menuduh Anda menadah barang hasil curian. Dan, ancaman empat tahun penjara menanti di depan mata.

 

Contoh penadah motor curian yang ditangkap polisi sudah banyak terdengar. Pelaku penadahan biasanya dijerat pasal 480 KUHP. Pasal ini pula yang dipakai polisi untuk menjerat “teman” pria Verry Idham Henyansyah alias Ryan karena menerima telepon genggam yang dibeli dari hasil kejahatan. Ryan adalah jagal dari Jombang yang divonis PN Depok hukuman mati.

 

Sekalipun bersikukuh Anda berniat baik membeli kendaraan, di mata aparat penegak hukum, niat tersebut bisa dikesampingkan. Rumusan pasal 480 KUHP bukan saja menghukum mereka yang menadah, tetapi juga yang mengambil keuntungan dari barang tadahan. Karena itu, ada baiknya Anda memahami esensi tindak pidana penadahan dalam Buku II KUHP.

 

Salah satu referensi yang bisa kita pakai adalah karya P.A.F. Lamintang dan anaknya Theo Lamintang, “Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan”. Edisi kedua buku referensi ini diterbitkan pada November 2009. Nama P.A.F Lamintang bukan asing bagi orang yang banyak mempelajari hukum pidana di Indonesia. Semasa hidupnya, pria yang pernah menjadi asisten Mr Satochid Kartanegara ini menghasilkan sederet buku tentang hukum pidana. “Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia” menjadi salah satu referensi penting bagi mahasiswa, dosen dan praktisi hukum.

 

Kekuatan analisis buku-buku Lamintang adalah rujukan pada rumusan asli KUHP, bukan pada terjemahan. Adakalanya, ia menuliskan kritik atas kesalahan penggunaan istilah yang tidak tepat. Misalnya, para penulis hukum pidana Indonesia mengartikan kata watersnood dalam pasal 363 ayat (1) KUHP sebagai ‘banjir’. Padahal, kata Lamintang, kata tersebut berarti ‘bahaya banjir’. Dalam bahasa Belanda, banjir disebut overstroming. Dalam rumusan pidana, ada perbedaan antara kata ‘banjir’ dengan ‘bahaya banjir’. Bahaya banjir mengandung arti bahaya sudah ada sebelum banjir benar-benar terjadi. Untuk menghindari bahaya itu orang-orang diungsikan ke tempat yang aman (hal. 42-43). Dengan demikian, konteks terjadinya tindak pidana pada saat ‘banjir’ dan saat ancaman ‘bahaya banjir’ tidaklah sama.

 

Delik-Delik Khusus

Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan

 

Penulis: P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang

 

Terbitan: Edisi Kedua

Penerbit: Sinar Grafika, Jakarta

Tahun: 2009

Halaman: 408 hal, xii

 

Tags: